Let the show begin

1.8K 471 14
                                    

Aku berdecak kesal. Pagi ini aku sudah melihat kearah jam tanganku sebanyak lima puluh kali dan sosok yang aku tunggu-tunggu kedatangannya tak kunjung tiba.

Aku merengut dibuatnya.

Na Jaemin benar-benar menyebalkan! Dia akan membuat kami berdua terlambat kalau dia tidak kunjung datang dalam lima menit!

Kami mulai pergi dan pulang bersama sejak minggu lalu. Semuanya bermula saat dia menemukan aku pulang sendirian dan tak lagi bersama dengan Mark karena anak bodoh itu terlalu sibuk mengekori Kang Mina seperti orang idiot.

Awalnya aku pikir bahwa tawarannya saat itu hanyalah sesuatu yang berlaku satu kali. Tapi saat keesokan harinya dia muncul di pintu depan rumahku pukul setengah tujuh pagi dan menolak untuk pulang sebelum aku setuju untuk berangkat dengannya, aku tahu kalau tawarannya saat itu berlaku untuk jangka waktu lama.

Yang paling menyebalkannya lagi, ibu dan ayahku tahu soal Jaemin dan mereka dengan senang hati membuat dia menyantap sarapan dan makan siang bersama di rumah kami setiap harinya. Well, terima kasih soal Jaemin yang mengaku sebagai pacarku pada hari pertama dia mulai datang menjemput, keluargaku benar-benar percaya bahwa aku tengah berkencan dengannya.

"Apa yang kau lakukan disini sendirian? Mana adikku? Bukannya dia sudah berangkat dari tadi?" Tepukan yang Taeyong berikan di bahu kananku membuat kembali dari lamunanku.

Ah, aku lupa soal Taeyong. Sekitar dua hari yang lalu, ibuku memberitahu kalau Taeyong sudah memulai liburan semesternya sejak beberapa hari yang lalu. Jadi dia mulai tinggal di rumah keluarga Lee lagi.

"Aku tidak tau Mark dimana." Jawabku jujur. Hubungan antara aku dan Mark tidak begitu baik akhir-akhir ini. Apalagi dua hari yang lalu kelas kami melakukan pergantian teman sebangku sehingga aku tidak lagi duduk di sebelahnya.

Dan ya, aku tidak punya alasan untuk memikirkan dia lebih lanjut karena sekarang aku duduk dengan Felix dan anak itu menyenangkan untuk diajak bicara. Lagipula setiap jam istirahat Jaemin akan datang untuk menemani aku. Jadi walaupun tanpa Mark, aku tidak merasa kesepian.

Taeyong mengerutkan keningnya, mungkin tidak mengerti kenapa aku tidak tahu menahu tentang keberadaan adiknya. "Bukannya kau selalu bersama dengan anak itu?"

Aku memutuskan untuk tersenyum tipis sebagai balasan—menolak untuk memperjelas hubunganku dan Mark yang semakin lama semakin meregang. "Mungkin dia sedang sibuk." Aku berkata dengan nada ragu.

Taeyong mengangguk-anggukan kepalanya tanda mengerti. Lelaki itu kemudian kembali menepuk bahuku pelan sambil mengangkat kunci mobilnya yang baru saja dia ambil dari kantung celananya ke hadapanku.

"Kalau begitu kau berangkat bersama aku saja." Tawarnya. "Kebetulan ada barang yang harus aku ambil di apartemenku jadi sekalian saja."

"Tapi bukannya kampusmu berlawanan arah dengan sekolahku?"

Taeyong tampak salah tingkah saat mendengar pertanyaanku. "Maksudku, sebelum kesana aku kebetulan punya urusan di daerah dekat sekolahmu." Dia mencoba menjelaskan. "Sudahlah, jangan banyak tanya. Ikuti saja aku kalau kau tidak mau datang terlambat ke sekolah."

Walaupun aku tidak nyaman jika harus duduk di tempat sempit seperti mobil bersama Taeyong, tapi aku juga tidak bisa membantah perkataannya. Dia benar. Kalau aku mengulur waktu lebih lama lagi, aku mungkin akan benar-benar datang terlambat ke sekolah. Sementara angkutan umum bukanlah pilihan yang bijak jika sedang diburu waktu.

Lagipula Jaemin mungkin lupa menjemputku atau apa, jadi aku pikir tidak ada salahnya kalau aku menerima niat baik Taeyong. "Kau benar. Kalau begitu aku akan—."

Tapi sebelum aku sempat menyelesaikan kalimatku, suara nyaring yang berasal dari klakson motor Jaemin membuat perhatianku dan juga perhatian Taeyong beralih menuju kearah pemuda dengan nama belakang Na itu.

Taeyong yang tidak tahu apapun soal hubunganku dan Jaemin yang cukup dekat akhir-akhir ini pun terlihat bingung saat melihat keberadaan lelaki itu disana. Karena walaupun dia sudah mulai tinggal di rumah keluarganya sejak beberapa hari yang lalu, baru hari ini dia keluar pagi-pagi sekali.

"Jaemin? Aoa yang kau lakukan disini? Mark sudah pergi sejak tadi." Dia menjelaskan. Taeyong mungkin mengira Jaemin datang untuk mencari adiknya, oleh karena itu dia menjelaskan walaupun Jaemin tidak memintanya.

"Aku tahu, kak." Dia terkekeh ringan sebelum memajukan dagunya kearahku. "Aku kesini karena mau menjemput tuan putri yang satu itu."

"Tuan putri? Tuan putri siapa?"

"Tentu saja perempuan yang ada di sebelahmu itu." Pandangannya kemudian beralih padaku dengan tangan yang terjulur kearah depan, menungguku untuk menyambutnya. "Ayo, sebentar lagi bel akan berbunyi. Kau tidak mau terlambat, kan?"

Aku menyambut uluran tangannya dan naik ke atas motornya. Sebelum berangkat, aku melambaikan tanganku ke arah Taeyong untuk berpamitan yang tak dibalas olehnya.



•••



Setelah bayangan Jaemin tak lagi nampak di sudut matanya, wajah Taeyong berubah kaku dengan tangan yang terkepal dengan erat di sisi tubuhnya.

Matanya terus tertuju pada jalanan walaupun tak ada apapun yang bisa dia lihat disana. Dia baru mengalihkan perhatiannya dari sana ketika seseorang menepuk pundaknya dengan cukup keras.

Pada awalnya Taeyong terlihat kesal pada siapapun itu yang baru saja menganggu konsentrasinya. Tapi ketika pandangannya bertemu dengan wajah dari sosok pemilik tangan yang baru saja menyentuhnya tadi, wajah Taeyong langsung berubah menjadi rileks.

"Ada apa?" Tanyanya dengan nada datar.

"Sekarang kau tahu kalau semua ucapanku itu benar, kan?"

"Ya, kau benar."

"Nah, Lee Taeyong. Kau tahu apa yang harus kau lakukan setelah ini, kan?"

Taeyong mengulum senyum sinisnya. "Tentu saja. Aku tidak bodoh."

"Let the show begin."

Wajah Taeyong menunduk kearah bawah dan tatapannya terlihat mati.

"Ya. Mari kita lihat bagaimana cerita ini akan berlangsung dan berakhir."

[ii] A Dandelion Wish ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang