11 November ; 17.03
"Ayah nanyain kamu." Ucap Niska sambil menyesap kopinya. Akbar yang peka, tahu ke arah mana pembicaraan mereka akan berujung. "Ayah tanya, kapan kamu main kerumah lagi."
Akbar tersenyum simpul. Ia sebenarnya tak ingin membicarakan hal ini. Belum mau lebih tepatnya. "Nanti aku main deh. 2 bulan lagi aku pulang kok. Kan baru kemarin pulang pas ulang tahun kamu."
Helaan nafas Niska bisa Akbar dengar dari seberang sana. Terpisah layar pc semakin membuat hati Niska tersiksa. Long distance relationship. Niska di Jakarta dan Akbar di Ambon. Masih dalam satu negara, tapi terasa seakan mereka berbeda dunia.
"Nis.. aku salah ngomong lagi ya?" Tanya Akbar pelan. Niska menggeleng pelan sambil tersenyum tipis. "Gapapa kok. Gimana kemarin jalan-jalannya? Pulaunya bagus ga?"
Kali ini giliran Akbar yang menghela nafasnya. Niska mengalihkan pembicaraan. Selalu seperti itu jika pembicaraan mereka mengarah pada hal yang serius. Entah Akbar yang terlalu pengecut untuk melanjutkan atau Niska yang terlalu terburu-buru.
"Bagus banget. Lautnya jernih. Nanti aku ajak kamu kesini ya. Kamu atur aja bisa kapan kesini."
Niska tak mau. Ia tak mau kesana untuk hanya sekedar Akbar mengajaknya liburan. Ia ingin kesana untuk tinggal bersama Akbar. Tinggal, setelah mereka melangkah ke jenjang yang lebih serius. Akbar selalu mengisyaratkan ia tak mau membicarakannya. Berdebat, akhir dari pembicaraan itu.
'kamu masih kuliah Nis. Aku gamau ganggu kuliah kamu.'
Atau
'Nikah kan butuh biaya yang besar. Aku mau jadi orang dulu Nis baru nikahin kamu'
Alasan klasik. Niska butuh kepastian. Bukan hanya janji nanti dan nanti yang tak pernah menjadi sekarang. Menunggu, sampai kapan? Sampai dia siap? Sampai Niska lulus?
"Nis.. kok bengong?" Pertanyaan Akbar yang membuyarkan lamunan Niska.
"Hm? Gapapa. Udah dulu ya? Aku mau ngerjain tugas. Lagi numpuk nih."
Hambar.
Hancur.
Kecewa.
Mungkin itu yang di rasakan mereka berdua sekarang. Hubungan yang dipisahkan jarak juga waktu, hubungan yang hanya di satukan oleh video call dan chatroom. Hubungan yang terus berjalan tanpa adanya tujuan di depan.
" Yaudah kalau gitu. Nanti aku telpon lagi ya? Aku sayang kamu Nis.."
Mengangguk. "See you. Aku juga sayang kamu."
Click.
Layar pc Niska kembali berubah menjadi foto mereka berdua. Foto ketika mereka nekat jalan ke puncak hanya untuk makan jagung bakar dan minum kopi hangat. Menaiki motor sport Akbar dan membuat para pengendara lain iri dengan kemesraan mereka.
Air mata Niska menetes dan mengenai tangannya. Sakit. Remuk. Entah.. semuanya terasa berat sekarang. Hal yang semula baik-baik saja kini menjadi boomerang yang malah lebih menyakitinya daripada membuatnya bahagia.
'aku capek..'
KAMU SEDANG MEMBACA
The Truth Untold
General FictionSebuah cerita tentang pelarian dan pencarian. Lari dari rasa sakit yang tak menghancurkan, tapi menusuk hati dengan perlahan dari setiap sisinya. Lari mengejar impian yang harus terealisasikan meski bukan dengan seseorang pilihan. Mencari makna dar...