Masih ingat sama Olivia? Adik sepupunya Bella yang diajak ngumpul bareng beberapa minggu lalu. Gadis cantik nan menggemaskan dengan obrolan asyik yang nggak pernah ada habisnya. Untuk ukuran orang yang baru berkenalan, aku dan Olivia sudah sangat dekat sekali. Katanya, kalau disuruh pilih ingin punya sosok kakak seperti apa, Olivia akan menunjukku sebagai kakak perempuan idamannya. Jawaban itu membuat Sarah dan Dina semakin bersemangat menggodaku karena ternyata Olivia adalah adik sematawayangnya Ghifari. Dan itu bikin aku panas-dingin.
Duh, kenapa harus berkaitan dengan mas-mas menyeramkan itu lagi sih?
Serius. Dia itu menyeramkan. Bayangkan saja, dia nggak berhenti menatapku di hari itu. Bahkan hingga aku pamit untuk pulang lebih dulu karena Reza sudah menjemput lebih cepat dari waktu yang ditentukan. Aku sedikit berterima kasih atas keputusan Reza pada hari itu karena secara teknis aku bisa menghindari tatapan tajam mas-mas tersebut.
Kembali lagi ke Olivia, gadis manis itu berhasil memancingku untuk memenuhi keinginannya. Semua karena satu foto yang menunjukkan tumpukan buah stroberi. Sangat menggiurkan sekali. Membangkitkan hobi memasakku. Belum lagi Bella yang terus-terusan membujukku agar ikut serta dalam acara masak-masak ala selebgram. Katanya sih sekalian bikin konten dan feeds untuk galerinya.
"Lu mau tau jawaban yang sebenarnya, kan, Vi? Dan gue tertantang buat membuktikan kalo prasangka lu tentang Bang Aghi itu salah. Jadi, mumpung orangnya lagi nggak ada di rumah, kenapa kita nggak langsung cari tau sendiri ke adiknya yang sejak lahir hidup sama dia?"
Sarah memang begitu. Dia paling suka memberiku tantangan yang unik. Aku bukanlah seseorang yang photogenic, namun dia menantangku untuk ikut serta dalam pemotretan dan pekerjaan sampingan glamornya. Hal yang paling menarik bagi Sarah adalah bagaimana kabar diri dan hatiku kala berkaitan dengan abangnya Olivia. Sepertinya dia sudah tertelan racunnya Bhimasena yang suka mengelu-elukan sahabatnya di depanku.
Sebagian hatiku menyesali keputusan karena telah menginjakkan kaki ke rumahnya sepupu Bella. Orang yang sebelumnya sangat ingin aku hindari itu justru datang. Dia mendapatiku sedang tertawa bersenda gurau bersama dua adik dan satu sahabatnya. Tatapannya yang hanya tertuju padaku membuat jantung ini berdegup terlalu keras. Yang aku tahu, dia pasti bukanlah tipikal lelaki pemalu dalam mendekati perempuan, mengingat banyaknya gebetan yang dia punya melalui cerita-cerita Bella. Kian waktu berlalu dan membuatku berpikir bahwa orang itu sejatinya sedang menjaga sikap padaku. Terbukti dengan segala perubahan gerak-geriknya setiap kali bertemu denganku dan itu menguatkan niatku untuk memastikan sesuatu.
Dia melangkah masuk sembari melepas helm, meletakkan tas ranselnya di sofa depan, lalu berjalan menghampiri kami. Ekspresinya lebih tenang, namun tatapannya padaku lebih ketat dibanding sebelumnya. Merasa nyaman, mungkin karena ini adalah rumahnya, tempat tinggalnya. Dia mendekat. Mengambil potongan stroberi hasil kerja tanganku sembari menatap langsung ke manik mataku dan rasanya jantung berhenti berdetak pada kala itu.
Menyaksikan sendiri bagaimana para saudara perempuannya memperlakukan dia membuatku merasa nggak nyaman. Ada sedikit rasa iba. Aku nggak akan berbohong karena setidaknya aku juga telah mengambil andil sekian persen sebagai penyebab mengapa dia harus menerima permintaan tolong Olivia.
Aku dengar, dia baru pulang dari Bandung dengan motor monsternya. Mungkin aku nggak tahu persis sejauh apa jarak dan selama apa perjalanan yang ditempuh orang itu untuk sampai rumah. Dan ketika aku melihat bagaimana Bella dan Olivia meminta dia untuk pergi lagi padahal orang itu baru saja menapakkan kakinya beberapa detik di lantai rumah, aku merasa hal itu nggak pantas sama sekali. Aku nggak tega. Wajar saja kalau mas-mas itu marah karena sikap dua adik perempuannya.
Kendati demikian, dia semampunya memberi agar kami semua nggak melibatkannya dalam apa pun kegiatan yang kami lakukan. Hingga pada akhirnya diriku berpikir bahwa sebaiknya aku mengambil tindakan dengan menawarkan diri untuk pergi sendiri dan membeli kebutuhan tambahan itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
LEMONADE LOVE
Romance"When life gives you lemons, make lemonade." Pribahasa lain dengan makna yang sama adalah seperti "Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian; bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian." Terdenger keren, bukan? Akan tetapi, mungkin bag...