Bel masuk berbunyi. Seperti biasa, sebelum guru masuk, semua siswa tanpa dikomando sudah berdoa menurut keyakinan masing-masing. Tidak ada suara kegaduhan sama sekali. Kalau dipikir-pikir mungkin saja mereka diam karena masih belum saling mengenal. Memang benar mereka sudah tahu nama semua siswa di kelas, tapi mereka masih belum bisa menentukan di grup mana mereka akan menetap. Semakin banyak siswa disuatu kelas, semakin banyak pula kelompok-kelompok yang terbentuk. Ada yang terbentuk dari siswa yang paling pintar, ada yang terbentuk karena orang tuanya yang sama-sama kaya dan masih banyak lagi. Itu mungkin sudah kodrat alam bahwa di dunia ini terdiri dari kelompok-kelompok manusia berdasarkan tujuannya masing-masing. Aku? Entahlah, aku selau mengikuti setiap alur kehidupan, aku selalu menjalaninya. Aku juga tidak ingin pilih-pilih dalam mencari teman. Intinya, aku tukang ngikut.
Sepertinya mereka sudah melupakan kejadian kemarin. Ternyata benar dugaanku, Karin mengambil dompet itu ketika selesai olahraga. Aku tau karena tadi sebelum masuk Nela sudah menceritakan semuanya dan tentang aku yang memaksa Karin mengatakan yang sebenarnya. Benar, kemarin sebelum jam istirahat berakhir, aku memanggil Karin dan menyuruhnya untuk mengatakan yang sebenarnya. Tapi dia tidak mau melakukannya karena takut akan dibenci oleh semua siswa di kelas karena telah mempermainkan mereka. Tapi setelah aku meyakinkannya bahwa tidak akan terjadi apa-apa, akhirnya dia bisa mendengarkanku dan mau mengatakannya.
"Kamu tau, apa yang kamu lakukan ini akan memperparah keadaan, Rin. Dan siapa yang jadi korban? Fadil. Mereka berpikir bahwa Fadil yang bersalah padahal dia tidak melakukan apapun. Dia tidak tau apa-apa. Rin, please. Jelasin semuanya ke mereka. Kamu percaya sama aku deh, nggak akan terjadi apa-apa. Kamu nggak akan dibenci. Kamu mau ya jelasin semuanya?"
Dia mengangguk.
Guru telah memasuki kelas. Kebetulan hari ini jadwalnya bahasa inggris dan kebetulan juga gurunya killer. Semuanya semakin hening dan mulai mengeluarkan bukunya masing-masing. Aku juga mulai mencari buku bahasa inggrisku untuk pelajaran kali ini. Sebentar, aku yakin sudah mempersiapkan buku itu semalam, tapi kenapa aku tidak bisa menemukannya.
"Kenapa Za?" tanya Nela.
"Bukuku nggak ada Nel"
"Kok bisa sih?"
"Aku juga nggak tau"
"Coba cari terus deh, siapa tahu keselip" aku terus menggeledah tasku semuanya. Tidak ada. Astaughfirullah. Dimana buku itu? Tiba-tiba guru itu mengatakan sesuatu yang membuatku terkejut setengah mati.
"Siapa yang tidak membawa buku harap berdiri" katanya dengan tegas. Mungkin saja dia melihatku ketika aku tengah mencari-cari buku itu. Baiklah, aku terpaksa harus berdiri. Tapi, tiba-tiba ada sebuah suara yang mencuri perhatian kami semua di kelas ini. Suara itu berasal dari belakang. Semua mata mengarah ke belakang. Aku mengikuti arah mata mereka. Aku menoleh tepat pada laki-laki itu yang tengah berdiri. Aku yakin aku sudah memberikannya buku bahasa inggris tadi. Dia sekilas melirikku. Dia mengangkat sebuah buku.
"Ini milik Zam zam"
"Benar Zam zam?" guru itu melihatku, aku berulang kali melihat laki-laki itu. Tapi laki-laki itu berusaha meyakinkan guru itu.
"Dia tidak akan mengakuinya. Dan sebenarnya akulah yang bersalah karena telah memaksanya untuk memberikan buku itu padaku."
"Baiklah, keluar dari kelas saya sekarang juga! Dan kamu harus lari mengitari lapangan sebanyak 20 kali putaran. Jika kamu berhenti, hukuman bertambah dengan menguras wc laki-laki di seluruh sekolahan ini. Cepat!!!" guru itu semakin meninggikan suaranya. Aku diam tak berkutik. Laki-laki itu berjalan ke arahku dan memberikan buku itu padaku. Aku tetap diam di tempat. Aku masih terkejut dengan semua ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are My Classmate
Teen FictionDia adalah laki-laki paling menjengkelkan yang pernah ada di dalam kehidupanku. Bagaimana mungkin aku bisa sekelas dengannya. Tapi dia menarik. Mungkin saja dia bisa merubah kelas ini menjadi sedikit lain dari bisanya. Ah, tetap saja dia pembuat ona...