Taehyung merasa bahwa mungkin sepanjang ia melalui tahun-tahunnya dibangkitkan sebagai kaum pendosa--- Ia telah menutup sisi manusianya. Namun kembali pada kenyataan bahwa ia pun berasal dari manusia maka ada kalanya ia akan sedikit kembali pada sebagaimana perilakunya dulu.
Ia akan tetap melakukan kesalahan.
Salah satunya mengambil langkah mencintai manusia. Seharusnya pun batas ketertarikannya hanya sebagai penghisap darah yang begitu memuja manis darah Jungkook. Namun nyatanya semakin lama, ia makin sadar jika ia sendiri membiarkan dirinya terikat. Ia menandai Jungkook dan bahkan dua titik hitam itu terbentuk seakan takdir mendukungnya. Sedari awal ketika ia memutuskan menolong Jungkook ia percaya takdirpun sudah bertetap. Ia sadar ia bisa menolak tapi ia menyerah dan membiarkan sisi manusianya yang tersisa menaruh pertolongan untuk bocah itu.
Taehyung tidak menyesal. Tidak ketika dirasa sisi kosong dalam tiap hari yang ia lalui kini lebih menemui titik terang. Dalam sosoknya yang dingin, Taehyung sadar sikap hangat Jungkook mampu melengkapinya.
Hari ini bahkan genap seminggu setelah malam dimana ia menawari bocah itu menjadi sandingannya. Dan genap seminggu pula setelah ia akhirnya mengaku pada Jimin tentang segalanya.
Sejujurnya ia tak berniat bicara, namun Jimin selalu bertanya tentang bau darah Jungkook ketika ia memutuskan bermalam dirumah pemuda itu. Hingga mungkin akan memalukan jika ia menyembunyikan hal seperti ini pada Jimin yang banyak mengulur tangan untuknya sedari lama.
Ia ingat betul ketika pemuda itu menyembur rentetan kalimat panjang untuk menasihatinya. Ia tak bisa mengelak lagi. Ia telah memilih jalannya seperti halnya ketika ia meminta Jungkook memilih jalannya. Lagipula mereka hanya perlu membiarkan takdir membawa mereka kemana. Jika benar salahpun, Taehyung sudah sadar mereka akan terpisah diakhir. Ia itu pendosa, dan berharap akhir bahagia bukan haknya. Ia hanya akan menikmati waktu sekarang.
"Berhenti mengoceh, Park." Taehyung tengah berbaring pada sofa dirumahnya. Sedang Jimin yang semalam menginap tengah sibuk duduk disampingnya dengan masih setia memberinya pengajaran.
"Ayolah, Kim. Sebelum kau jatuh semakin dalam. Aku juga tahu cinta itu datang kapan saja. Tapi bukan dengan manusia. Bagaimana kau hidup jika andai besok tiba-tiba Jungkook mati?"
Taehyung sontak mendelik. "Terus bicara seperti itu dan aku akan melemparmu keluar. Matahari sedang terik. Kujamin kau mati dalam tiga detik."
Jimin nampak mendengus lelah. "Aku sungguh-sungguh berniat baik Kim. Aku bukan ingin ikut campur tapi Jungkook itu manusia. Dan dia laki-laki. Bagaimana kau bisa menjadikannya pendampingmu? Bagaimana keturunanmu? Kau ingin mengubah Jungkook jadi kaum kita?"
"Aku tak akan mengubah siapapun. Kau tahu sendiri aku tak pernah berniat mengubah satupun manusia menjadi bagian dari kita. Dan untuk keturunan, aku tidak perlu. Aku tak ingin anakku menghisap darah."
"Lihat! Kau menjadi aneh Kim." Jimin mulai jengah. Nampak sekali menahan amarah.
"Jika kau ingin aku terus percaya padamu, maka jangan menentang keputusanku. Aku yakin aku akan baik-baik saja."
Kali ini Taehyung menatap Jimin. Sedikit meyakinkan pemuda itu. Ia sadar Jimin perduli padanya. Dan ia pun telah mengerti seluruh kemungkinan yang terjadi.
Taehyung yakin ia bukan pria lemah. Ia mungkin membuka sedikit hatinya namun tidak pada tekadnya untuk tak membiarkan dirinya mudah jatuh seperti manusia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reeks Zonden (vkook)✓
Fanfiction"Apa ada kesempatan untukku menjadi manusia? Aku ingin belajar mencintainya dengan benar." *Dibuat untuk merayakan ulangtahun Jungkook. #BirthdayJungkook2018 #Taekook2018 #UkeJungkook2018 Don't copy or repost!