Ring

2.1K 582 94
                                    

Aku berkacak pinggang melihat pemandangan di hadapanku. Tempat tidur yang berantakan, lembaran kertas yang berhamburan di lantai dan meja, serta beberapa potong baju yang tergeletak asal di sekitar ruangan membuatku pusing.

Apartemen ini memang sudah seperti rumah keduaku karena intensitas aku datang kemari, tapi sekalipun aku tidak pernah menginjakkan kaki masuk ke kamarnya karena dia selalu memberi alasan kalau kamarnya tidak rapi.

Ini sih bukan tidak rapi namanya, lebih seperti kandang sapi.

"Nana, Kamarmu..." Aku kehilangan kata-kata dibuatnya. "Ini adalah mimpi buruk."

Jaemin memasang wajah tak bersalahnya padaku. "Kan istriku bisa membersihkannya untukku nanti."

Aku menganga. Apa katanya tadi?

Istri?

ISTRI?

DIA PUNYA ISTRI?

"Istri? Kau sudah punya istri?" Aku mungkin terlihat bodoh sekarang dengan mulut yang menganga dan mata yang terbelalak lebar, tapi aku tidak perduli. Aku tahu Jaemin punya kepribadian yang santai dan easygoing, tapi bagaimana bisa dia mengatakan hal seserius ini dengan sesantai itu?

"Calon lebih tepatnya." Koreksinya kemudian yang semakin membuatku naik darah.

Apakah kekasihku baru saja mengakui kalau dia selingkuh?

Apakah kekasihku baru saja mengakui kalau dia sudah menikah dengan orang lain yang bukan aku?

Apakah kekasihku baru saja mengatakan semua fakta mengerikan itu dengan santai dihadapanku?

Semuanya adalah iya.

"APA?! KAU SELINGKUH DARIKU?" Amarahku naik dengan cepat. Jaemin memang tidak tahu tapi aku punya catatan buruk tentang pengendalian amarah. "SIAPA PEREMPUAN ITU? AKAN KUJAMBAK RAMBUTNYA."

Jaemin tertawa renyah, jelas terhibur dengan emosiku yang meledak-ledak. "Jangan lakukan itu. Kasihan dia."

Aku menatap kearah Jaemin dengan pandangan terkejut bercampur jijik. Apa laki-laki ini baru saja membela selingkuhannya didepanku? Aku mengepalkan kedua tanganku lalu menarik kerah bajunya mendekat kearahku.

"Kau.." Marah, kesal, kecewa dan sedih bercampur jadi satu sampai-sampai membuatku kehilangan suaraku sendiri. Aku menghela nafasku lalu melepas kerah bajunya dan mundur dua langkah.

Aku harus pulang.

Tapi sebelum aku sempat melangkah keluar, pergerakanku terhenti karena pelukan erat yang Jaemin berikan padaku. Aku berusaha melepaskan diri sambil mengutuknya, tapi dia jauh lebih kuat dariku.

"Lepaskan aku, Na Jaemin."

"Aku kan belum selesai bicara." Bujuknya. "Jangan merajuk begitu. Dengankan aku sampai selesai dulu."

"Tidak ada yang harus kita bicarakan lagi." Ketusku. Tapi pelukannya yang semakin mengerat membuatku tidak punya pilihan lain selain dengan menuruti apa maunya. "Baiklah, sekarang jelaskan padaku. Kau punya waktu lima menit."

Jaemin mencuri ciuman di pipiku pelan dari arah belakang sebelum semakin mengeratkan pelukannya yang sekarang sudah terasa mencekik. "Terima kasih sudah memberikan waktumu untukku."

"Empat menit, Na Jaemin."

Lelaki itu tertawa, "Tentu saja kau tidak boleh menarik rambutnya. Aku tidak mau kau menyakiti dirimu sendiri."

"Apa?" Aku tidak mengerti apa yang dia tengah coba katakan sekarang.

"Kau bilang akan menarik rambut orang yang kusebut sebagai calon istriku, kan?"

[ii] A Dandelion Wish ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang