Takdir, membawa kita ke akhir dari jalan setapak. Tak ada lagi jalan, pun cara untuk melaju ke depan.
Berbalik
Hanya itu yang bisa kita lakukan. Kembali ke titik awal dimana aku dan kamu memulai. Bukan untuk kembali menelusuri jalan yang sama, tapi untuk mencari jalan yang baru untuk mencapai tujuan.
Maaf
Kata yang berulang kali kau ucapkan, hati tak bisa lagi mendengar. Jutaan kata maaf yang kau berikan pun tak bisa lagi menutupi lubang yang ada. Retakan itu sudah menjalar ke setiap sudutnya.
Please
Toleransi itu sudah menguap. Terbawa angin yang bertiup dari selatan. Kesempatan, kau sia-siakan. Aku memang bodoh, tapi hatiku tidak.
"Dia.. dia hamil anakku—."
Satu kalimat yang menghancurkan fondasi yang sudah 5 tahun kita buat. Menangis? Terlalu menyakitkan untuk ditangisi sayang.
"Ga perlu minta maaf, kita udah selesai dari lama"
Ya, aku bukan siapa-siapa lagi sejak beberapa bulan lalu. Kita hanya menjalani hubungan yang tak berstatus, meski hati masih bertaut satu sama lain.
Marah
Bahkan aku tak punya hak untuk itu. Tapi hati tak bisa menutupi amarahnya. Ia tak pandai seperti wajah yang menutupi rasa yang bergejolak.
Kecewa
Sangat. Janji yang kau ucapkan, kata yang kau rangkai, seakan menjadi sampahan dalam kehidupan. Tak bisakah kau pahami secara mendalam?
"Jangan hubungi aku lagi. Aku harap kamu bahagia sama calon istri dan anak kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Truth Untold
Fiksi UmumSebuah cerita tentang pelarian dan pencarian. Lari dari rasa sakit yang tak menghancurkan, tapi menusuk hati dengan perlahan dari setiap sisinya. Lari mengejar impian yang harus terealisasikan meski bukan dengan seseorang pilihan. Mencari makna dar...