First Awaken

236 30 6
                                    

Okita Sougo terbangun perlahan setelah seluruh otaknya memproses dunia nyata memudarkan mimpinya. Tapi mimpi itu masih membekas di ingatan Sougo meski hanya sedikit.

Sedikit yang paling mengena. Yaitu bahwa ia baru saja mati dalam mimpinya.

Sougo bangun dari ranjang dan melihat papan jadwalnya yang penuh hari ini. Ia segera mengepaki barang-barangnya di meja kerja dan kemudian pergi mandi. Tepat pukul tujuh, Sougo ditelepon atasannya.

“Kasus pembunuhan,” dengan dua kata itu, atasannya menutup telepon membiarkan Sougo mencerna semua sendiri. Di group chat tim, Sougo segera menerima lokasi kejadian dan memeriksanya.

Hanya tiga blok dari apartemennya?

Oh, Sougo teringat sesuatu. Ia mengumpat dan kemudian berlari keluar dari apartemen dengan menyambar barang-barangnya dan kunci apartemennya. Mobilnya sedang diservis, selesai siang ini.

Sougo tahu ia harus mengejar bis jam tujuh lima belas, atau ia harus menunggu lima belas menit lagi. Dan itu artinya ia akan sangat terlambat. Atasannya yang bagai iblis itu tahu Sougo tinggal di dekat sini, dan jika Sougo terlambat, ia akan mendapat masalah.

Terlepas dari seberapa bencinya Sougo pada atasannya itu, ia tetap adalah seorang pria yang tepat waktu. Dan, perfeksionis, mungkin.

Berlari di trotoar bukan masalah bagi Sougo, sungguh. Sosoknya yang berlari mengejar bus itu dapat membuat semua wanita yang melihatnya berdo’a semoga setiap hari ia mendapatkan hari dimana ia harus berlari untuk mengejar bus.

Dan Sougo sampai di trotoar tepat waktu, atau begitu yang ia pikir. Karena tiba-tiba seorang wanita terakhir yang akan masuk ditabrak oleh seseorang yang keluar tiba-tiba, membuat Sougo melihat jelas sesuatu terjatuh dari tas wanita itu.

Sougo adalah polisi. Ia bukan tipe pria yang mengabaikan hal seperti itu setelah ia melihatnya. Ia menahan pria yang tidak punya sopan santun tadi dan menatapnya tajam. Sougo sangat mengerti pria itu tadi mencoba mencopet Kagura, tapi gagal karena salah timing.

Dan hasilnya, gantungan kunci gadis itu terlepas dari tempatnya. Sougo selesai dengan tatapan tajamnya saat tiba-tiba pintu bus ditutup. Sougo mengumpat, membiarkan pencopet itu lari membuatnya kesal, tapi ia akan jadi lebih kesal kalau ia harus diomeli oleh atasannya, si penggila mayones itu.

Sougo menyambar gantungan kunci di trotoar, lalu mengetuk pintu bus selagi sempat.

Ada apa dengan wanita itu? Kenyataan bahwa wanita itu mengetahui namanya, padahal mereka sama sekali belum pernah bicara atau mengenal itu adalah hal yang aneh.

Sougo agak kurang mengerti. Wanita itu mungkin memang sedikit familiar. Tapi wanita secantik itu tidak mungkin terlupakan oleh Sougo, kan? Sougo benar-benar tidak percaya ia mengabaikan mayat di hadapannya dan memikirkan tentang wanita itu.

Rambutnya berwarna daging salmon...matanya sebiru lautan—atau langit musim panas? Dan ekspresinya yang tidak dibuat-buat, sedikit bingung dan terbebani rasa penasaran. Mungkin bukan sekali ini ia tertarik pada perempuan, tapi wanita itu memberikan efek yang sangat berbeda.

Sebuah efek yang mengejutkan—

Atau...membangkitkan kenangan?

“Sougo,” Hijikata menyenggol sikunya. Sougo tersadar dan mengerjap. “Aku mau kau menyelesaikan penyelidikan kasus sebelumnya. Aku akan membiarkanmu masuk ke tim kasus yang ini setelah penyelidikan sebelumnya selesai,” kata Hijikata.

Sougo berdecak. “Ayolah, ini bukan kali pertama aku mengerjakan dua kasus sekaligus,” kata Sougo.

“Tiga. Kau lupa kau masih harus mengerjakan laporan kasus di Kabuki-cho?” tanya Hijikata datar.

Her DreamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang