Nine

6.6K 508 19
                                    

Ethan tampak menatap kosong ke layar handphone nya dimana terdapat foto dirinya dan Arinka saat berpacaran dulu. Tak pernah terbayangkan sedikitpun kalau Arin, wanita yang berhasil mengambil hatinya, yang berhasil menyembuhkan luka juga mimpi buruknya adalah dari musuhnya sendiri. Dan ia juga tidak bisa mempercayai kalau Arin mengkhianati dirinya dan menipunya.

Rasa cinta dan benci kini bercampur menjadi satu di dalam hatinya hingga membuatnya merasa kesakitan sendiri dan sesak. Kenapa takdir harus sekejam ini?

Bahkan sekarang ia pun belum tau harus bagaimana menghadapi Arin, mampukah dia membunuh Arin sesuai janjinya? Ataukah harus memaafkan Arin?

"Ethan." Panggilan itu menyadarkan Ethan dari lamunannya. Ia segera mematikan handphonenya dan menengadahkan kepalanya ke asal suara.

"Vallen?" serunya saat tatapannya beradu dengan mata tajam milik Vallen di depannya.

"Kau tampaknya sedang sibuk, sejak tadi aku memanggilmu." Vallen mengambil duduk di kursi yang bersebrangan dengan Ethan.

"Tidak juga, bagaimana? apa kau membawa kabar?" tanya Ethan.

"Aku menemukan dimana keberadaan anak sulung Jeff, Kakaknya Arin," ucap Vallen sedikit berdehem tetapi hanya wajah datar nan dingin yang di tunjukkan Ethan padanya.

"Kita harus menangkapnya dan menjadikannya sandra untuk memancing Jeff keluar," seru Ethan.

"Ethan, kenapa tidak kau jadikan Arinka sebagai sandramu untuk memancing Jeff keluar dari persembunyiannya? Atau memaksa Arin untuk berbicara, mungkin dia tau sekarang dimana keberadaan Dad dan Momnya." Vallen menatap tajam penuh selidik menatap perubahan raut wajah Ethan.

"Itu-" Ethan terdiam sesaat. "Akan ada saatnya dia yang akan ku sandra."

"Ethan, jangan selalu membohongi dirimu sendiri. Aku tau kalau kau tidak bisa menyakiti Arinka."

"Aku bisa menyakitinya, bahkan lebih kejam dari bayanganmu!" ucap Ethan penuh penekanan.

"Benarkah seperti itu?" tanya Vallen masih dengan nada tenang nan tajam.

"Apa kau meragukanku, Vallen?" Ethan bangun dari posisi duduknya dan berjalan memunggungi Vallen menatap keluar jendela.

"Kalau begitu lakukanlah," seru Vallen.

"Apa?" tanya Ethan sedikit membentak seraya menoleh ke arah Vallen.

Vallen berdiri dari duduknya seraya berdehem kecil. "Ku dengar malam ini akan ada badai salju dan semua warga Boston di larang keluar rumah. Jalananpun akan banyak yang di tutup, kalau kau memang bisa membunuhnya, maka tinggalkan Arin di tengah jalan saat badai berlangsung. Biarkan Arin meninggal karena kedinginan, bukankah itu lebih mudah?" tanya Vallen masih dengan nada santai membuat Ethan diam membisu.

"Kau bilang rahasia mengenai keterlibatan Arin hanya kau dan aku yang mengetahuinya, jadi membunuh Arin dengan meninggalkannya di tengah badai tak akan ada yang mencurigaimu," ucap Vallen.

"Kenapa kau ingin sekali aku melakukannya?" tanya Ethan menatap tajam ke arah Vallen yang menampilkan senyumannya.

"Karena aku ingin melihat kesungguhanmu, kau harus memutuskan pilihan yang tepat. Memaafkan Arin dan mempercayainya atau membunuhnya sekalian. Jangan hanya menyakiti perasaannya, karena itu tampak sekali perbuatan seorang pecundang."

Mendengar ucapan Vallen barusan membuat Ethan melotot kesal dan menahan amarah. Vallen hanya tersenyum simpul dan menerima panggilan masuk.

"Hallo princes," ucap Vallen.

"...."

"Daddy akan segera pulang, kamu jangan takut yah. Apa Grandma masih di sana?"

"...."

Pernikahan yang tak DiinginkanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang