Asheeqa 23

6.6K 997 46
                                    


بِسْــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ


Lupakan masalah yang membuatmu benci sama ayah. Karena cuman cara itu Ka, buat kamu bisa memaafkan kesalahannya. Kalau kamu mengungkit-ungkit terus bukannya memaafkan tapi kamu malah semakin membencinya.

~Asheeqa~


Aku masih kepikiran soal pembicaraanku dengan si Ipeh Arab kemarin. Apa yang terjadi padaku saat ada seseorang laki-laki yang datang mengkhitbahku? Apa aku akan langsung menerimanya atau drama kayak Ipeh yang ujungnya aku menerima si calon suamiku?

"Ahhh!" Teriakku frustasi.

Kok jadi gini sih aku mikir soal siapa jodohku. Lagian siapa juga yang mau jadiin aku istri. Pacar aja nggak punya. Sekalinya punya temen deket eh bang Igo dan bang Aries langsung jadi pager. Menghadang cowok mana aja yang deketin aku. Gini amat ya punya dua abang posesif.

Tapi kalau tiba-tiba abah yang mau jodohin aku sama orang lain? Atau bunda yang punya ide mau jodohin aku sama teman anaknya? Mungkin masih aku pertimbangkan buat nerimanya. Tapi kalau ayah tiba-tiba datang bawa calon suami buat aku.

"Nggak-nggak! Pokoknya gue bakalan nolak keras." Ucapku memukul pelan dahiku sendiri, lagi-lagi aku sibuk bermonolog sendiri.

Kalau yang terakhir pokoknya nggak mau. Apa haknya ayah tiba-tiba bawa calon suami buat aku. Mending aku ngedrama kayak arab. Kalau nggak, aku kabur aja. Enak aja datang-datanga nyodorin suami buat aku. Sampai umur gini aja nggak pernah ngurusin aku. Eh main nylonong ngenalin calon suami.

"Astaghfirullah kok aku jadi suudzon gini sih sama ayah." Lagi-lagi ngomong sama bayangan sendiri di air kolam ikan. Ku hembuskan nafas, dan menatap bayanganku sendiri.

Apa pantas aku menikah? Sedangkan aku saja masih belum seratus persen ikhlas nerima ayah. Tapi kalau kayak gini terus bisa-bisa aku jomblo seumur hidup. Nggak berani nikah gara-gara enggan ketemu ayah.

Pengin banget deh nangis kalau inget kayak gitu. Kenapa sih aku belum berani ketemu ayah? Apa aku nekat aja ya cari ayah? Tapi, tetep nggak berani. Huhuhu.

Seandainya aja nanti ada seorang laki-laki yang bakalan jadi calon suamiku. Dengan senang hati nerima aku, dan baiknya mau nemenin aku buat nyari ayah. Bakalan jadiin nomer satu tuh cowok. Bakalan aku sebut terus namanya di dalam doa. Biar Allah ngabulin doaku buat jadiin dia suamiku di dunia dan diketemukan lagi di surganya Allah.

"Tapi siapa? Lagi-lagi aku cuman berandai-andai." Ucapku lirih, melempar segenggam makanan ikan ke dalam kolam. Yang langsung jadi rebutan ikan koi kesayangan abah.

"Nggak usah berandai-andai ka." Ucap abah tiba-tiba duduk di sebelahku.

Aku hanya nyengir malu menoleh ke abah.

"Ka, berandai-andai itu di larang oleh Rasulullah. Karena perkataan seandainya itu membuka celah perbuatan syaitan."

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersemangatlah untuk meraih segala hal yang bermanfaat bagimu. Mintalah pertolongan Alloh dan jangan lemah. Apabila engkau tertimpa sesuatu (yang tidak menyenangkan) janganlah berkata, ‘Seandainya aku dulu berbuat begini niscaya akan menjadi begini dan begitu’ Akan tetapi katakanlah, ‘QaddarAllohu wa maa syaa’a fa’ala, Alloh telah mentakdirkan, terserah apa yang diputuskan-Nya’. Karena perkataan seandainya dapat membuka celah perbuatan syaitan.” (HR. Muslim)

Asheeqa (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang