4

9.6K 1.4K 102
                                    

Pukul tujuh pagi dan Jungkook terbangun. Nampaknya sedikit terlambat akibat semalam tak kunjung tertidur.


Bagaimanapun perasaan hangat seakan membuatnya ingin terjaga sepanjang malam sekedar menunggu pagi dan memikirkan cara bertemu sang penolong.


Ia tak pernah begini. Seluruh temannya dikelas baik padanya. Banyak membantunya. Namun kali ini beda. Mungkin karena dari sekian orang baik yang ia kenal, pemuda asing itu satu-satunya yang menolak mengenalkan diri.


Demi apapun, Jungkook tak bisa menahan diri sekedar tahu namanya. Atau mungkin umur dan pekerjaannya, atau mungkin juga tempatnya tinggal, atau mungkin keluarganya. Ia benar-benar merasa seakan gila sebab rasa penasaran sepihaknya. Tak bisa juga mengelak, penolongnya itu tergolong pria tertampan yang pernah ia jumpai. Sedikit banyak Jungkook diam-diam berharap bisa dekat sebagai teman atau adiknya.


Baik. Ia terdengar berlebihan sekarang.



Jungkook mungkin sudah berniat bangun ketika ponsel yang teronggok di atas nakas disamping ranjangnya kembali menyita perhatian. Dengan segera tangannya meraih. Membawa benda pipih itu mendekat. Ia baru teringat kebodohannya yang lain. Ia jelas mengirim pesan pada sang kakak dengan nomor penolongnya. Seharusnya ia memintanya dan menyimpannya untuk sekedar mengirim pesan jika nyalinya terkumpul. Namun sayangnya ia terlalu fokus memikirkan siapa si pemuda tampan itu hingga tak menggubris kemungkinan-kemungkinan lain.


Atensinya kini jatuh pada satu pesan yang belum terbuka. Dari kontak bernama Park Jimin.


Tanpa pikir panjang Jungkook membuka. Siapa tahu Jimin ini sahabat penolongnya, paling tidak sedari semalam ia hanya berfikir ini mungkin cara paling mudah untuk mengembalikan ponsel yang kini ia pegang. Dengan bertemu rekan penolongnya.


Hanya pesan singkat. Tak berbau hal aneh paling tidak.


'Kenapa batal menginap dirumahku?'

Dikirim pukul satu dini hari.

Dan dari itu Jungkook menduga Park Jimin tidak tahu ponsel ini sudah terpisah dari sang pemilik.


Haruskah ia jujur dang mengatakan ia yang kini membawa ponselnya?

Jungkook menggeleng. Rasanya lebih baik jika bertemu langsung saja.

'Maaf. Bisa kita bertemu nanti siang?'

Sedikit ragu, namun Jungkook memutuskan mengirim.

Tak lama. Ponsel yang ia genggam bergetar. 5 balasan.

Ia terkejut tentu saja.

'Wah, kau terbentur?'

'Rasanya aku ingin memusiumkan ponselku.'

'Demi jantungku yang mati, kau tak pernah membalas pesan bahkan mengangkat telfonku.'

'Kita memang harus bertemu.'

'Aku terlalu bahagia hingga ingin menjemurmu diatas jembatan hingga jadi abu.'

Jungkook ternganga. Apakah selama ini dirnya terlalu sopan ketika berbalas pesan dengan kawannya? Ia tak tahu ada kalimat candaan yang begini.


Dengan kikuk Jungkook kembali membalas.


'Kita bertemu pukul 11 siang. Akan kukirim alamat tempatnya nanti.'

Reeks Zonden (vkook)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang