ix. konspirasi

1.6K 381 119
                                        

Well. I did it. I fucking did it.

Akhirnya, gua berhasil minta maaf sama Vivian. Walau pun sampai sekarang awkwardness di diri gua masih belum hilang juga kalau berhadapan sama doi. Yaah, seenggaknya gua sudah bisa maju satu langkah meski nggak bisa sedekat yang diharapkan.

Dengan penerimaan maaf saja sudah sangat patut gua syukuri. Gua nggak berani berharap yang neko-neko. Resikonya agak berbahaya, lur. Begini saja sudah bikin gua nggak karuan, apalagi kalau mau ngegas pol sampai rem blong. Bisa-bisa Vivian kabur ke ujung bumi supaya gua nggak bisa ketemu dia lagi saking jijiknya.

Setelah hari itu, gua nggak pernah ketemu Vivian lagi. Cuma bisa lihat updatean dia di Instagram doang. Kadang dia bikin stories atau ngepost fotonya yang cantik dan selalu sukses bikin hati gua bergetar. Gua belum berani bertindak lebih jauh selain sekedar ngelike foto dan video yang dia upload. Jangankan ngirim message, ninggalin comment saja gua harus berpikir jutaan kali dan berakhir urung karena resiko yang gua pertaruhkan memang sangat riskan.

Bukannya gua pengecut, tapi gua sadar atas satu hal penting; Vivian selalu berpikir negatif tentang gua. Nggak bisa dihindarkan dan nggak bisa disalahkan. Dan yang paling penting, dia lagi dekat sama cowok. Kata Bima sih cuma sekedar teman. Layaknya Vivian bersikap ke Bima. But nope, gua nggak percaya.

Pada dasarnya, kalau percaya omongan Bima, berarti elu juga percaya bahwa Tuhan itu ada lebih dari satu alias murtad. Makanya, jangan pernah sekali saja menelan bulat-bulat berbagai bacotannya si kutu kupret itu. Kecuali dalam keadaan tertentu di mana Bhimasena berubah menjadi makhluk hidup yang sedikit lebih bermanfaat.

Siang menjelang waktu jumatan, gua baru selesai mandi. Bangun dari hibernasi karena semalaman tadi harus open live streaming. Maunya sih solo push rank, tapi Kafka malah ikutan. Itu anak niat banget sampai bawa MSI Titan Pro-nya ke kamar gua. Gua bahkan harus rela berbagi kamera demi menarik perhatian penonton. Lumayan sih, tampang Kafka nggak ancur-ancur amat. Cocotannya gokil walau pun nggak seheboh Bima atau Hanif. Lagian kan nggak lucu kalau di layar cuma ada gua, padahal di sebelah ada Kafka yang pastinya ikut ngebacot.

Ngomong-ngomong soal Kafka, gua tahu kalau dia diam-diam memerhatikan adik gua. Sudah biasa. Adik gua memang cantik, mewarisi paras Bunda yang bagi gua mampun mengalahkan semua Miss Universe. Sejak hari pertama dia ketemu sama Olivia pas makan siang di dekat kampus hari itu, Kafka malah ketagihan main ke rumah gua. Macam-macam alasannya. Pengin ini, pengin itu. Pokoknya dia mau ke rumah walau pun ujung-ujungnya bengong di kamar gua karena Olivia lebih suka ngumpet di kamarnya.

Gua nggak ngerti kenapa mereka jadi main kucing-kucingan begitu, tapi gua sudah bilang ke Kafka kalau dia kudu hati-hati. Jangan pernah berpikir buat macam-macam ke adik gua. Sekali aja Olivia menangis atau sedih karena perbuatan Kafka yang menyakitinya, siap-siap saja. Gua nggak segan buat ngehapus dia dari daftar teman dan bunuh dia di tempat.

Terserah mau bilang gua apa, gua memang sesayang dan secinta itu sama adik gua. Gua menyaksikan Olivia terlahir di dunia dan juga ikut andil dalam membesarkannya. Olivia sangat berarti bagi gua meski pun kadang gua suka kasar, tapi nggak akan pernah sanggup bikin dia marah sampai nangis-nangis. Nggak, nggak boleh. Nggak ada yang boleh pacarin adik gua sampai dia benar-benar matang untuk jenjang itu. Pokoknya, gua nggak ngasih izin dia jadian sama siapa pun—camkan ini, dengan siapa pun dia nggak akan pacaran hingga dia memang pantas untuk menjalani fase hidup yang serius serta berkomitmen dengan calon pasangan hidupnya. Dan gua merasakan tanda-tanda itu di diri Kafka.

Nggak sedikit teman-teman gua yang naksir Olivia. Bahkan sengaja bilang nunggu adik gua matang dikit lagi untuk dipinang. Mendengar itu, gua langsung lari ke kamar bokap dan keluar bawa golok warisan kakek. Berbeda dengan teman-teman gua yang mulutnya nggak bersyahadat, Kafka cuma diam dan merhatiin Olivia. Jujur, gua sendiri sempat was-was. Gua siap nonjok itu anak kalau dia mikirin hal yang aneh-aneh tentang adik gua. Tapi ternyata kecurigaan gua nggak membuktikan apa pun. Kafka bilang dia naksir Olivia. Udah, gitu aja. Santai.

LEMONADE LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang