Adzan dzuhur sudah berkumandang. Motor jantan kebanggaan gua masuk ke halaman masjid kampus. Si Optimus, Yamaha MT-10 yang gua banggain, dibeli dengan duit hasil jerih payah sendiri itu gua parkir rapi. Setelah melepas helm, gua bergegas ke tempat wudhu. Nggak lupa, jaket juga dibuka. Gerah banget, coy.
Jangan salah, saudara. Urakan begini, gua masih ingat untuk melaksanakan kewajiban dalam hidup. Terkadang masih sering bolong-bolong. Dalam satu hari, nggak menjamin gua bisa ngerjain shalat tuntas lima waktu. Gua berprinsip, kalau sudah punya istri, baru nanti shalatnya kudu wajib lengkap.
Sebuah pemikiran yang agak... bahlul? Ya, harus gua akui. Lu pada nggak usah bawel. Ini hidup gua.
Langkah gua melambat saat melihat seseorang lari-lari kecil di seberang sana. Tepatnya di tempat wudhu perempuan. Ada cewek itu lagi. Hari ini dia pakai kaos putih polos. Rambutnya diikat asal-asalan, nyisain anakan rambut yang menutupi sisi wajahnya. Cantik, seperti biasanya.
Tanpa alas kaki, dia berjalan agak tergesa. Entah kenapa, tingkahnya itu bikin gua khawatir. Cewek itu bisa saja terpeleset karena lantai keramik yang basah, atau lebih parahnya lagi, dia mungkin akan menabrak jama'ah lain. Persis seperti kejadian beberapa hari yang lalu. Bikin gua senewen parah.
Nggak satu atau dua kali saja, gua hampir melihat cewek itu setiap hari di waktu yang sama. Saat terdengar adzan di tengah hari, dia selalu ada. Cewek itu hampir setiap hari menyempatkan diri ke masjid kampus untuk ikut shalat berjamaah.
Mungkinkah ini menjadi salah satu faktor yang bikin gua jadi sering sholat dzuhur ke masjid?
Ketawa? Selagi gua santai, ketawa gih.
Gua nggak bisa mengelak, karena pertanyaan itu selalu bikin gua skakmat. Perubahan perilaku gua itu pasti bikin teman-teman satu tongkrongan pada pangling. Perubahan positifnya terlalu signifikan.
Lu kenapa dah, Ghi? Jangan bikin gua khawatir.
Pikir positif aja, bos. Mungkin Aghi udah tobat.
Tobat apaan? Kemarin gua lihat dia buka Instagramnya Mia Khalifa. Bangsat ya, tetap aja bangsat.
Astaghfirullah. Sebegitu nistanyakah diriku ini di mata mereka?
Asal lu semua tahu, dari kecil, gua selalu diajarkan kedua orang tua agar nggak pernah ninggalin shalat. Sampai sekarang, gua masih terus berusaha memperbaiki diri. Meskipun, kerap kali, gua kadang mencari jalan praktis. Shalat sendiri saja. Biar cepat dan dapat menghemat waktu. Kalau ke masjid, pasti bakalan lama. Jadi, sebagai alternatif yang lumayan efektif, gua lebih memilih buat shalat sendiri. Kilat. Nggak masalah, yang penting nggak ninggalin kewajiban dengan disengaja.
Jaket model bomber yang gua lepasin tadi, gua masukin ke dalam tas juga. Biar buku tipis dan satu pulpen yang merupakan penghuni tetap tas gua itu dapat teman baru. Kasihan, kesepian.
Beres sama jaket, tas tadi pun gua taruh sembarang. Tenang aja, Insya Allah, nggak bakal hilang. Kalau hilang pun nggak pa-pa, isinya nggak ada yang penting.
Wudhu dulu, bos. Merasakan kesegaran air yang membasahi kulit sembari membisikkan doa. Jangan lupa, sehabis wudhu, kudu menoleh ke sebelah kanan. Di sana, akan keluar bidadari dari tempat wudhu perempuan.
Tuh, kan. Ada.
Setiap kali melihat dia, gua nggak bisa nahan senyum. Walaupun cuma sebentar doang. Kenapa? Soalnya, gua lagi-lagi kepergok doi.
Hm.
Cewek itu tahu kalau gua sering ngelihatin dia. Makanya, gua refleks pasang muka datar lagi. Menyembunyikan rasa tengsin dengan menyisir rambut gua yang setengah basah dengan jemari ke arah belakang. Pamer jidat, untung kagak jenong.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEMONADE LOVE
Lãng mạn"When life gives you lemons, make lemonade." Pribahasa lain dengan makna yang sama adalah seperti "Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian; bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian." Terdenger keren, bukan? Akan tetapi, mungkin bag...