Part 6 - William -

29 5 0
                                    

Diara POV

Pelukan ibu membuatku lebih tenang. Dibimbingnya aku memasuki rumah. Kulihat di meja makan sudah tersedia beraneka macam lauk pauk. Emang ibu juaranya masak. Semua masakan Beliau, rasanya juara. Lebih enak dan nikmat menyantap masakan ibu daripada makan di restoran mahal.

Aku pamit untuk mandi dan sesegera mungkin melaksanakan ibadah sholat maghrib. Karena waktu sholat maghrib hampir habis.

Selesai mandi dan sholat. Tubuhku sudah segar kembali. Aroma shower gell apel membuatku semakin relax. Lumayan bisa menghilangkan penat karena karena kejadian hari ini dan macetnya ibu kota di jam-jam sibuk.

Kusuapkan ayam balado kesukaanku. Masyaa Allah, rasanya enaaaakkk banget. Tak sadar hingga senyumku merekah. Rasanya itu kayak baru nemu makanan setelah sebulan gak makan. Aahh... Biarlah dibilang lebay, tapi masakan ibu memang bisa membuatku semangat lagi.

"Tadi nangis, kok sekarang senyum-senyum sendiri sih dek? Kamu sakit?" telapak tangan bang Ajun menempel dijidatku.

"Ahh... Enggak kok. Gak panas. Masih panasan nasi Abang yang baru keluar dari penanak nasi, nih... " ditempelkannya piring berisi nasi ke tanganku.

" Aduuhh bang... Panaaasss!!!" eluhku yang tak ditanggapi karena bang Ajun asyik menyendok tumis kangkung favoritnya.

"Heheheee...." kekehnya.

Bang Ajun duduk di depan ku. Asyik menyantap masakan ibu. Piring yang penuh dengan masakan ibu.

Sejak dulu, kami terbiasa mengantap apa saja yang dimasak oleh ibu. Tidak pernah mengeluh. Semua masakan yang ada di atas piring masing-masing, pasti tandas tak tersisa. Walaupun hanya sebutir nasi.

Kami sadar betul, bahwa dulu hidup kami susah. Bisa makan sehari tiga kali pun itu merupakan sebuah nikmat. Kebiasaan menghabiskan makanan yang dimasak oleh ibu, terbawa hingga kini.

"Cepet banget makannya bang? Berapa hari belum makan bang? Awas tuh piringnya bang... Pegangin erat-erat bang. Takutnya ntar ikut dijadiin cemilan" aku tertawa melihat mata abang Ajun yang melotot kearahku.

Sambil membawa piring kotor yang hendak ia cuci, bang Ajun memukul lembut kepalaku dengan sendoknya.

"Aduuhhh... Sakit bang.... Benjol deh nih kepala" ku elus-elus kepalaku, meskipun tak sakit.

"Gak papa benjol dikit. Ntar dikasih minyak jlantah (minyak goreng bekas) juga sembuh. Hehehee.... " suara tertawanya jelas terdengar dari arah dapur.

"Abaaanggg....!!!" teriakku dari ruang makan. Ku dengar abang masih tertawa jahat. Sebenarnya sebal kalau abang selalu menjahiliku tapi entah kenapa aku tak bisa marah atau kesal padanya. Aku tahu dibalik candaannya, dia amat menyayangiku.

***

Kami bertiga duduk di ruang tamu. Abang sedang membaca buku. Ibu merajut dan aku sendiri sibuk dengan HP. Bukannya main FB, IG, Wattpad atau Twitter tapi sedang melihat email dari Martha. Melihat laporan keuangan yang dia kirimkan.

Sahabat sekaligus patner bisnisku ini tidak perlu diragukan lagi kemampuannya. Dia adalah mahasiswa lulusan terbaik dijurusan kami.

Setelah selesai kuliah, kami memutuskan untuk membuka bisnis sendiri. Membuka bisnis di bidang pertanian, khususnya bisnis tanaman hias.

Sejak aku jatuh cinta pada Gardenia, aku semangat berkebun. Sebenarnya, sudah sejak dulu hobiku berkebun tapi mulai kutinggalkan sejak aku harus rutin ke RS dan terapi penyembuhan psikologisku.

Journey Of Diara -  Beautiful Patience Is Struggle For Jannah - Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang