Bagian dua

1.1K 129 6
                                    

-sadarkah kau? Semuanya bermula dari pembicaraan tidak penting kita-

Mengetuk pena pada meja, gadis itu menatap tajam kearah cowok berambut putih yang maju kedepan untuk mengerjakan soal.

"Keadaan pintu saat aku masuk tadi sama seperti saat kamu masuk." memiringkan kepalanya, gadis itu menatap tajam Arzan. Cowok itu tampak dimarahi karena mengatakan dia tidak dapat menjawab soal di di depan.

Yang benar saja, pemikiran yang cukup tajam kemarin tidak akan muncul karena kebetulan semata.

"Bu, saya izin ke belakang." Adara maju, meminta izin untuk pergi ke kamar mandi. Melangkah keluar dari kelas, gadis itu malah berbelok menuju laboratorium. Membuka pintu ruangan, gadis itu masuk kemudian melangkah menyusuri ruangan kecil dan penuh tersebut.

Kata para murid kemarin, Laura melihat mata itu menatapnya dari balik lemari kaca. Jadi Adara putuskan untuk memperhatikan lemari itu lebih dekat lagi.

Mengerjap beberapa kali, gadis itu menemukan noda kuning pada kaca.

Memiringkan kepalanya, noda itu membentuk tulisan iH ??

Ha??

Gadis itu mendekat, menyentuh kaca, dan tulisan itu berada dari baliknya.

"Aku tidak meihat ada kamar mandi disini." Adara menoleh terkejut, berbalik cepat menemukan cowok dengan rambut putih itu tersenyum miring ke arahnya. Mutar matanya gadis itu tersenyum manis.

"Sepertinya gua kena amnesia mendadak." Adara menyahut santai, tampak tidak terganggu. Lagi pula, ia yakin Arzan tidak akan melapor pada guru, cowok itu juga pasti akan kena. Wc dan laboratorium memiliki lorong yang berlawanan arah. Jika dia melapor pada guru, para guru juga pasti akan menanyainya untuk apa dia juga ada disana.

"Kamu penasaran ya?" cowok itu menunduk ikut memerhatikan noda kuning dibalik kaca dengan senyuman. Kemudian melirik Adara dengan tatapan sok tahunya.

Mengangkat bahu, gadis itu tidak berniat membantah, salah satu sifat buruknya yang gadis itu sadari sendiri adalah rasa penasarannya yang kelewat tinggi untuk berbagai hal baru.

"Kalau iya emang kenapa?" Adara menjawab acuh, menduduki meja praktik dengan santai. Menatap tajam kearah cowok itu, menyadari dia benar-benar tidak bisa menebak sifat cowok dihadapannya.

"Karena aku juga," ujar Arzan sambil membalikan tubuhnya, dia tersenyum manis namun entah mengapa Adara tidak nyaman dengan senyum itu.

"Mau main detektif Conan, bareng?" cowok itu menaruh kedua tangannya kedalam saku celana. Mengangkat alisnya sebagai tanda ia serius mengajak Adara.

"Kalau kamu mau, aku kasih beberapa petunjuk." Alis Adara naik,  terdengar seperti Arzan baru saja melemparkan guyonan garing yang bahkan tidak dapat menarik tawanya keluar.

Menatap lemari berisi berbagai alat-alat praktek. Paling atas berisi berbagai tabung tinggi, tempat dimana tulisan ih itu terlihat, di atas mangkuk. Rak kedua berisi selang-selang pipet dan berbagai benda yang tampak seperti sendok pengukur dan lain-lain. Kemudian rak ketiga berisi kotak-kotak yang entah apa isinya.

"Aku tunggu jawaban kamu, ok!" Cowok itu melangkah keluar, meninggalkan Adara yang terdiam dengan dahi mengerut. Memangnya ada petunjuk apa saja? Memutar bola matanya, mungkin cowok itu hanya main-main saja.

Atau mungkin dia pengidap Chuunibyou, lihat saja rambutnya yang putih itu dan sikapnya yang tidak tentu itu.

Mendadak Adara merasa cowok itu benar-benar aneh. Sebaiknya dia kembali sebelum guru menyadari dia terlalu lama keluar kelas.

Laten We SpelenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang