Thirteen

5.3K 403 10
                                    

Aku menyesal telah mencintaimu...

Dari sekian banyak hinaan dari Ethan untuknya. Hanya kata kata itu yang sangat menggores hatinya. Kenapa Ethan tega sekali mengatakan hal itu pada dirinya. Ia tulus mencintai Ethan.

Arin hanya bisa menangis dan menyembunyikan wajahnya di sela lututnya.

Di tempat lain, Rachel berdiri di balik pintu kamar Ethan. Ia mengintip Ethan yang duduk termenung memunggunginya. Ia kembali melihat Kakaknya seperti dulu, kembali terpuruk. Dan ia tak kuasa melihat semua itu. Ia tau, Ethan jauh lebih terluka daripada dirinya.

Ia memang menyayangi Arin, bahkan Rachel sudah menganggap Arin saudaranya sendiri. Kehadiran Arin memang bukan hanya menemaninya dalam kesepian, tetapi juga mampu membantu Ethan bangkit dari keterpurukan karena dendam masalalu. Rachel tak menyangka kalau Arin menipu mereka.

Rachel melihat Ethan meneguk beberapa butir obat, dan air matanya kembali luruh membasahi pipi. Ethan kembali memintu kapsul penenang sekaligus obat tidur supaya dirinya lebih relax. Sudah lama Ethan tak bergantung pada obat itu setelah bertemu Arin, tetapi sekarang. Hati Rachel sungguh hancur juga sakit. Bukan hanya itu, ia juga memikirkan keadaan Arin di dalam sana yang berdebu dan gelap.

***

Rachel berdiri di depan pintu gudang pagi itu, ia ingin membuka gudang dan mengajak Arin berangkat kuliah, tetapi kenyataan yang di dengarnya kemarin dari Ethan sungguh menghancurkan hatinya. Ia tidak menyangka kalau Arin sejahat itu. Kenapa harus Arin?

Rachel mengurungkan niatnya dan berlalu pergi meninggalkan gudang itu dengan perasaan sakit, kesal, marah, iba dan sedih bercampur menjadi satu.

Di dalam gudang, Arin tampak duduk dengan pandangannya tertuju pada cincin cantik yang melingkar indah di jari manisnya.

Cincin ini tak secantik parasmu, tak seindah dan sebaik hatimu. Tetapi cincin ini adalah simbol, simbol sebagai kunci dari semua janjiku. Kalau aku mengingkari janjiku dan menyakitimu maka berikan lagi atau buang saja cincin ini. Karena aku sudah mengingkari janji suci kita di depan Tuhan.

Tetapi cincin ini tak bisa mewakilkan perasaan cintaku padamu, karena walau cincin ini hancur maupun hilang, perasaan cintaku akan tetap abadi sampai kapanpun juga, bahkan setelah kita meninggal nanti.

Kata demi kata yang di ucapkan Ethan kini bagaimana sebuah saluran radio yang terus berputar di kepala dan telinganya layaknya sebuah pengingat bahwa janji itu pernah terucapkan.

"Kenapa?" gumam Arin kembali menangis menatap cincin indah di jari manisnya. Arin hanya mampu menghela nafasnya cukup panjang.

***

"Hai Than," sapa Yuri.

Ethan hanya membalasnya dengan tersenyum kecil. "Coffee." Yuri menyodorkan cup berisi kopi dan Ethan langsung menerimanya dan kembali menatap ke depan.

Mereka berdua kini tengah berdiri di balkon ruangan kantor mereka di CIA. "Bagaimana kau dengan istrimu?" tanya Yuri.

"Begitulah," ucap Ethan. Yuri hendak kembali bertanya tetapi dering ponselnya berdering membuat Ethan permisi untuk menerimanya.

"Kau akan kemana?" panggil Yuri karena Ethan begitu saja pergi meninggalnya sendirian.

Ethan berlari begitu saja mengabaikan James dan Raymond yang baru saja datang.

"Mau kemana dia?" tanya James.

"Aku tidak tau," ucap Yuri mengedikkan bahunya.

***

Saat itu di markas terdapat semua orang sedang bersantai kecuali Ethan juga Vallen.

"Kemana si Ethan dan Vallen?" tanya Marvin menuangkan minum dari dalam botol ke gelas kecil lalu mebawa gelas itu dalam genggamannya. Marvin duduk di antara yang lain.

"Entahlah, tadi dia nampak terburu-buru," ucap James duduk angkuh seraya meneguk minumannya.

"Tapi Vallen sama sekali belum datang," ucap Raymond menambahkan.

Tak lama terdengar suara berisik, jeritan seorang perempuan membuat mereka semua kaget dan saling pandang. Mereka serempak berdiri saat 3 orang masuk. Mereka adalah Vallen, Ethan bersama seorang pria tengah menyeret seorang perempuan paruh baya.

"Ada apa ini? tanya James.

"Ny. Drummond?" seru Raymond.

"Ethan, ada apa ini? kenapa Ibunya Arin di bawa kemari?" tanya Marvin.

"Dia istri dari Jeff, musuh yang kita cari!"

Deg

Hampir semua mata membelalak lebar mendengar penuturan Ethan barusan.

****

Rachel membuka gudang membuat Arin menengadahkan kepalanya dan tatapan mereka beradu satu sama lain.

"Rachel," gumamnya menatap Rachel dengan sendu. Rachel tampak menatapnya datar dan dingin.

"Makanlah, kau belum makan sejak semalam," ucap Rachel menyimpan nampan makanan serta minum di lantai tak jauh dari Arin. Rachel terlihat enggan menatap mata Arinka.

"Rachel, dengarkan aku," seru Arinka yang sudah berdiri dan menghampiri Rachel.

"Aku sudah mengantarkan makanan untukmu, jadi makanlah." Rachel beranjak pergi tetapi Arin menahan lengannya.

"Kamu percaya padaku, bukan? aku sungguh tidak tau apapun," ucap Arin. "Tolong percayalah padaku, aku sungguh tidak tau kalau Daddy di balik semua kehancuran keluargamu."

"Hel, tolong percaya padaku. Kamu tau kan-"

Plak

Arin mematung di tempatnya saat tangan Rachel mendarat di pipinya.

"Kau mencoba menghasutku, hah?" bentak Rachel dan Arin hanya bisa menggelengkan kepalanya.

"Karena ulah keluargamu, aku kehilangan segalany!" amuk Rachel diiringi tangisannya. "Dan sekarang kau ingin aku percaya begitu saja? Berhenti bersembunyi di balik wajah lugumu itu!"

"Ra-"

Rachel berlalu pergi meninggalkan Arin sendiri dan mengunci kembali gudang itu. Arin hanya bisa termangu diiringi kesedihannya. Rasa pedih dan panas di pipinya tak sebanding dengan rasa sakit di hatinya. Dia kini kembali kesepian tanpa ada yang mempercayainya.

Kenapa? Apa cinta tak bisa menjadi modal untuk percaya? Apa kepercayaan itu tak begitu besar?

***

pdf.sale 25k/judul. Kontak person 081321079375

 Kontak person 081321079375

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pernikahan yang tak DiinginkanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang