Bel pulang berbunyi. Aku masih harus mengerjakan tugas yang diberikan guru padaku.Tiba-tiba Nela menyenggolku dan membisikkan sesuatu padaku. Aku mendengarkan.
"Eh Za, tadi waktu kamu ninggalin kelas setelah debat sama tu orang, kamu tau nggak, dia bersi'in semua bagian kelas ini. Mulai dari nyapu, ngapus, bersi'in ini itu. Aneh banget kan?"
Aku mengikuti caranya dan berbisik padanya.
"Itu tandanya kamu harus mempertimbangkan kembali persepsimu tentang dia. Ya meskipun tadi aku sempat debat sama dia dan sempat jengkel, tapi bukan berarti persepsi kamu ke dia itu tetap sama kan?"
"Kamu itu ya, padahal dia kan udah bersikap kasar ke kamu, tetep aja dibela. Enggak Za, persepsiku tetep sama soal dia. Ya, mungkin aja dia nglakuin itu karna dia suka sama kamu kan?"
Aku terkejut. Jelas tidak mungkin.
"Bukannya kamu bilang kalo dia itu gay?"
"Iya juga." Jawabnya dengan suara yang cukup keras. Seketika semua siswa yang tengah persiapan berdoa melihat kearah kami.
"Ki....ta kan mau doa, kok masih berkemas ya hahaha" lanjutnya dengan tertawa yang hanya dibuat-buat. Aktingnya yang sangat sempurna itu menghadap kearahku. Aku hanya tersenyum geli melihat tingkahnya . Maklum saja, di kelas ini masih belum saling kenal seluruhnya, jadi masihagak canggung.
Aku memutuskan untuk melanjutkan tugas ini di rumah. Semua siswa sudah meninggalkan kelas. Hanya aku yang tersisa di kelas. Aku mulai mengemas buku dan alat tulisku. Benar-benar sepi. Di kelas atas memang seperti ini, sepi dari keramaian kantin, mushola, kelas satu dan kelas tiga. Sangat membosankan. Aku sudah selesai mengemas. Aku mengambil kunci sepedaku di saku rok. Tiba-tiba kunci itu terjatuh. Aku mengambilnya, tidak, seseorang mengambilnya lebih dulu dariku. Ada orang lain lagi di kelas ini? Aku melihat kearah pemilik tangan itu. Wajah kami sangat dekat. Laki-laki itu.
"Astaughfirullah" aku terkejut setengah mati sambil menjauh darinya. Aku dengan tergesa-gesa mengambil tasku dan mengaitkannya di bahuku. Lalu aku berdiri dan meminta kunciku darinya. Aku seperti orang yang kepergok mencuri dengan tanpa melihat kearah laki-laki itu.
"Mana kunciku?" aku sedikit gugup dan terus menghadap ke bawah. Laki-laki itu melihatku, tidak, sepertinya laki-laki itu mencoba berusaha menyatukan pandangan kami. Sepertinya dia tengah mengintip wajahku. Ini aneh. Aku menyerah, aku memutuskan untuk melihat ke depan, lurus kearahnya. Melihat matanya.
"Mana kunciku?" kataku dengan sedikit memaksa. Tiba-tiba laki-laki itu tersenyum licik. Apa yang akan dia lakukan kali ini. Ini sangat sepi. Tukang kebun jarang mengunci pintu di kelas atas. Itu artinya tidak akan ada lagi orang yang akan ke atas.
"Ada syaratnya"
"Apa? Jangan konyol!" aku mencoba bersikap tegas.
"Siapa bilang ini konyol, mau nggak nih? Kalo nggak mau ya udah, kunci lo nggak bakal balik" dia akan memasukkan kunci itu ke sakunya.
"Ok ok" aku sambil menghalanginya memasukkan kunci itu ke sakunya. Tapi dengan cepat aku menarik kembali tanganku.
"Apa syaratnya?"
"Jangan ganggu gua lagi, biarin gua bebas dari lo, karna gua tau, orang kayak lo nggak bakalan nglepasin gua gitu aja."
"Itu kamu tau" aku sekilas melihat kearah kunci itu. Ada kesempatan, dengan cepat aku mengambil kunci itu darinya.
"Ah, shit!" dia mencoba mengambilnya kembali tapi tidak dapat. Aku terlalu cerdas, karena kunci itu aku taruh ke saku rokku. Astaga, dia benar-benar sudah gila, laki-laki itu mencoba mengambilnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are My Classmate
Teen FictionDia adalah laki-laki paling menjengkelkan yang pernah ada di dalam kehidupanku. Bagaimana mungkin aku bisa sekelas dengannya. Tapi dia menarik. Mungkin saja dia bisa merubah kelas ini menjadi sedikit lain dari bisanya. Ah, tetap saja dia pembuat ona...