Dia menatapku sekarang. Tatapannya sama. Tapi ada sesuatu yang berbeda darinya, dia sedikit pucat. Dari tadi setelah aku sampai dan memasan sesuatu, dia masih seperti ini, masih diam mematung dan menatapku.
"Udah lama?" tanyaku memecah keheningan.
Dia menggeleng. Dia terlihat sangat lemas.
"Kamu sakit?"
Dia menggeleng lagi.
"Oh"
Diam lagi.
"Apa kabar Za?" katanya setelah diam terlalu lama. Sebentar, dia...
"Ba.. baik."
"Lama nggak ketemu ya?"
"Kemarin bukannya udah ketemu?"
Dia mengangguk.
"Bagiku itu sangat lama, kayak dua tahun nggak ketemu"
Dia menatapku lurus. Aku kamu? Dia... Fadil kembali?
Aku tersenyum. Benar-benar tersenyum.
"Kenapa senyum-senyum kayak orang gila?" katanya, dia masih sama.
"Siapa yang gila?" kataku, seperti dulu.
"Otakku"
Aku tersenyum lagi, semakin lebar.
"Fadil." Kataku, bukan memanggilnya, ini lebih seperti sebuah pernyataan.
"Kamu manggil atau cuman bilang namaku?"
"Fadil Fadil Fadil"
"Apa sih?"
"Fadil."
"Dasar" katanya sambil menggelengkan kepalanya. Dia Fadil seperti dulu.
Aku tersenyum dan terus tersenyum.
Makanan kami sudah datang.
"Kamu ke sini sama siapa?" katanya.
"Sendiri" aku sambil memakan makananku.
"Maksudnya nge-kost apa sama orang yang kamu kenal?"
"Oh, tinggalnya ta? Aku sama Budheku"
"Jadi orang tuamu nggak ikut ke sini?"
Aku menggeleng.
"Kenapa?"
"Ada kerjaan di sana, lagian di sana kan kampung halaman kami"
"Oh"
"Kamu kenapa dulu ninggalin aku?" kataku to the point.
"Siapa yang ningggalin kamu?"
"Ya kamu lah"
"Aku nggak ninggalin kamu, aku ninggalin Malang."
"Tapi tetep aja kan kamu ninggalin aku"
"Iya, iya aku ninggalin kamu. Itu karna orang tuaku ada kerjaan di Jakarta dan diharuskan pindah ke sini."
"Tapi kan seharusnya kamu bilang dulu waktu itu kalo kamu mau pergi"
"Aku nggak bisa Za, kalo aku pamitan dulu pastinya aku nggak bakal mau pergi"
"Nah loh, kok bisa gitu? Emangnya kenapa kalo pamitan dulu nantinya kamu nggak mau pergi? Siapa juga yang mau ngalangin kamu? Harusnya kamu tuh tau.."
"Aku kangen banget sama kamu Za"
Aku tersedak. Dia terlihat khawatir dan mengambilkan air untukku. Dengan cepat aku meraihnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are My Classmate
Подростковая литератураDia adalah laki-laki paling menjengkelkan yang pernah ada di dalam kehidupanku. Bagaimana mungkin aku bisa sekelas dengannya. Tapi dia menarik. Mungkin saja dia bisa merubah kelas ini menjadi sedikit lain dari bisanya. Ah, tetap saja dia pembuat ona...