Dalam Tulisan Nandira

21 1 0
                                    

"Aaaaaaaaah!"

Nandira melempar badannya ke sofa warna putih di rumahnya. Bau tanah basah yang sedari tadi mengiringi perjalanannya semakin menyeruak di halaman rumah.

Sejenak ia mulai tersadar bahwa hari itu adalah Minggu ketiga di bulan September. Nandira mengangkat tubuhnya pelan dan melirik mesrah foto-foto yang terpajang di dinding rumah. Suasana rumah menjadi teduh. Terdengar gesekan antara angin dan rindu membelai tubuhnya yang mulai lemah. Ia pun kembali merebahkan tubuhnya tenggelam dalam dekapan sofa yang lembut.

"Anak mama sudah pulang nih"

"Mamaaaaaaaa"

"Nandira capeeeeeeeek capek capeeeeek banget ma"

"Kenapa sayang?"

"Tulisan Nandira ditolak sama penerbitan. Katanya tulisan Nandira ngga memenuhi pasar ma" ujar Nandira sambil menidurkan kepala di bahu mamanya

"Anak mama dengarkan baik-baik kata mama. Menulislah bukan karena ingin menang, menulislah karena kamu senang dan tidak ingin berhenti menulis" ucap mama Nandira penuh kasih dan mengusap-usap rambut lembut Nandira.

"Mama emang motivator terbaik Nandira"

"Ingat sayang! Proses itu lebih penting. Jangan sampai kau lupa daratan karena terbuai oleh kesuksesan"

"Sudah mandi sana! Badanmu bauuu!"

"Yeeeeeh! Biar ngga mandi badan Nandira masih wangi kali ma!"

Nandira mengangkat tubuh rampingnya dan membiarkan kakinya perlahan menuju kamar sederhananya itu. Dilemparkan tasnya di atas kasur. Ia seruput Moccacino yang masih hangat di meja belajar sebelum ia mandi.

Ssssssssssssssssssssssshhhh

*****

Segar juga mandi setelah badan lengket dari lari-larian mengejar laki-laki misterius itu. Tapi kenapa sampai sekarang aku masih memikirkannya? Aku bahkan baru melihatnya tanpa ada kata di antara kita.

Tapi melihatnya aku seperti melihat anugerah terindah dari Tuhan. Aku yakin laki-laki tampan sepertinya sudah punya pacar. Belum lagi banyak perempuan akan mengagumi dan mengejarnya, seperti aku tadi! Hahahaha

Zafrain, dalam ceruk matamu aku melihat keteduhan! Tubuhku yang menggigil sendirian seakan telah kau selamatkan. Kau sisakan tempat yang akan menjadi terakhirku, seperti huruf 'Z' yang akan menutup tulisanku.

Bolehlah aku menulis dan mengandaikan kehidupanmu. Kau seperti utopia yang hanya akan bertempat pada kertas dan penaku. Aku bebas membuatmu menyapaku 'hai' dalam cerita yang kubuat sendiri.

Menuliskanmu, tak kan kujumpai penolakan. Karena dalam tulisanku, kau seutuhnya milikku. Aku bisa membuatmu melihatku, mencintai, juga membawaku terbang ke angkasa seperti seorang super hero

Cerita ini tidak akan pernah usai. Sampai kau sendiri yang menuliskan akhir kisah yang telah kubuat. Tutuplah cerita yang mengalir ini seperti yang Tuhan ingin tuliskan kepada kita.

-Zafrain dalam tulisan Nandira-

*****

Nandira merebahkan tubuhnya yang mulai terserang kantuk mendalam. Tercium bau wangi nan segar dari selimut yang membalut tubuhnya. Wangi itu selalu menemani tidur Nandira sejak ia kecil.

Selimutnya begitu lembut hingga menenggelamkan Nandira dalam buaian mimpi. Cahaya redup kamarnya semakin padam dan menghilang. Ia lelap dan terjatuh pada malam yang begitu dalam. Bau harum selimutnya membelai mesra perjalanan panjang Nandira menuju mimpi. Mama Nandira terasa hadir dalam dekapan saat ia mencium wewangian itu.

RAINMEMBERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang