15 (sisi lain)

159 19 2
                                    

"lo itu kenapa hah?!" bentak Dea,
"sans. Nih." ucapnya singkat memberikan jaket nya pada Dea
"hah? Jaket buat apa?"
"buat dimakan"
"untuk siapa? Gua? Atau elu?" ntah apa yang dipikiran Dito saat ini, yang pasti first impression Dito pada Dea adalah LOLA.
"itu baju lo kan kena coklat elah"
"terus? Hubungannya jaket, baju, sama gua apa?" tanya Dea dengan wajah polos nya,
Dito menarik nafas panjang
"dipake biar ga keliatan kotor nya" ucap Dito kesal dengan nada rap yang super cepat
"wah gua ga nyangka loh kalo lo bisa ngerap dit, sumpah." kini Dea tengah menatap Dito dengan tatapan takjub.

"Ditoo lu mau kemana??"panggil Dea berusaha mengejar Dito
"cabut"
"hah? Cabut apa?" tanya Dea ngos ngosan
"bolos"
"kenapa?"
"lu gak inget siapa guru jam pertama? Sempat kita kena marah karna datang ke jam dia telat gimana? Bisa bisa gua disuruh hormat bendera, dih gak banget untuk hari ini" ucap Dito panjang
"jadi cuma gua gitu yang dihukum nanti?"
"ya lu nya ikut goblok"
"kemana??"
"ngikut aja daripada lo kena hukum"

"Ditt, gua gak pernah bolooss ntar kena marah"ucap Dea sedikit teriak agar Dito mendengar.
"ke kuburan"
"HAH? NGAPAIN? LO MAU NGUBUR GUA HIDUP? MEWAKILI GENG LU YANG SUKA BULLY GUA? NO! GUA UDAH KENA SIKSAAN BATIN GARA GARA GENG LU ITU" Dea meronta ronta di jalan dan tidak di gubris sedikit pun oleh Dito

"Erika Charania?" Dea sedikit bingung saat membaca nama yang tertera di batu nisan.
"Dia.. Adek.." ucap Dito sedikit terbata dan... Pelan,
Okey, sepertinya kebiasaan Dea yang kelamaan loading salah waktu, ia tak paham dengan maksud 'adik'?
"em.. Itu.. Adik siapa?" tanya Dea ragu, "Adik gua De"
Dea diam, tidak tahu harus merespons apa,
Dito duduk jongkok di sebelah makam adiknya,  Erika.

"Dek, kakak dateng nih. Kamu kangen kakak gak? Gimana disana? Nyaman? Kamu dapat temen gak disana? Siapa aja? Kapan kapan kenalin dong ke kakak.."
ucapan Dito terpotong, diam dan agak ragu untuk melanjutkan kalimatnya
"soal kellen dan teman temannya..dia gak berubah, seharusnya kakak bisa buat adek bangga, punya abang yang bisa musnahin kelompok bullying yang bisa buat kamu kaya gini, tapi kakak lemah. Oh iya, kakak masih inget kamu pernah ngomong ini ke kakak" Dito merogoh handphone dari saku nya, memutar audio rekaman, suara perempuan,

"kak! Acha gak mau tau pokoknya kalau Acha udah punya rumah baru, kakak harus bawa pacar!" Dito mem pause audio nya, melirik Dea yang shock atas tuturan Dito dari awal hingga akhir,
"kakak udah bawa pacar loh dek" kata Dito sekilas melirik Dea,
"apa? Aku?" tanya Dea,
"kakak udah nepatin satu dari sekian janji dari kamu buat kakak, kamu jangan sedih disana, ada mama yang jagain kamu, ya? Kalau mau tau keadaan papa, papa udah pergi kok dengan pacar gelapnya, hidup kakak juga... Lancar kok, kakak pulang ya.. Assalamualaikum" Dito mengakhiri sesi curhat nya dengan mencium batu nisan Erika, atau Acha.

"maaf lama" kata Dito lembut, ini seperti drama yang sering Dea tonton, aneh tapi nyata dan ada. Dea bahkan masih terkejut di balik sosok beringasan , menyebalkan,  dan jahat nya Dito, menyimpan berjuta luka yang mungkin belum kering. Sama seperti dirinya.

Dea, Chandra, dan Dito,
Tiga insan yang mempunyai luka yang sama.

"itu.. Dit.. Tapi gua bukan pacar lu"
Dea sedikit gugup mengatakannya saat sampai di parkiran
"iya, gua tau, biar Acha seneng"ucapnya mendalam
"alasan lu ngajak gua ke sini apa?, selain nepatin janji lo itu?"
"lu mirip Acha."
Dea cengo, antara tak percaya dan tak mengerti .
Dito menghembuskan nafas kasar,
"kalo sama gua,jangan ngomong pake 'lu' 'gua', panggil nama aja" pinta Dito santai, seolah melakukan apa yang ia ucapkan semudah membalik telapak tangan.

"Dit, kalo kamu ada masalah.. Mungkin bisa cerita sama Dea" ucap Dea sedikit malu lalu berlari ke kelas. Yap, mereka kembali ke sekolah saat jam istirahat, entah siasat apa yamg Dito gunakan hingga ia dan Dea tidak ketahuan.

"Dea,jelasin ke gua. Semuanya." ucap dia dingin.

My role player boyfriend Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang