Ruangan penuh dengan cahaya, begitu menyilaukan. Berada dilantai dua dengan pemandangan jendela yang langsung ke tengah lapangan. Duduk dengan posisi nyaman aku berusaha menenangkan diri, didepan piano besar, aku tersenyum.
Sebentar lagi kompetisi antar sekolah akan dilaksanakan, dan diantara banyak orang aku adalah yang terpilih. Bangga tentu saja, aku sudah berusaha keras berlatih agar terpilih. Fokus dengan tujuanku menjadi yang terpilih.
Cahaya menerangi ruangan, memainkan beberapa nada aku berdecak begitu merasa terganggu. Tuts-tuts piano itu tidak kelihatan jelas beberapa saat. Menatap kesekeliling, aku putuskan bangkit menutup jendela kemudian menyalakan lampu.
Ini lebih baik, memainkan sebuah lagu aku merasa sudah bisa fokus, menikmati nada-nada yang ku buat sendiri.
"Hi ...." Tubuhku tersentak, merasakan dua buah telapak tangan menutupi mataku.
"Siapa?" orang iseng dari mana? Kapan dia masuk? Kenapa aku tidak mendengar apa-apa?
"Lyi, ini lo ya?" suara itu tidak jelas. Ku rasa ini Lyia, dia sahabatku. Dan dia satu satunya teman dekatku yang tahu aku ada diruang musik saat ini.
Dia mengenakan sarung tangan, aku dapat merasakan kainnya. Kemudian sesuatu menggantikan tangannya, seperti topeng tidur dan rasanya sangat sempit.
"Lyi, lo mau bikin kejutan atau apa?" aku bertanya tenang. Lyia memang sahabatku yang terbaik.
"Ini bukan Lyia, loh." aku tersentak, tak sempat bergerak kuraskaan rambutku di jambak, dihantamkan ke bawah, wajahku menekan tuts-tuts piano, membiarkan suara piano yang berantakan terdengar keras.
Kursi yang ku duduki mendadak terhempas, aku yang duduk diatasnya terbanting kebawah, punggungku menghantam lantai dengan keras, mengaduh tapi suaraku tertutup oleh suara tuts piano yang ditekan bersamaan dengan keras. Kurasakan tarikan pada kerah leherku. Mencekik dan membuatku kesulitan bernafas, memberontak rasanya kepalaku sakit sekali punggungku juga terasa begitu ngilu. Dengan beberapa usaha aku berhasil berdiri, topeng tidur sempit itu masih terpasang diwajahku.
Tanganku bergerak hendak mencopot benda yang menghalangi pandangan itu sebelum kurasakan tubuhku terdorong, reflek mencari pegangan tanganku mencengkram erat apapun yang bisa kuraih, ini gorden, aku dijendela!!
Tubuhku terus didorong keluar. Hingga kurasakan setengah dari tubuhku sudah berada diluar, siapapun tolong aku.
Aku menjerit sekuat yang kubisa, ketika tubuhku hampir benar-benar berada diluar, merosot semakin kebawah dengan posisi kepala mengarah ke bawah, aku semakin panik. Sedikit lagi, tinggal bagian kaki yang masih berada didalam ruangan, berusaha keras agar punggung kakiku dapat menyangkut dengan ujung jendela.
"Kamu pintar." dia berbisik, "biar kubantu."
Aku menjerit, berteriak kencang ketika sesuatu menancap dalam sekali pukulan keras pada kakiku. Menempelkan kakiku dengan kuat pada tembok di dinding.
Sakit-sakit sekali!
Setelah itu kurasakan kepalaku pening. Tidak ada suara sekitar satu menit sebelum kudengar pintu ruang musik terbuka, kudengar teriakan seorang guru yang panik.
Kemudian suara segerombolan orang terdengar, aku ditarik keatas, namun sesuatu yang menancap pada kakiku dan tembok membuat mereka tidak dapat mengangkatku keatas sepenuhnya.
Entah berapa menit mereka berusaha mengeluarkan kakiku yang tertempel ditembok. Aku terlalu lelah untuk berpikir atau berbicara.
Mataku melirik marmer dengan bercak darah dari kakiku. Dengan mata mulai buram kulihat paku dilantai.
Melirik ke sekeliling piano ditengah ruangan itu masih berbunyi keras, sebuah kamus tebal menahan tuts itu dibawah agar tetap membuat suara keras.
![](https://img.wattpad.com/cover/161782217-288-k754685.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Laten We Spelen
Mystery / ThrillerLaten we spelen Terror tersebar diseluruh sekolah, semua pikir itu mungkin hanya halusinasi para siswa atau mungkin hantu. Bukan sekali dua kali, kemunculan seseorang yang meneror itu hampir setiap hari. Sampai tulisan itu muncul, "Laten we spelen...