24 October 2015, 23.57
"Udah mandinya?" Tanya Niska kepada Akbar yang baru saja keluar dari kamar mandi. Rambut basah dan kaos v-neck yang ia gunakan menambah ketampanan pria di hadapannya ini. "Makan dulu ya? Aku udah gorengin ayam."
Cup..
Bukan jawaban yang Niska dapatkan, malah sebuah ciuman. Pipinya merona sempurna. Akbar yang melihatnya tertawa. Sudah terhitung tahun mereka bersama, tapi kekasinya itu masih saja malu-malu jika ada skinship diantara mereka.
"Mau makan kamu boleh?" Pertanyaan yang membuat Niska refleks mencubit perut Akbar. "Aww.. sakit Nis."
"Lagian suka ngaco. Udah makan dulu sana. Kamu pasti laper kan?" Bukan berjalan ke meja makan, Akbar malah menarik tubuh Niska yang membuatnya terduduk diatas pangkuan Akbar. Ia menatapnya intens. Tatapan penuh cinta terhadap Niska. Tatapan dengan kerinduan yang mencoba melangsak keluar.
25 Oktober, 00.00
"Happy birthday my Niska." Sebuah ucapan tepat pergantian hari. Niska melihat jam dinding untuk memastikan ia tidak salah. Ah, sudah jam 12. "Udah tua. Udah dewasa, harus lebih wise lagi ya?"
Another surprising act from Akbar. Lelaki yang selama lebih dari 5 tahun menemaninya, lelaki gak romantis tapi selalu memberi romansa di setiap hal kecil yang ia lakukan. Lelaki yang jarang mengucap kata cinta, tapi selalu merealisasikan perasaannya dalam bentuk hal yang luput dari pandangan mata.
Melindungi dan menjaga. Hal yang Akbar lakukan. Gadis dipangkuannya ini terlalu berharga. Selalu menemaninya bahkan di masa kelamnya dulu. Gadis yang dengan sabar menghadapi sifat Akbar yang keras. Gadis yang selalu ingin ia temui setiap harinya.
"Aku kira kamu lupa." Ucap Niska pelan. Akbar mengeratkan pelukannya di pinggang Niska. Menatapnya dengan sorot mata teduh, sorot mata yang merepresentasikan cinta yang ia rasakan. "Masa aku lupa sih. Buat apa aku tahan ga hubungin kamu hm? Biar kamu kangen."
"Nyebelin ih! Kamu tau aku udah uring-uringan kamu ga kasih kabar. Aku takut kamu kenap—" kalimat Niska terhenti ketika Akbar menautkan bibir mereka. Sebuah kecupan hangat yang menjawab pertanyaan yang akan gadisnya itu lontarkan. "Aku kan mau ngerjain kamu. Kamu gatau aja aku gimana disana ga hubungin kamu, kangennya tuh sampe naik ke ubun-ubun."
Niska tersenyum. "Dasar gombal."
"Aku serius, malah dibilang gombal." Sangkal lelaki itu. "Mm.. tangan kamu sini."
Akbar mengeluarkan sesuatu dari sakunya. Sebuah kotak berwarna hitam. Ia lalu mengeluarkan isinya. Sebuah jam tangan Alexander Christie berwarna cokelat. Jam yang diinginkan Niska. Lelaki itu lantas memakaikannya di lengan Niska. It suits her well.
"Suka?" Tanya Akbar. Niska bukan hanya menyukainya, perasaannya sudah tak tergambarkan sekarang. "Aku tau kamu gasuka pake cincin atau gelang. Makanya aku beliin jam tangan aja. Biar kamu juga ga lupa waktu kalau udah kerja sama main."
Terharu. Hal-hal seperti ini yang membuat Niska dengan rela memberikan hatinya kepada Akbar. Hal kecil, yang ia selipkan berasama romansa dengan caranya. Niska memeluk Akbar erat. Kata-kata sudah tak bisa mengungkapkan isi hatinya sekarang.
"Aku suka. Banget. Makasih ya?" Akbar membalas pelukan Niska. Misi berhasil. Ia senang gadisnya menyukai kejutan kecil darinya. "Kamu tau darimana aku mau jam itu?"
"Hm? Intel aku kan banyak hehe." Tersenyum. Niska memberikan kecupan singkat. "Cuma gitu doang?"
Niska mengerti maksud Akbar. Ia menautkan bibirnya ke bibir lelaki itu. Ciuman hangat yang menyiratkan kerinduan dari hati masing-masing. Ciuman yang menyalurkan cinta dari hati mereka.
Niska mengalungkan lengannya ke leher Akbar. Ciuman mereka semakin intens. Dalam, namun lembut. Ciuman penuh romansa. Udara di sekeliling mereka mulai terasa panas. Niska mencoba mengimbangi Akbar dan mulai kehabisan nafas. He's a good kisser.
Semakin lama, setan seakan menguasai mereka. Tangan Akbar yang semula melingkar di pinggang Niska perlahan mulai naik. Niska yang sadar akan hal itu melepaskan tautan mereka dan menahan lengan lelakinya. Ia menggeleng. Mengisyaratkan bahwa ia tidak siap untuk itu.
Akbar menghela nafas. Bukan tidak nafsunya sudah naik. Ditambah tubuh Niska—yang menggoda imannya, membuatnya kecewa. Tapi ia harus menghargai keinginan Niska. Tahan, halalin dulu dia baru lo sentuh dia.
"Maaf ya. Hampir aja bablas." Ucap Akbar. Niska tersenyum. Memeluk Akbar erat.
"Makasih udah hargain prinsip aku."
--
KAMU SEDANG MEMBACA
The Truth Untold
General FictionSebuah cerita tentang pelarian dan pencarian. Lari dari rasa sakit yang tak menghancurkan, tapi menusuk hati dengan perlahan dari setiap sisinya. Lari mengejar impian yang harus terealisasikan meski bukan dengan seseorang pilihan. Mencari makna dar...