Pilihan dan Kenyataan

275 7 0
                                    

Alvin sedang makan bakso pinggir jalan dengan teman baiknya Alif siang itu. Makan di pinggiran jalan dengan pelayanan dan keadaan seadanya tapi rasa makanan ala restoran bintang lima begini memang jadi kegemarannya Alvin.

"Lo ada jam lagi nggak habis ini?" tanya Alvin dengan mulut penuh bakso.

"Enggak kayaknya, terakhir tadi matkulnya bu Indah." jawab Alif seraya buru-buru meletakkan mangkuk baksonya di kursi di sebelahnya dan beranjak pergi.

"Mau ke mana lu woii?!" teriak Alvin.

"WC! Udah nggak tahan gue!" jawab Alif dengan nada teriak yang sama dari kejauhan.

Tapi baru beberapa suap sendok bakso lagi, tiba-tiba saja abang penjual baksonya memaksanya untuk cepat-cepat menghabiskan baksonya dan membayar.

"Woii Bang, ayo dong buruan makannya!" kata si penjual bakso seraya memunguti barang dagangannya serta kursi-kursinya.

"Emang napa Bang? Buru-buru amat? Mau pindah pangkalan?" cerocos Alvin bertanya.

"Ah elaah nih Abang kagak ngerti amat, noh ada satpol pp, buruan Bang, saya mau pergi nih!" kata si penjual bakso memaksa.

Dan benar saja, Alvin baru menyadari kegaduhan di sekitarnya saat para PKL itu kabur dari mobil satpol pp yang sudah terlihat dari kejauhan. Dengan berdecak jengkel akhirnya Alvin memberikan mangkuk baksonya begitu saja walaupun isinya masih banyak dan sayang sekali kalau harus dibuang.

Alvin kemudian merogoh sakunya, tetapi tak menemukan dompetnya di sana. "Waduh!" katanya sambil menepuk jidatnya. Dompetnya sepertinya tertinggal di rumah, akhirnya ia memilih untuk mengorak-arik isi tas Alif, siapa tahu dompetnya ditinggal di dalam tas. Dan syukurlah, dompetnya memang ada di dalam tas.

Alvin membuka dompet milik teman baiknya itu berniat mengambil uang selembar lima puluh ribuan, tetapi sesuatu di dalam dompet itu menarik perhatiannya. Ada foto seorang cewek yang tidak asing bagi Alvin tersimpan di sana.

"Woii Bang?! Ayo buruan bayar!" teriak si penjual bakso.

Alvin terkejut dan buru-buru menyerahkan uang lima puluh ribu itu pada si penjual bakso. Lalu matanya kembali beralih pada foto cewek yang sedang tersenyum lebar ke arah kamera dengan rangkulan erat dari Alif di belakangnya.

"Woii bro!" sebuah tepukan dari belakangnya kembali mengejutkannya, dan Alvin pun buru-buru menoleh. Melihat Alif sudah kembali, Alvin segera menyodorkan dompet Alif padanya.

"Sorry bro, gue terpaksa ambil duit lo dulu, dompet gue ketinggalan nggak tau di mana." jelas Alvin.

"Oke, santai aja. Eh tapi ngomong-ngomong, mana si tukang baksonya?" tanyanya.

"Udah kabur, ada satpol pp noh." jawab Alvin seraya menunjuk ke arah mobil satpol pp yang berhasil menangkap beberapa pedagang kaki lima tersebut dan sedang membawa mereka naik ke dalam mobil.

"Tapi ngomong-ngomong, foto cewek di dompet lu itu siapa bro?" tanya Alvin dengan nada seolah tak peduli.

"Lo liat fotonya?" tanya Alif santai.

"Iya, sorry nggak sengaja." jawab Alvin.

"Nggak apa-apa, dia... cewek yang berhasil mengubah pandangan hidup gue. Dia satu-satunya cewek yang bikin gue nggak bisa lihat cewek lain lagi, gue juga nggak ngerti kenapa, dan ini juga pertama kalinya buat gue. Dia cewek yang pernah gue ceritain sama lo dua tahun yang lalu."

Ingatan Alvin perlahan-lahan kembali ke masa dua tahun yang lalu sewaktu mereka masih sama-sama menjadi mahasiswa baru. Oh, bener juga, Dea, gimana mungkin gue bisa lupa, batin Alvin.

Cerpen-cerpen cintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang