Part 8 - Spiritual Journey -

24 5 0
                                    

Diara POV

Aku menangis tersedu-sedu. Sampai mataku pedih dan bengkak. Sebenarnya ingin sekali menyudahi tangisan ini tapi kenapa tidak bisa??? Kenapa air mata ini lolos begitu saja. Tidak bisa berhenti.

Ibu membangunkanku dengan perlahan. Tepukkan tangannya di bahuku membangunkanku.

"Nak, sudah jam 2 lewat. Kamu tadi sudah sholat dzuhur belum?" tanya ibu dengan suara lembut.

"Astaghfirullah hal adzim... Belum bu". Mataku langsung terbuka. Terduduk dan menurunkan kedua kakikj dari ranjang. "Terima kasih sudah dibangunkan, bu". Senyumku pada Beliau.

"Iya nak, sama-sama". Dielusnya rambut panjangku. "Nanti setelah selesai sholat. Kamu turun dan makan ya.... Kamu belum makan siang kan?"

"Iya bu. Nanti Ara turun selesai sholat. Maaf tadi belum sempat makan masakan ibu. Setelah Martha pulang, aku ketiduran bu". Jelasku pada ibu. Aku tau, Beliau pasti sangat mengkhawatirkanku. Terlihat dari tatapannya yang dalam.

***

Setelah selesai mencuci piring, aku ijin untuk ke kamar lagi. Aku tahu kalau ibu khawatir kepadaku, pasti mataku yang sembab akibat lama menangis membuat ibu khawatir.

"Diara tidak kenapa-napa kok bu, mataku ini bengkak karena aku menangis karena anak perempuan ibu besok harus ke Bandung selama 2 minggu. Perkebunan bunga sedang ada masalah bu, Ara harus segera menyelesaikannya. Aku nangis karena selama 2 minggu pasti kangen dan gak bisa makan masakan ibu". Ku peluk tubuh ibu dari belakang yang sedang duduk di ruang makan.

"Diara janji, akan jadi anak yang berbakti pada ibu. Ara tidak akan membuat ibu bersedih lagi". Tetap ku peluk ibu dengan erat.

Ibu melepaskan tanganku. Beliau membalikkan badan dan beranjak dari kursinya.

Ibu memelukku erat. Mengusap-usap kepalaku dengan sayang.

"Iya nak, ibu percaya kamu". Ucap ibu dan mengakhiri pelukan kami dengan kecupan dipuncak kepalaku.

Aku tersenyum pada ibu. Tapi sebenarnya hatiku menangis. Tak sepenuhnya apa yang kuucapkan adalah dusta tapi kebenaran belum bisa kuungkapkan. Itu yang membuatku sedih dan merasa sangat bersalah.

"Ara ke kamar dulu ya bu, banyak hal yang harus Ara siapkan untuk ke Bandung besok".

"Iya nak. Oia... Nanti sehabis maghrib, ibu mau ke rumah bu Anjas. Ada acara aqiqahan cucunya. Ibu pulang agak malam. Nanti, bilang sama abangmu suruh njemput ibu jam 9 ya... "

" Iya bu. In syaa Allah ".

Setelah pintu kamar tertutup, kujatuhkan tubuhku. Berjongkok dibelakang pintu. Rasanya tubuhku amat lemas. Kuatur napasku. Isi surat itu masih teringat jelas di kepala ku.

Aku bangkit, menuju nakas dekat ranjang. Kuambil lagi surat itu. Ku baca perlahan. Lelehan air mata ini tak bisa dibendung lagi. Mengapa jadi secengang ini? Mengapa hati ini terasa sesak namun disisi lain muncul rasa kasihan pada nya...??? Kenapa???

Harusnya, aku semakin membencinya. Semakin kuat dan keras hatiku ketika mengingat perlakuannya padaku, dulu. Tapi... Surat ini sepertinya sudah mulai menggoyahkan hatiku. Membuat hatiku menjadi lebih melunak. Kenapa??? Ada apa ya Robbi?? Apa yang terjadi ya Allah??? Apa yang harus kulakukan???

Journey Of Diara -  Beautiful Patience Is Struggle For Jannah - Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang