An Unfinished Letter & Present

2.2K 583 104
                                    

2 year and 6 month later



Jaemin menopang dagunya dengan mata yang terus tertuju pada sang kakak sejak dua puluh menit yang lalu. Sambil mengunyah permen karet, dia memanggil sosok yang masih sibuk berteriak seperti kesetanan itu.

"Dong Sicheng."

Winwin mengentikan sementara permainannya lalu berbalik untuk menghadap Jaemin walaupun joystick masih berada didalam genggamannya. Dia tidak mengatakan apapun tapi tatapannya sudah menyiratkan kalimat 'ada apa' tanpa suara.

"Apa yang sedang kau lakukan?"

"Main. Kau tak bisa melihatnya?"

Jaemin meniup permen karetnya sampai menjadi balon lalu kembali mengunyahnya saat benda berwarna merah muda itu meletus di mulutnya. "Tentu saja aku bisa melihatnya." Jawabnya. "Tapi apa kau ingat alasan aku mengundangmu kemari adalah karena aku ingin kau mengajariku bagaimana cara membuat bintang dari kertas?"

"Satu ronde lagi." Winwin berusaha membujuk sang adik dengan wajah yang dibuat semanis mungkin. "Ini yang terakhir dan aku harus menyelesaikannya."

"Kau sudah mengatakan hal yang sama sejak dua jam yang lalu, ge." Jaemin memutar bola matanya malas. "Ini sudah kali ke lima kau datang ke Korea, tapi kau tak pernah menepati janjimu untuk membantuku!"

"Kau belajar saja dulu sana!"

"Aku sudah menyelesaikan semua ujianku, my smart brother. Sekarang aku hanya tinggal menunggu hasil pengumuman penerimaan di universitas."

Winwin mendecih. Satu-satunya alasan Winwin terus datang ke Korea adalah karena dia mau menghabiskan waktu dengan bermain tanpa harus mendengar omelan ibunya, tapi di sisi lain dia tidak punya argumen karena semua perkataan Jaemin benar. Jadi satu-satunya cara untuk menghindar dari pekerjaan yang menunggu adalah dengan membuat Jaemin berhenti terobsesi pada mainan kertas itu.

"Lagipula untuk apa kau membuat itu? Kau mau memajangnya? seperti anak perempuan saja."

"Bukan! Tentu saja bukan! Ini untuk kekasihku."

"Lagi?" Winwin mengerutkan keningnya saat sang adik lagi-lagi menyinggung soal kekasih yang Winwin sendiri tidak tahu apakah dia nyata atau tidak karena Jaemin tak pernah sekalipun mengenalkan mereka berdua. "Omong-omong tentang kekasihmu, kau bahkan belum pernah mengenalkannya padaku."

"Aku tidak mau mengenalkannya padamu. Bagaimana kalau setelah kau melihatnya kau jadi suka padanya? Dia milikku." Kata Jaemin posesif. "Dan lagi dia sangat spesial di mataku. Dia adalah perempuan paling berharga di hidupku setelah māmā."

Sicheng tampak terkejut mendengar perkataan adiknya. Setelah ibu mereka, katanya? Anak ini.. Dia serius?

"Kau... Benar-benar jatuh cinta padanya?"

Jaemin mengangguk dengan mantap. "Tentu saja. Bukannya aku sudah pernah mengatakannya padamu sebelumnya?"

"Well, aku tidak berpikir kau serius dengan perkataanmu." Winwin mengangkat kedua bahunya acuh. "Maksudku, sebelumnya kau tidak pernah sekalipun serius dan terus bermain dengan perempuan-perempuan lainnya."

"Aku tidak mempermainkan perempuan lain ge. Tidak pernah."
"Aku hanya bersikap baik pada mereka karena menurutku kita harus menghargai semua wanita seperti kita menghargai māmā."

Kedua alis Winwin terangkat, terkejut dengan informasi yang baru saja ia ketahui. Selama ini dia selalu berpikir bahwa Jaemin memang bermain-main dengan perasaan banyak orang.

"Mungkin banyak yang salah mengartikan perlakuanku pada mereka. Tapi aku tidak memiliki niat sedikitpun untuk mempermainkan mereka."

Jaemin tersenyum tipis sebelum melanjutkan perkataannya.

[ii] A Dandelion Wish ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang