Bagian Satu

3K 174 7
                                    


Bagian satu :

-Awal mula dari suatu hubungan adalah perkenalan.-

     Suasana terlalu bising, setelah test dan berbagai kegiatan penerimaan murid baru hari ini adalah puncaknya. Upacara penyambutan murid baru akhirnya dilaksanakan. Penyambutan dari ketua osis dan kepala sekolah tentang sekolah hebat mereka dan betapa beruntungnya para murid baru berhasil lulus.

     SMA Negri Citra Cendikia adalah satu diantara sekolah terbaik dengan modal utama sebagai penghasil para siswa berprestasi. Sekolah besar dengan akreditasi A yang tidak diragukan kelengkapan fasilitas yang dibanggakan menjadi penarik perhatian utama.

    Menarik nafas, matanya bergerak cepat mengecek daftar nama pada papan pengumuman. XIPA1. Papan pengumuman sudah sepi, tentu saja ini sudah setengah jam setelah kertas itu ditempel dan kerumuman siswa yang berebut  melihat kelasnya sudah pergi. Berdesak-desakan itu hanya membuang waktu dan tenaga.

    Bergeser memerhatikan denah kelas mencari posisi dari kelasnya, cowok itu mentap lorong-lorong sekolah dengan mata sayu. Melangkah pelan menyusuri lorong demi lorong. Andai dia bias teleportasi ini akan lebih mudah.

    Papan bertulis XIPA1 terlihat, tepajang dengan bangga, suara bising dari dalam ruangan-ruangan yang dituju terdengar jelas. Berdiri di depan pintu yang tertutup cowok itu menyisir rambut putih panjangnya dengan tangan. Membuka pintu, menarik seluruh atensi kelas yang sedang sibuk masing-masing. Berkedip beberapa kali cowok itu merasa sedikit terganggu karena ditatap dengan  penasaran.

   “Ah, cepatlah masuk. Lo yang terkahir. Sekarang murid dikelas ini sudah lengkap semua.” cowok yang terlihat cukup ramah, ia tersenyum bersahabat. Melangkah masuk cowok bersurai putih itu menuju bangku kosong dibelakang. Tentu saja, dia datang paling akhir kursi yang tersisa pastilah bagiannya.

    “Hm, mungkin lebih baik kalau kita perkenalkan diri masing-masing. Diantara kita mungkin banyak yang tidak mengenal satu-sama lain. Gue yang mulai duluan, ok!"
  
   Perkenalan ya, kira-kira apa yang akan mereka tanyakan, nama, hobby, bakat.  Tenggelam dalam lamunanya cowok berambut putih itu kebingungan. Ini pengalaman pertamanya dan dia tidak tahu harus bersikap seperti apa.

Merasa tepukan pada bahunya, cowok itu mengangkat wajahnya.

   “Giliran lo, buat perkenalan.”

He~

Cowok itu bangkit, melirik mata-mata yang menatapnya penasaran.

“Hmmff, nama saya Arzan Kinza Ravindra, ee Arzan saja. Emnnn Hobby tidak ada, eee mungkin itu saja.”

Mungkin itu cukup bagus, setidaknya suaranya terdengar. Dia sudah berusaha keras. Pikirnya.

“Ahh, itu saja? Singkat sekali.” Cowok ramah tadi tertawa kecil. Sesi perkenalan itu selesai begitu saja. Duduk kembali, mengedipkan matanya lagi, sekarang apa?

“Payah sekali.” Arzan melirik gadis yang menatapnya menahan tawa, dia duduk dengan posisi kelewat santai menatap mengejek kearah cowok itu. Arzan mengedipkan matanya lagi, siapa gadis ini? 

“Lo ini anak tk atau apa?”

“Ini petama kalinya untukku.” Arzan berujar jujur, melirik cewek itu sedikit kesal, entah mengapa dia benci rasanya diejek seperti ini. Tentu saja ini tidak akan mudah dan terasa sangat asing untuk Arkan. Benar-benar asing untuknya.

"Lo bukan Albino,'kan?" cewek itu mendekat, menatap mata Arzan dengan rasa penasaran. Arzan mundur pelan, menahan nafasnya merasakan jarak mereka yang kelewat dekat. Kemudian senyum miring muncul dibibir cowok itu.

Memajukan wajahnya, ia balik membuat wajah cewek dihadapannya mundur. "Kayaknya, dilihat juga pasti akan langsung mengerti."

"Lo ngecat warna rambut?" cewek itu ragu, itu jelas-jelas bukan warna cat, dia tahu dengan jelas seperti apa warna cat.

"Peraturan sekolah ini dengan jelas ngelarang pemakaian cat rambut." Cewek itu terdiam, tampak berpikir.

"Kalau gitu warna rambut lo. Asli?"

"Kepo." Satu kata yang membuat gadis itu meledakan tawanya, dia tersenyun lebar. Menatap Arzan dengan mata dipenuhi humor.

"Gua gak nyangka lo bisa make bahasa kek gitu juga, gua pikir lo lebih milih make bahasa baku atau formal gitu. Dan jujur gak cocok." Arzan memutar bola matanya. Dia baru belajar jadi itu wajar saja.

Cewek itu mendekat, melihat dari ekspresi cowok ini, Cewek itu yakin seratus persen kalau cowok berambut putih ini tidak tahu siapa namanyan.

"Gue Adara, Lo bener-bener harus belajar merhatiin orang lain. Keliatan banget dari wajah lo, lo gak tahu nama gua."

Menghela nafas, Arzan tentu saja tidak dapat mengelak. Kebenarannya memang dia tidak tahu nama cewek itu, tidak-tidak. Dia tidak tahu nama siapapun dikelas itu.

Katakan hallo, untuk masa SMA.

  🍀🍀🍀

"Bagaimana hari pertamamu?" menyandar pada sofa abu-abu di belakangnya. Menatap pria paruh baya yang duduk dikursi mewahnya di depan sana.

"Seperti ini dan seperti itu." mengangkat bahunya, memangnya dia harus menjawab apa. Tidak ada yang terlalu bagus untuk diceritakan.

"Kau mendapatkan teman?" pria paruh baya itu bertanya lagi, tampak tidak terpengaruh dengan gaya santai yang dilakukan remaja didepannya.

Senyum miring diwajah remaja itu muncul. 

"Katakan padaku cara mendapatkannya, kau yang membuatku kesulitan." memutar bola matanya, remaja itu menatap tajam. Merasa sangat terganggu dengan pria paruh baya yang ia rasa sangat  menjengkelkan.

"Sosok itu sepertinya benar-benar tergantikan ya? Kau memberontak namun dengan cara yang tenang."

Melirik pria paruh baya itu, remaja itu berdecak. Menggerakan tubuhnya dengan nyaman.

"Bukankah yang sekarang lebih nyaman? Sekarang katakan apa yang kau mau?"

"Perdamaian kita, kau tahu sosok mu yang sekarang adalah sosok sempurna. Aku tak ingin kehilangan kesempatan." pria paruh baya itu tersenyum hangat, memamerkan beberapa kerutan disamping kedua matanya.

"Berapa harga yang bisa kau berikan?"

"Teman," ucap pria itu santai, menyandar pada kursi kerja mahalnya, menatap wajah remaja itu dengan kepercayaan diri.

"Tapi jangan terlalu lama, ok." lanjutnya dengan senyum hangat.

Laten We SpelenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang