Baru-baru ini, aku kehilangan salah satu benda paling berharga. Sebuah perhiasan dari emas yang ditinggalkan Mama sebelum beliau berpisah dengan Papa dan meninggalkan dunia ini. Gelang itu warisan dari almarhumah Oma yang artinya turun-menurun hingga sampai di tanganku. Dan aku kehilangan amanah tersebut.
Kamu tahu rasanya bagaimana jika suatu hari kamu kehilangan satu-satunya kenangan yang diberikan oleh perempuan yang berjuang melahirkan dan menghidupi dirimu di dunia ini? Salah satu bukti kenangan yang paling indah meski pun harus terhapus oleh waktu. Hanya tersisa beberapa potongan adegan yang terkadang menghilang seiringan dengan menuanya diri kita.
Aku nggak bisa tidur. Aku nggak karuan makan. Seleraku hilang bersamaan dengan lenyapnya gelang itu.
Entah apa yang membuat aku ceroboh di hari itu. Bisa-bisanya aku nggak merasakan apa pun saat gelang tersebut terlepas dari pergelangan tangan. Padahal aku selalu berhati-hati saat menggunakannya. Gelang tersebut pernah putus sebelumnya, namun saat itu aku refleks menyadarinya. Berbeda dengan kali ini. Aku nggak akan keberatan kalau jam tangan, ponsel, dompet atau benda apa pun hilang, asalkan jangan satu perhiasan itu.
Setiap hari, aku mondar-mandir. Bolak- balik dari gedung perkuliahan dan masjid. Ya, aku memang lebih suka shalat berjama'ah di masjid kampus daripada di ruang shalat yang biasanya disediakan di tiap lantai gedung kampus. Ingat kata Oma, shalat berjama'ah itu lebih besar pahalanya. Kebiasaan sejak kecil karena aku dibesarkan oleh Oma yang kebetulan rumah beliau berselang dua rumah dari masjid, makanya aku nggak pernah keberatan jalan kaki ke masjid kampus.
Untuk yang kesekian kalinya, aku menyusuri pelataran masjid. Mencari-cari keberadaan gelangku. Siapa tahu ketemu, nyelip di mana mungkin. Aku juga sudah usaha, tanya ke teman-teman yang setiap harinya menjadi kawan shalat bersama. Nihil. Mereka nggak pernah melihatnya.
Beberapa menit celingukan, aku pun menyerah. Kakiku berjalan menjauh menuju tempat wudhu wanita. Akan tetapi, langkahku melambat saat mendengar suara motor besar yang menderu gahar dari lahan parkir. Aku mengenali suara itu. Motor jantan milik salah satu mahasiswa yang rutin mengisi shaf laki-laki di waktu dzuhur. Terkadang, aku juga ketemu dia waktu ashar.
Dia melepas jaket bombernya. Dari tempatku, terlihat kalau dia sedang kegerahan. Aku akui, Jakarta memang sedang panas-panasnya. Pengap sekali. Makanya, aku nggak pakai jaket. Cuma kaos warna putih yang sempat aku beli di H&M minggu lalu waktu pulang ke Surabaya.
Hari ini dia... keren. Banget. Hehe. Dan aku cepat-cepat pergi waktu dia berjalan mendekati tangga masjid.
Usai menyucikan diri, aku pun kembali berjalan. Bermaksud untuk memasuki masjid, namun urung sejenak karena pandanganku tertuju pada mas-mas tadi. Dia melihat ke arahku. Ekspresinya kosong. Entah melamun atau sedang memikirkan sesuatu.
Mas-mas itu mengingatkanku pada Ali, teman masa SMA-ku. Salah satu murid yang gosipnya punya gebetan di mana-mana. Dia sering sekali berjalan dengan pandangan kosong. Persis seperti yang dilakukan cowok itu. Kebiasaannya tersebut kerap kali memberikan efek yang kurang baik padanya. Tidak sedikit perempuan-perempuan di sekolahku mengira bahwa Ali sedang melihat bahkan hingga memperhatikan karena tengah menaruh hati kepada mereka. Maka dari itu, sebaiknya aku membuang jauh-jauh pemikiran picik dan mengira kalau mas tadi sedang menaruh perhatian padaku.
Nggak boleh gede rasa, Vivian. Masa hanya karena dilihat begitu saja langsung baper seketika? Padahal biasanya kamu mendapatkan tatapan yang lebih menggetarkan daripada itu. Yah, walau sesungguhnya kehadiran mas-mas bermotor sangar itu sedikit memikat--hush! Jangan berpikiran yang aneh, Vivian!
Hanya sebuah senyum segan yang dapat aku berikan atas tatapannya itu. Nggak ada maksud berperilaku aneh atau terkesan kecentilan. Aku cuma ingin menghilangkan kekakuan itu. Namun, usahaku nggak efektif sama sekali. Wajahnya tetap sama. Datar. Aku putuskan untuk melanjutkan langkah memasuki masjid karena iqamah telah dikumandangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEMONADE LOVE
Romance"When life gives you lemons, make lemonade." Pribahasa lain dengan makna yang sama adalah seperti "Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian; bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian." Terdenger keren, bukan? Akan tetapi, mungkin bag...