3

14 5 0
                                    

on multimedia : akram


Seturunnya dari mobil, yang kuharapkan hanya agar hari ke-2 ku ini berjalan dengan baik, tidak memalukan seperti kemarin.

Setidaknya Akram amnesia atau bagaimana, yang jelas aku ingin hariku lancar tanpa ada absurd sedikitpun.

Aku mengangkat lengan bawah, memutarnya, lalu memandang jam ungu mudaku. Aku tiba setengah jam sebelum bel berbunyi, bermaksud menghindari geng sialan itu.

Setibanya di halaman sekolah.. Yes! Ramalanku tepat. Mereka belum bergerombol di samping koridor. Yang kulihat hanya laki-laki berambut rapih yang sedang membolak-balikkan halaman buku.

Sambil berjalan aku sambil memerhatikannya. Hanya penasaran saja.

Tiba-tiba, ia mendongak. Sepasang matanya itu menatapku yang berarti kami saling bertatap. Oh, ternyata Alfian.

Aku langsung mengalihkan pandanganku dengan menunduk lalu berpura-pura menggaruk hidungku, sambil tetap berjalan menuju koridor.

Aku mempercepat langkah karena aku merasa mata ketua OSIS itu masih menatapku.

Hampir 2 langkah lagi aku mencapai koridor, seseorang memanggilku

"Elora!"

Ya aku sih tidak akan pura-pura tidak dengar. Jelas-jelas itu suara Alfian. Dan panggilan itu cukup keras, aku tak mungkin pura-pura tidak mendengarnya.

Aku menoleh lalu sedikit menghampirinya agar tidak menghalangi koridor.

tbh, aku sangat berdebar. Bukan gimana-gimana ya, tapi apa yang akan seorang 'ketua osis' itu bicarakan kepadaku, berdua saja?

Ia membenarkan rambutnya sekilas lalu berkata "Jadi, gue Alfian,"

Aku mengangguk. Btw, dia tau namaku? wow. Mungkin dari Akram.

"Gue mau minta maaf aja soal temen-temen gue kemaren yang di kantin, hahaha."

"Ah, iya. Santai aja kak." jawabku dengan nada pelan dan senyum tipis, dan aku benar-benar berdiri membeku di hadapannya.

"Lo anak baru?"

"Iya." jawabku tanpa mengubah ekspresi sama sekali. Ia sedikit mengangguk sambil membuat bentuk huruf O di mulutnya.

"Duluan, kak." aku mengangguk kecil, tanpa menunggu responnya, langsung memasuki koridor dengan jalan terbirit-birit.

Sepanjang perjalanan menuju kelas aku sangat sangat sangat berdebar. Untuk apa dia meminta maaf? Dibandingkan dengan Akram Si manusia setan, yang mana membuatku malu setengah mati kemarin, Alfian justru yang meminta maaf kepadaku.

Aku memasuki ruangan kelas yang masih hening, baru sekitar 4 orang yang sudah ada di dalam. Aku memandangi perempuan berambut persis sepertiku, hitam lurus digerai, hanya saja rambutnya sedikit lebih pendek dariki, yang duduk di bangku yang Veroline tempati kemarin. Mungkin saja itu si... Astrid kan, namanya?

Aku menduduki kursiku dan ia berbalik badan ke arahku. "Hai!" sapaku. Aku menjulurkan tangan lalu mengucap "Gue Elora!" disusul jabatan tangannya dengan sautan "Haloo! Gue Astrid!" lalu senyuman lebarnya. Betul kan, Astrid.

"Bener kan ya, si Vero duduk disini?" tanyanya. Aku mengangguk. "Iya kok, itu tempat Vero. Kalo samping gue si Dea."

"BTW kemaren gue diceritain kalo lo anak baru, iya kan?"

a copy of youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang