Takdir

1.1K 83 1
                                    

Nandini bekerja dengan hati panas. Ia sudah memberikan yang terbaik untuk Emran. Kalau ia di bayar dengan sejumlah uang untuk jasanya itu, ia rasa itu sangat wajar. Yang penting ia sudah menunaikan kewajibannya.

Masalahnya ia sulit menahan dirinya jika lelaki itu mengatakan hal yang berhubungan dengan statusnya sebagai seorang janda.

Tidak ada yang salah dengan status janda!

Tidak ada yang ingin menjadi seorang janda!

Dan tidak ada yang ingin rumah tangga pasangan itu hancur menyebabkan seseorang menjadi janda ataupun duda!

Ini semuanya adalah takdir. Bisa jadi ia yang salah terhadap suaminya, atau suaminya juga yang salah?

Nandini mengedumel di dalam hatinya. Uang yang ia terima dari hasil bekerja sebagai perawat Emran ini jadi terasa tidak enak untuk ia gunakan.

Kenapa kamu berpikir seperti itu Nandini? Itu uang halal. Kerja keras kamu. Ingat! Ada seorang anak yang membutuhkan biaya lebih nanti jika beranjak dewasa. Batin Nandini menampar wanita itu dengan keras membuat Nandini sadar.

"Iya.. kenapa pula harus saya masukkan dalam hati omongan akang Emran. Lelaki itu kan sudah terbiasa ngomong sinis. Sebentar lagi kami tidak akan berjumpa lagi karena kaki akang Emran sudah hampir sembuh.. " gumam Nandini dengan hati tenang.

Wanita ini kemudian membuat laporan untuk pasien yang tadi datang untuk check up. Harinya di habiskan dengan cepat dan sudah tidak sabar untuk kembali ke rumah.

***

Mario berkunjung ke rumahnya Emran tepat ketika ada Nandini yang sedang mengajarkan teknik melemaskan otot di paha Emran. Lelaki ini terkesima melihat Nandini yang telaten. Kekaguman terpancar dari sepasang mata tajam milik Mario kepada Nandini. Namun, Nandini cuek saja. Ia fokus pada Emran yang meringgis sedikit karena kakinya di tekuk dan kemudian di luruskan.

"Ayo akang.. sedikit lagi.. iya.. seperti itu.." support Nandini membuat Mario mendesah dalam hati. Wanita cantik ini, orang yang merawat Emran sangatlah cerdas. Kalau aku yang di rawat, aku pasti akan cepat sekali sembuh dan mengejarnya batin Mario yang kagum pada Nandini.

"Kamu ini Ci.. kakiku ini nyeri.. kamu sih enak bilang 'ini lagi kang..', 'terus kang..', ..'ya sedikit lagi..'" rutuk Erman membuat Mario terbahak geli sedangkan Nandini menahan rasa tawanya.

Emran memelototi keduanya orang itu. Satu temannya sibuk tertawa, sedangkan sang bidan menatap dirinya dengan mata berbinar senang.

"Kalian berdua ini..?!!" seru Emran jadi ngambek seperti anak kecil. Lelaki ini terlihat lucu dengan rambut jabrik dan mulut sedikit di monyongkan.

"Ayolah bro.. kalau kata Dini 'sedikit lagi kang..' yah harus menurut dong.. Kan ini semua untuk kamu juga.." ujar Mario dengan lembut.

Nandini manggut-manggut, mengusap-usap betis Emran yang kaku dengan pijatan berkala sehingga lelaki itu mengerang tanpa sadar membuat Nandini terkejut sedangkan Mario menyeringai seolah tahu kalau temannya tidak kebal oleh pesona sang perawat atau bidan di depannya itu.

"Ada apa kang..? Sakit..? Di mana..?" tanya Nandini polos tanpa tahu kalau Emran bukan sakit karena di pijat.

Mario mendengus mendengar pertanyaan Nandini yang polos itu. Bisa kena telan Emran kalau wanita ini tidak peka dengan erangan Emran tadi batin Mario geli. 

"Aku tidak sakit Ci.. cukup latihan hari ini, sudah jam 10.. kamu nanti mau kerja juga kan..?" ujar Emran sembari mengangkat tangan Nandini dari betisnya. Lelaki ini terlihat sangat santai memegang tangan Nandini.

LUKISAN HATI EMRAN {Geng Rempong : 11}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang