01

28 2 0
                                    

"Hallo sayang, kamu dimana? Aku udah nunggu kamu di Caffe dari tadi loh", ucap Laras sedikit kesal. Bagaimana tidak, sudah satu jam ia menunggu kekasihnya yang katanya akan menemuinya di Caffe Rose, tempat yang dikatakan kekasihnya. Tapi sampai sekarang batang hidungnyapun belum tampak. Dan ini sudah ketiga kalinya Laras menelpon sag kekasih.

"Sayang maaf ya, kayaknya aku gak bisa datang deh. Soalnya teman-teman aku buat perayaan kemenangan pertandingan basket kemarin", Danial, sang kekasih Laras itu akhirnya menolak dengan sangat sesal. Seharusnya ia memang datang menemui Laras di Caffe itu tapi teman-temannya tiba-tiba mengajaknya pergi dan sebagai ketua tim basket akan sangat tidak sopan jika ia menolak acara tersebut.

Terdengar helaan napas disebrang, "yaudah deh gak apa-apa, lain kal aja kita ketemunya. Kamu have fun aja sama teman-teman kamu ya"

Inilah yang disukai Danial pada Laras, pacarnya itu bukan orang yang penuntut tetapi sangat pengertian. Laras tahu dan mengerti kalau semua yangvdilakukan Danial adalah untuk kepentingan orang lain juga dan demi orang banyak. Wlaupun karena kepentingan itu juga hubungan Laras dan Danial agak sedikit merengang karena jarang ketemu.

Dikelas yang menginjak akhir ini memang kegiatan Danial berasa berkali-kali lipat lebih sibuk dari pada biasanya. Danial adalah ketua tim basket sekaligus ketua OSIS. Banyak hal yang perlu Danial kerjakan saat-saat ini. Terutama karena pemilihan ketua baru yang akan meggantikannya, mendidik para juniornya di ekskul basket dan juga setelahnya harus disibukkan dengan les tambahan untuk menghadapi UN.

Dan jika ada sedikit waktu luang, maka teman-teman Danial-lah yang akan memonopolinya. Mengajak Danial untuk nongkrong atau main bareng. Danial yang buka tipe orang yang gampang nolak ajakan teman, ia akan cenderung easygoing kemanapun teman-temannya meminta.

Dan untuk Laras, untunglah Danial mendapatkan pacar sepertinya. Gadis yang sangat pengertian, tida mudah marah, dan percaya kalau Laras mencintainya karena Danial juga sangat mencintai Laras.

"Kamu gak marah? ", mau bagaimanapun Danial tetap merasa bersalah.

"Enggak kok aku gak marah", sebenarnya sakit jika di perioritaskan diurutan terakhir oleh pacar sendiri. Tapi Laras gak boleh egois. Laras ngerti kesibukan Danial dan Laras gak mau marah dan buat Danial terganggu karenanya.

"Makasih ya sayang, lain kali aku gak gibi lagi deh"

"I-", belum selesai Laras menjawab tiba-tiba telpon ditutup sepihak oleh Danial.

Sekali lagi Laras hanya menghela napas pasrah. Janjinya dengan Danial telah batal, lalu sekarang apa yang akan dia lakukan? Pulang?

Ya, mungkin itu satu-satunya tujuannya sekarang. Walaupun ia tahu, dengan pulang kerumah yang bagaikan neraka itu akan membuat hidupnya ingin mati saat itu juga.

******

Plak!

Suara tamparan keras menggema diruang tamu itu tepat ketika Laras baru sampai dirumah. Bahkan ucapan salamnyapun belum selesai ia ucapkan.

Sebua tamparan keras yang meninggalkan ras perih dan berdenyut dilayangkan Mama-nya, Miora. Dan tepat mengenai permukaan pipi Laras yang putih hingga meninggalkan bercak memerah disana.

Refleks Laras langsung tertoleh kekiri karena pipi kananya yang ditampar hingga tangannya yang menyentuh pipinya sedikit bergetar. Sudut bibirnya pecah dan mengalirkan sedikit bercak darah disana.

"Dasar jalang! Kemana saja kamu hingga pulang terlambat hah!? ", teriak Miora menggebu. Tangannya yang selepas menampar Laras itu sama sekali tidak bergetar, bahkan semakin kuat menggenggam.

sebenarnya perlakuan kasar ini sudah sering Laras terima bahkan setiap waktunya dirumahbselalu dilengkapi dengan tindak kekerasan Miora. Laras sebagai anak yang lemahpun tidak bisa melakukan apapun. Ia sadar bahwa tanggungan hidupnya masih diperoleh dari Miora. Walaupun Laras harus memakan nasi dan lauk sisa setiap hari, itu bukan masalah baginya yang penting ia masih diizinkan sekolah.

Tapi walaupun perlakuan kasar ini selalu Laras raskan, entah mengapa ia tidak pernah siap untuk msnerimanya. Pernah sekali Laras ingin pergi dari rumah itu, meninggalkan semua orabg yang jahat padanya.

Tapi kemudian Laras sadar. Usianya masih terlalu belia untuk pergi dan menghidupi dirinya sendiri dengan bekerja. Tidak ada yang ingin memekerjakan anak dibawah umur dengan mudah. Belum lagi biaya sekolahnya yang terbilang tida murah membuat Laras berikir seribu kali untuk melakukannya.

"Maaf Ma, Laras tadi ada janji", ucap Laras. Air matanya serasa sudah menumpuk dipelupuk matanya dan siap untuk terjun bebas.

"Kamu memang tidak tahu diri! Janji apa yang kamu maksud! Apa janji dengan Om Om?! ", Miora menjambak rambut Laras dengan keras membuat gadis lemah itu langsung merintih kesakitan dengan air mata yang sudah terjun tana bisa dicegah.

Dari sudut matanya, Laras dapar melihat Terry, adik tirinya, sedang puas didepan pintu kamarnya tanpa niatan untuk membantu.

Sementara itu, Boby, ayah tiri Laras sedang asik duduk di sofa sambil membaca koran. Tanpa perduli dengan keributan yang istri dan anaknya lakukan.

"Dasar anak sialan! Seharunya kamu mati! Kamu tisak pantas hidup! " sekali lagi Miora menyentakkab kepala Laras dengan kasar hingga kepala Laras harua meradu kuat dengan lantai rumab yang dingin. Membuat ras denyut merambat seketika dikepala Laras.

"sekarang bersihkan rumah dan masak. Kamu tidak usah bermalasan. Jika aku lihat kamu bermalas-malasan, maka aku akan langsung memukulmu! ", setelah mengatakan itu, Miora langsung pergi meninggalkan Laras begitu saja.

Laras mengusap kasar sisa air matanya, menarik napas dalam-dalam dan terua membangun kembali hatinya yang hamcur.

Papper umbrella (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang