1

30 6 5
                                    

on multimedia : Elora


Elora menghela nafas panjang. Perlahan melangkahkan kaki kirinya kedepan, membuatnya sejajar dengan kaki kanannya. Tadi merupakan dua langkah pertamanya menginjakkan kaki di SMA Yudhistira.

Menilai dari pemandangannya saja, sudah membuat Elora ingin muntah. Murid laki-laki berlarian kesana-kemari sambil saling menarik atribut temannya, serta tertawa dengan sangat kencang. Rasanya Elora ingin tutup kuping saja. Perempuannya? dandanannya terlihat lebih dewasa. sepertinya semuanya sudah mengenal make-up. Elora tidak masalah dengan itu, hanya saja terlihat asing untuknya.

Elora Audi Bethania namanya, murid baru kelas 11 SMA Yudhistira. Mempunyai mata cokelat yang makin cokelat apabila terkena sinar matahari. Rambut panjangnya yang wangi buah-buahan tergerai apa adanya tanpa ia rapihkan.

Pekerjaan ayahnya memaksakan Elora pindah kota untuk pertama kalinya, ke Jakarta. Ia adalah asli Bandung. Mungkin tempat ini akan menjadi tempat tinggalnya selama sisa hidupnya itu.

Elora terus berjalan. Tujuannya mencapai koridor. Namun halaman sekolahnya sangat luas sehingga ia harus terlebih dahulu menerjang lautan manusia tersebut. Sekelompok laki-laki maupun perempuan menyebar membuat halaman sekolah yang sebenarnya sangat luas terlihat sempit.

Pandangan Elora tertuju pada sekerumunan laki-laki yang sepertinya 'pentolan' sekolah. Tentu saja Elora tidak asing dengan ini. Semua sekolah pasti ada, kan?

Salah satu dari kelompok laki-laki itu menatap Elora dimana ia pun refleks menatap balik. Ya, eye contact.

"Kampret!" batin Elora.

Laki-laki itu menginterupsi teman-temannya yang mana tindakannya tersebut membuat mereka semua menatap Elora. Elora yang jaraknya masih lumayan jauh dari mereka mau tidak mau, untuk mencapai koridor, harus berjalan melewati sekerumunan yang telah dicuri perhatiannya olehnya itu.

Elora's POV

"kiw! kiw kiw!" Tak pernah kualami hal seperti ini. Bagaimana cara menyikapinya? oke, aku hanya akan berjalan, pura-pura tidak lihat, itu saja, kan?

Aku melangkah secepat kemampuanku, tanpa menundukkan kepalaku, mencoba berpura-pura terlihat tak menghiraukan mereka. Mataku memang mengarah pada pintu masuk koridor, tapi fokusku adalah pada sebelah kanannya, geng itu.

"Sikat, Ram! Sikat!"

"Demen keknya si Akram, nih!"

Para 'peneriak' itu menyenggol-nyenggol lelaki yang sama. Mari kusebutkan ciri-cirinya. Rambutnya hitam berjambul, matanya.. maksudku tatapannya, lumayan mengintimidasi. penampilannya, tanpa dasi, seragam dikeluarkan dari celana, berantakan, bahkan aku dapat mengetahui bahwa ia tidak memakai gesper.

Kira-kira begitulah deskripsinya. Entah siapa namanya. Akbar? Arka? Arkan?

Apakah menatapnya dengan sinis dapat membantu?

Aku menatap sinis lelaki itu sambil meneruskan langkahku yang makin dekat dengan mereka.

Kau tau apa yang ia lakukan? melambaikan tangan dan mengedipkan sebelah matanya ke arahku. Ah, sial! menit-menit pertama di hari pertama sekolah yang menjijikan.

Geng lelaki itu, yang melihat 'bos' nya melakukan itu padaku, menyiuliku dengan sangat kencang. Masih gua liatin, sih.

a copy of youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang