Badudu Telah Menuliskannya

51 2 0
                                    

"Hai, bolehkah aku duduk di sini?" Tanya gadis berbadan sintal pada Nandira, perempuan berambut sebahu

Nadira melepaskan sejenak pandangan dari luar jendela. Ia menatap mata gadis lancang yang merebut ketenangan batinnya itu kemudian kembali mengacuhkannya terdampar di antara suhu dingin kopi Nandira.

"Namaku Badudu" sambil menyodorkan tangan kanannya

Hampir lima menit tangan Badudu melayang satu jengkal dari atas meja tanpa jamah. Tangannya dikepalkan dan ditarik kembali ke atas paha. Melihat wajah Nandira yang masih dingin, Badudupun menyodorkan sebuah coklat yang ia pungut dari tas ransel miliknya.

"Barangkali ia akan sedikit lega setelah kuberi coklat ini. Ah, dasar wanita!" gumam Badudu dalam hatinya.

Nandira yang menyumbat telinganya dengan earphone masih tidak menarik pandangannya dari jendela. Apapun yang dilakukan oleh Badudu tidak menarik sedikitpun perhatian dari Nandira. Sampai akhirnya Badudu geram dan mengambil alih ponsel Nandira kemudian mencabut earphone dari ponselnya.

"Pergilah!" teriak Nandira penuh amarah ketika earphone dicabut dari ponsel miliknya

Seluruh pelanggan cafe yang awalnya riuh tiba-tiba terdiam. Puluhan mata dengan gerak lincah mulai memandang di antara meja nomor delapan di sebelah jendela itu. Badudu tanpa rasa takut kembali memasang earphone pada ponsel Nandira dan meninggalkannya begitu saja.

"Pasti dia sedang patah hati!" gumam Badudu sambil mendatangi kasir cafe Remember.

"Kamu berani sekali mengganggunya" kata salah seorang waiters yang bersimpangan dengan Badudu

"Memangnya ada apa dengan perempuan itu ?" tanya Badudu pada seorang chasier.

"Saat hujan datang, dia selalu ke cafe Remember dan duduk di sana" sahut chasier sambil menunjuk meja nomor delapan.

"Lalu?"

"Tidak ada yang tahu apa yang terjadi dengan perempuan itu. Semua orang tidak berani bertanya hanya dengan melihat tatapan mata yang penuh dengan kesakitan" ucap chasier cafe sambil menghitung tagihan pelanggan.

"Hei gadis sintal, kau dipanggil perempuan berambut sebahu itu" teriak waiters kepada Badudu.

"Aneh sekali" bisik lirih Badudu pada lantai-lantai cafe yang menemani langkah kakinya menuju meja Nandira.

"Kau seorang penulis?"

"Iyah"

"Duduklah" kata Nandira sambil mengayunkan pandangan matanya menuju kopi yang hampir sekarat. Diminumnya kopi dingin yang semula panas itu oleh bibir tipis Nadira.

"Bukumu" tambah Nandira sambil menyerahkan buku Badudu yang tertinggal di mejanya.

"Terimakasih, tapi kenapa kau mau berbicara denganku?"

"Kau pernah berjumpa dengan seseorang laki-laki yang takut oleh air hujan?"

"Pernah suatu hari hingga aku tidak lagi bisa menemukannya di sudut dunia ini. Laki-laki itu tinggi dan bahunya begitu tegap. Dadanya bidang serta matanya sipit sedikit terlihat sayu."

Mendengar gambaran laki-laki yang Badudu temui sekaligus menjadi tokoh dalam ceritanya, mata Nandira perlahan meneteskan hujan senada dengan air yang jatuh dari langit. Badudu telah menuliskannya, ucap Nandira dalam hati

*****

RAINMEMBERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang