Damar

1.4K 95 2
                                    

Emran dan Nandini masih bertengkar seperti kucing dan anjing. Tetapi hubungan mereka berkembang secara drastis.

Emran masih memaki Nandini dan menuduhnya sebagai wanita tak berperasaan yang memaksa dirinya melampaui ambang rasa sakit dan daya tahannya dengan sangat kejam.

Nandini jadi ikutan memaki Emran dan menuduhnya sebagai anak orang kaya tak bernyali yang baru pertama kali menghadapi kesulitan dalam hidupnya.

Emran mengatakan Nandini sama sekali tidak dapat menangani pasien dengan layak.

Nandini membalas Emran dengan mengatakan bahwa lelaki itu sama sekali tidak dapat mengatasi penderitaan dengan layak.

Menurut Emran, Nandini mengejeknya habis-habisan. 

Menurut Nandini, Emran merengek terus-terusan.

Dan begitulah selanjutnya. Tetapi segalanya benar-benar lebih baik.

Emran jadi agak mempercayai Nandini. Ia mulai mendengarkan ketika Nandini memberitahukan bahwa ia tidak berusaha cukup keras dan seharusnya lebih konsentrasi. Ia juga mendengarkan ketika Nandini menasihati bahwa ia berusaha terlalu keras dan perlu istirahat sebentar.

"Sudah saya bilang pada akang.. tidak usah terburu-buru. Semuanya perlu waktu.. "

"Aku mau berdansa Cici.. aku tidak mau terlalu lama terjebak di kursi roda.." balas Emran mulai mau kesal lagi.

"Tapi kang.. kaki akang ini memang butuh latihan. Tapi tidak di paksakan.. "

Emran menatap wajah Nandini yang kebetulan dekat dengan dirinya karena wanita itu membantu dirinya untuk duduk di pinggir kasur.

"Mata kamu sangat indah.."

Nandini memang berada di rumahnya Emran sesuai dengan jadwal setiap hari kecuali hari Minggu. Ia meminta libur di hari itu karena ingin memanfaatkan waktunya off untuk anak lelakinya. Ia dan Nini gantian off di hari Minggu. Teteh Septi sangat baik hatinya, wanita itu juga akan turun tangan jika ia off kerja.

"Cici..?" panggil Emran lembut ke arah Nandini yang terlihat melamun padahal sedang menatap dirinya.

"Ehh.. maaf..? Apa akang butuh bantuan lagi..? Hmm.. ini sudah hampir jam 11, saya harus kembali ke klinik.. " ujar Nandini sembari berdiri dan tidak menanggapi omongan Emran perihal matanya itu.

Emran mengerutu tentang wanita yang tidak bisa berterima kasih ketika di puji.

Nandini hanya mengangkat bahunya tidak peduli.

"Baiklah.. pergi saja sana.. Aku tidak butuh kamu lagi juga.. " balas Emran jutek.

Nandini terdiam. Ia mulai paham kalau Emran sedang kesal.

"Oke.. sampai ketemu besok lagi Tuan Emran.. Saya harus kerja lain karena banyak yang harus saya tanggung. Hidup saya tidak bisa hanya berpangku tangan menunggu rezeki mengalir.. " ucap Nandini sembari membenahi kerah kaos Emran dengan santai. "Bunyikan saja bel jika akang butuh sesuatu. Mbok Ika dan ibu siap membantu. Bye.."

Nandini berlalu dari kamar Emran tanpa menoleh-noleh lagi menuju ruang dapur untuk permisi dengan bu Marta yang memang ada di sana bersama mbok Ika.

**

Nandini sedang off kerja, ia sibuk di rumah mengurus anaknya juga urusan rumah tangga.

"Nak.. handphone kamu berbunyi tuh.. ?" ucap bu Maya pada anaknya yang sedang mengiris wortel untuk makanan anaknya.

"Siapa ya bu..?" tanya Nandini pada ibunya.

"Ibu tidak lihat sih tadi.. soalnya ini Hafis merenggek mau di ajak keluar.. iya kan sayang..?" ucap sang nenek kepada balita montok di gendongannya yang terlihat semangat ingin keluar karena jatahnya keluar di pagi hari.

LUKISAN HATI EMRAN {Geng Rempong : 11}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang