Kamu tau rasanya terhianati?
Aku tau.
Baru tahu.
Sakit? Mungkin tidak.
Karena aku tidak merasakan apa-apa.
Hampa. Kosong.
Ketika sudah membuat sebuah fondasi,
Dan di hancurkan kala ia sudah terbangun separuh.
Sebuah bangunan yang mulai terlihat,
Kini kembali menjadi reruntuhan di tanah lapang.
Aku terus bertanya,
Mengapa demikian?
Kenapa ia dengan mudahnya menghancurkan ?
"Kau tidak pernah cukup untuk dia bodoh!"
Sebuah kenyataan yang menusuk.
Tidak pernah cukup?
Tapi kenapa ia tak memberiku kesempatan untuk mejadi cukup?
"Karena kesempatan tak akan merubah apapun."
Ah.. jadi itu tak akan merubah apapun?
Benar juga.
Aku sudah berusaha untuk menjadi baik menurut sudut pandangnya,
Tapi ia tak juga melihat itu.
Lalu apa gunanya berusaha?
Aku pernah dengar kata pepatah,
Jika kau mencintai seseorang, tak akan ada cinta kedua ketiga dan seterusnya
Jadi ia tak mencintaiku?
Ralat, jadi dia sudah tidak lagi mencintaiku?
Karena ia lebih memilih orang lain.
Bisakah ku simpulkan seperti itu?
Lantas, aku sudah terlanjur kecewa dengan apa yang ia lakukan.
Sudah terlanjur kecewa dengan patahnya kepercayaan.
Ah.. diriku yang membuatnya sendiri, kekecewaan itu.
Aku sudah tau.
Aku sudah merasakannya.
Tapi aku memilih untuk diam.
Aku memilih untuk berpura tak tahu
Dan berpikir kami baik-baik saja.
Berpikir kalau hanya ada aku di hidupnya.
Naif.
Sebuah kemirisan seorang gadis sepertiku.
Yang menjadi tuli,
Menjadi bisu,
Dan menjadi buta
Hanya karena takut kehilangan.
Padahal, pada akhirnya aku kehilangan.
Dirinya.
Diriku.
Hatiku.
Juga kepercayaanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Truth Untold
General FictionSebuah cerita tentang pelarian dan pencarian. Lari dari rasa sakit yang tak menghancurkan, tapi menusuk hati dengan perlahan dari setiap sisinya. Lari mengejar impian yang harus terealisasikan meski bukan dengan seseorang pilihan. Mencari makna dar...