Secret Admirer
"Pagi Kei!"
Sapaan itu datang tepat saat Keira sampai di depan gerbang sekolah. Ia melihat Dewa sudah berada di sana, menyandarkan tubuhnya di depan gerbang dan tersenyum lebar pada Keira. Keira hanya menatapnya takjub, sekaligus tak percaya. Dewa berjuang sampai sebegitunya cuma untuk bisa menjadi temannya.
"Pagi juga," sapa Keira agak kikuk. "Lo... dari tadi di situ?" lanjut Keira bertanya.
"Iya, gue nungguin lo," jawab Dewa terang-terangan.
"Ngapain nungguin gue? Kenapa nggak langsung masuk kelas aja?"
Dewa tersenyum semakin lebar dan mulai berjalan mendekat ke arah Keira.
"Karena buat gue, nunggu lo itu... kayak gue nunggu matahari di malam hari, nggak mungkin terjadi. Tapi lihat sekarang, harapan gue udah jadi kenyataan. Karena lo udah bukan matahari lagi, yang nggak akan bisa gue gapai di malam hari," terang Dewa panjang-lebar.
Keira terkekeh geli mendengar kata-kata Dewa yang tiba-tiba menjadi sok puitis gini.
"Emang sekarang gue jadi apa?" tanya Keira penasaran.
"Sekarang lo adalah bulan, yang bisa gue raih kapan aja." Dewa menjawab yakin sambil tersenyum.
Tapi mendengar itu justru membuat Keira terdiam. 'Meraih' katanya? Apa maksud Dewa dengan ingin meraihnya?
Tak ingin memikirkan hal itu lebih lanjut, Keira hanya menggeleng-gelengkan kepala mengusir berbagai kemungkinan yang ada dalam pikirannya, kemudian ia melangkah melewati Dewa dan menyodok pelan lengannya.
"Halu lo!" tegasnya.
***
Seorang cowok yang sedari tadi berdiri di seberang jalan SMA Palapa hanya memperhatikan Keira dan Dewa dari kejauhan. Melihat dengan seksama setiap interaksi keduanya dan tersenyum kecut. Merasa miris pada dirinya sendiri.
Matanya tak pernah lepas mengikuti kepergian dua orang itu. Karena seharusnya, dialah yang ada di posisi Dewa saat ini, seperti dulu. Karena seharusnya, dialah yang memberi ucapan selamat pagi pada Keira setiap hari seperti dulu. Karena seharusnya, dialah yang berjalan beriringan dengan Keira, mengantarnya ke kelasnya sambil menggenggam tangannya, sama seperti dulu.
Tapi sekali lagi, semua itu hanya terjadi di masa lalu, 'dulu'. Masa yang tidak akan pernah menjadi miliknya lagi. Cowok itu mendesah dan memejamkan mata, merasakan nyeri di dadanya.
***
Keira mendesah pelan, menelungkupkan kepalanya di atas buku yang sedang dibacanya dan memejamkan matanya. Meskipun video itu sudah dihapus, tapi tentunya tidak akan ada yang bisa menghapus video itu dari ingatan orang-orang di sekolah ini yang sudah pernah melihatnya.
Dan karena video itulah hidup Keira menjadi seperti sekarang ini. Di sekolah seperti di neraka. Ada saja yang selalu mengerjainya, entah mulai dari hal-hal yang sepele sampai hal-hal yang sebenarnya sangat keterlaluan. Mengunci Keira di kamar mandi sekolah sampai hampir maghrib. Menguncinya di atas rooftop sekolah sampai malam hari. Bahkan ada beberapa anak cowok yang berani berbuat tidak sopan padanya karena menganggapnya 'cewek murahan'.
Tanpa sadar air matanya luruh menetes ke tangannya. Tapi saat itu tiba-tiba saja ada sebuah tangan yang menghapus lembut air matanya. Membuat Keira tersentak kaget dan buru-buru menegakkan tubuhnya.
Keira mendesah keras sekaligus lega saat mengenali siapa orang itu.
"Lo? Bikin gue jantungan aja!" bentaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerpen-cerpen cinta
Storie breviCerita-cerita pendek senderhana, tentang cinta yang sederhana, tentang cinta yang tak menuntut kesempurnaan. Dan tentang cinta yang tak harus selalu berakhir bahagia.