Sajak Terakhir Untuk Renata

87 1 0
                                    

Siapa yang peduli pada kisah-kisah romansa di luar sana?
Yang kadang hanya sebuah fiksi belaka
Ketika saat mengingat tentangmu, tentang kisah kita,
walau sudah terlupa dan termakan waktu lama
Masih menjadi kisah nyata penuh bahagia


N,
12 April 2020

Mencintai dalam diam saja sudah susah. Apalagi jika mencintai sahabat dalam diam. Itu tidaklah mudah.

Suara hatimu akan tenggelam dalam percakapan panjang berbingkai gurauan. Hadirmu bagaikan kaset yang diputar hanya untuk menenangkan kala dia dan kekasihnya sedang tidak sejalan. Atau bahkan hanya dijadikan teman pengantar ketika dia kembali bernostalgia dengan sang mantan.

Yang manapun itu tetap saja menyakitkan. Jika ada yang berkata tidak, atau menganggapnya berlebihan. Maka beritahukan padaku, biar kuhadapkan pada kenyataan ketika dia sedang bersama dengan kekasihnya. Mulut bisa saja berkata tidak apa-apa, tapi mata tidak mungkin berbohong menerangkan bagaimana sakitnya.

Renata menghembuskan nafas panjang dan meletakkan pensilnya. Dia mendongak dan menatap langit cerah di atas sana yang berkebalikan dengan kondisi hatinya saat ini. Entahlah, bahkan langit yang selalu disukainya saja menghianatinya dan tidak sejalan dengan perasaannya. Tapi meski begitu Renata tetap menyukainya, dia suka memperhatikan langit dan bentuk-bentuk awan yang menghiasnya.

"Hayooo lo! Ngelamun aja!"

Renata tersentak dan menoleh, mendapati senyum favoritnya, mendapati senyum yang mampu membilas habis segala resah dan gelisah yang melandanya. Senyum favoritnya yang selalu menerangkan seolah dunia dan semua isinya hanya tentang tawa dan bahagia.

Dan oh, apakah kalian merasa Renata puitis?

Iya, karenanya salahkan saja senyum itu.
Senyum itulah yang mendadak menjadi inspirasi dari setiap sajak-sajak yang dibuatnya, yang tentunya hanya diketahui olehnya.

Renata membalas dengan senyum kecil.

"Ngapain lo di sini? Udah selesai kelas?" tanyanya.

Aksara menghela nafas keras-keras. "Butuh tidur gue," jawabnya enteng, malah melenceng dari pertanyaan Renata.

"Kenapa? Lo lagi ada masalah?" tanya Renata yang mulai merasa cemas.

Tapi yang ditanya justru malah terkekeh santai. "Ntar temenin gue ya Nat," pintanya.

Renata menghembuskan nafas panjang diam-diam. Dia tahu harus ke mana menemani sahabatnya itu. Ke tempat yang menjadi sumber luka sekaligus sumber bahagia dalam hidup Aksara. Renata hanya tidak mengerti kenapa Aksara selalu meminta Renata yang menemaninya dan bukan pacarnya saja. Tapi meski begitu Renata tidak pernah mengungkapkan rasa penasarannya. Karena biar bagaimanapun, Renata tetap harus menjadi sahabat yang berdiri di samping Aksara kala sahabatnya itu senang ataupun susah.

Dalam detik yang terasa begitu lambat namun menenangkan, diam-diam Renata menikmati pemandangan menyejukkan dari wajah sosok di sampingnya. Kapan lagi dia bisa menikmati wajah orang yang disukainya itu dari jarak dekat tanpa ada rasa terbebani karena memperhatikan kekasih orang?

Karena rasanya, meskipun Renata sendiri sering menghabiskan waktu dengan Aksara, tetap saja rasa rikuh dan tidak enak hati terus membayanginya. Setiap melihat Gisel kekasih Aksara, Renata hanya bisa menunduk dalam-dalam, merasa bersalah karena telah berani menaruh rasa pada kekasihnya.

Hingga akhirnya kedua bola mata dengan bulu mata lentik itu terbuka, dan sejurus kemudian menampilkan senyum lebarnya, Renata seolah baru tersadar dari lamunannya.

Cerpen-cerpen cintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang