Penculik

1.1K 89 2
                                    

Si penculik mengendarai mobilnya dengan membabi buta tanpa terkendali. Merasa ketakutan karena menembak Emran tadi. Ia sih profesional tapi menembak sih belum pernah dalam misinya.

"Si*lan.. Itu salah lelaki itu sendiri. Aku tidak ada urusan dengannya. Tapi, kenapa ikut campur..?!" dengus si penculik.

Hidungnya terasa sakit, mungkin ada yang patah batinnya kesal. Lelaki ini mengambil handphonenya, menekan nomor telepon Damar.

Ia jadi tidk perduli kemarahan sang bos karena tidak bisa menculik anak lelaki itu. Kalau mau ambil sendiri deh.

"Halo..?" suara Damar terdengar harap-harap cemas.

Si penyusup menyeringai sinis. Ia mungkin mendekam dalam perjara itu sudah resiko pekerjaannya.

"Bos.. aku telah menembak seseorang.. "

"Apa..?! Siapa yang kamu tembak..?!"

Suara Damar meninggi seolah peduli saja siapa yang suruhannya tembak itu.

"Lelaki.. seorang lelaki yang tiba-tiba datang ke rumah mantan istri kamu itu. Tampan, kaya dan sangat marah sehingga hidungku patah karena pukulannya.. " papar penculik ini pada Damar.

Di seberang telepon tidak ada suara. Lalu, suara dengusan terdengar. "Itu pasti kekasih wanita itu... Dasar wanita gatal.. Sibuk pacaran saja.."

Ucapan Damar ini tidak mendasar, tapi si penculik tidak menanggapi ocehan sang bos.

"Jadi bagaimana ini bos..? Aku tidak bisa lagi melanjutkan urusan ini. Aku mau kabur.. Aku tidak mau mendekam di penjara. Kalau sampai aku mendekam, maka aku akan bicara kepada pihak kepolisian.. " ujar penculik itu.

"Apa kamu gila.. kamu mau menyeret aku hah..?! Aku sudah banyak keluarkan uang untuk kamu.. Dasar bajingan tengik..!!"  umpat Damar pada si penculik.

Penculik itu geram, mau menjawab perkataan bosnya itu ketika ada mobil sedan berwarna putih melesat dari tikungan jalan dan mengarah ke dirinya. Ia rupanya sudah salah mengambil jalur. Mobilnya juga di atas kecepatan rata-rata. Tak ayal lagi, peristiwa mengerikan sudah pasti terjadi di depannya. Mobilnya menabrak mobil sedan putih itu, suara tabrakan itu terdengar sangat mengerikan. Ia tersentak di kursinya. Kaca depan mobilnya ternyata retak. Pikirannya linglung. Ia tidak memperhatikan lagi sekitarnya karena hilang kesadaran.

Mobil sedan putih yang di tabrak itu terpental ke dinding beton sebuah bangunan. Bagian pintu tempat driver penyok dan drivernya tergencet di kursi pengendara. Seorang wanita. Well, tepatnya wanita yang mengejar Emran ke Bogor. Wanita yang merasa kalau Emran mau melarikan diri dari pertunangan yang akan mereka laksanakan minggu depan.

"Akang.. aku.. " wanita ini merintih dengan suara kesakitan.

Suara dari orang-orang yang sibuk dengan memanggil polisi ataupun ambulance terdengar mengerikan di telinga wanita ini. Dengan kesadaran yang hilang, wanita ini menutup matanya.

***

Benar-benar tegang. Tidak ada yang mau berbicara selagi menunggu Emran di depan ruang operasi. Keluarga Emran yang di Bogor sudah datang ke rumah sakit. Dokter Vidi yang selaku dokter umum di rumah sakit itu langsung mencari dokter bedah untuk anaknya.

Lelaki ini terlihat sangat khawatir. Ia jadi sibuk dengan urusan administrasi bersama sang istri. Di rumah sakit itu muncul dokter Puspa dan dokter Benny.

"Nak..?" dokter Puspa mendekati Syarif dan Amran. Kedua lelaki keren itu menyalami ibu mertuanya Tony ini. "Yang sabar ya sayang.. semuanya pasti lancar.." ucap dokter Puspa pada keduanya.

Dokter Benny menyalami Syarif dan Amran juga. Tersenyum prihatin atas keadaan Emran. Agaknya adik kembar Emran ini selalu dapat bagian masuk rumah sakit pikir dokter muda yang tampan sekaligus imut itu.

LUKISAN HATI EMRAN {Geng Rempong : 11}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang