9

8.1K 1.3K 390
                                        

Jungkook tengah berdiri diatap gedung bangunan tua yang kini ia hafal. Tak lagi sama seperti dulu--- Ia sudah jauh lebih tinggi. Surai hitamnya sedikit lebih panjang. Namun wajahnya nyaris tak berubah. Kedua mata bulatnya, hidung bangir serta ranum cantiknya masih terukir menawan.




Pandangannya jatuh pada jari manis tangan kanannya yang dihias satu cincin sederhana.


Ini sudah lima tahun.


Tahun-tahun penantiannya pada sosok Taehyung. Ia tak pernah berhenti menunggu.

Namun nyatanya hidup itu tak selurus jarum. Tepat lewat setahun, dimana rekan kerja ayahnya menawari perjodohan. Jungkook ingat betul saat itu Kyuhyun yang jadi anak tertua adalah pilihan utama. Jungkook sadar ayahnya masih ingin sang kakak mengambil jalan lurus. Namun bagaimana mungkin Jungkook diam ketika Kyuhyun yang begitu ceria saat itu berlutut pada ayahnya dengan isak tangis pilu yang tak pernah ingin Jungkook lihat.


Hubungan Kyuhyun dengan Changmin itu sudah layaknya lingkaran tanpa ujung. Mereka sudah bersama bertahun-tahun. Sedang dirinya tak pernah mempunyai niat mendekati siapapun selain mengukuhkan diri menanti sosok prianya.



Dan pada akhirnya Jungkook mengalah, menikahi putri rekan ayahnya dengan berat hati. Saat itu dirinya tak punya pilihan.

Penantiannya pada Taehyung tak menjumpai titik putih sedikit pun.


Jungkook ingin menyalahkan takdirnya. Namun ia tak ingin melakukan hal sia-sia sebab seburuk apapun jalan yang ia pijak nyatanya dunia tak akan berhenti berputar. Ia hanya harus menguatkan diri.
Setidaknya, jika suatu hari Taehyung kembali dan menemuinya---- Jungkook sudah cukup bersyukur hanya untuk dapat memeluknya. Ia memiliki tanggung jawab lain, ia telah menjadi suami sekaligus calon ayah. Apa yang bisa ia janjikan?



Lagi-lagi Jungkook menunduk membiarkan tangisnya pecah. Merasa gagal membayar kebaikan Taehyung.


Ingatannya jatuh pada malam pertamanya dengan Jeon Haeun istrinya. Jungkook merasa kotor mengingat dirinya terpaksa menyentuh gadis baik itu ketika pikirannya hanya jatuh pada Taehyung. Ia ingin disentuh, bukan menyentuh. Namun Jungkook tak punya pilihan.


Berakhir membayang wajah Taehyung yang mencumbunya sebagai penghantar ereksi sedang keputusasaan sebagai penjemput putih.



Untuk saat itu Jungkook merasakan bercinta pertama kali justru setara menikam ulu hati. Sakit. Sesak sekali.



Dan ia tak pernah terbayang untuk sekedar mengulangnya barang sekali. Terlebih Haeun telah mengandung, mendekati hari anaknya lahir. Satu anak saja sudah cukup. Jungkook tak bisa melakukan sentuhan lagi, ia tak bisa lagi.


Ketika Jungkook masih diam dengan pipi putihnya yang basah---- Ia bisa merasakan kehadiran orang lain. Sontak saja ia berbalik.


Bodoh sekali ketika ia berharap itu Taehyung karena nyatanya itu Jimin. Pemuda Park itu menjaganya selama ini. Ia bahkan menumpahkan tangis padanya sehari sebelum pernikahannya. Jimin nampak tak punya pilihan untuk menentang keputusannya karena nyatanya tanda-tanda kehadiran Taehyung masih belum tentu terbukti nyata.


Keduanya masih menaruh harap. Tapi tak bisa memaksa takdir.


"Berhentilah menangis. Taehyung memintamu untuk hidup dengan baik. Bukan untuk secara terus menerus mencuri waktu sekedar menangis sendirian. Kau akan jadi ayah, Jungkook. Kembali atau tidaknya Taehyung kau harus bertanggung jawab pada keluargamu."



"Aku hanya tetap ingin menunggunya, hyung. Setidaknya sampai aku tua, aku masih akan menunggunya."



Jimin mendengus. Sadar betul beban Jungkook terlampau berat. Namun ia tak bisa membantu banyak. Dengan pasti Jimin beranjak memberi pelukan sekedar menenangkan untuk Jungkook. Tak heran, pemuda selembut Jungkook memang tak pantas menjadi tulang punggung. Mungkin jauh lebih pantas berada dirumah menyambut prianya. Ia tak menyalahkan Taehyung yang buta karena Jungkook. Ia sudah sadar sepenuhnya.



Reeks Zonden (vkook)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang