Room no.69

4K 271 9
                                    

'Besok pagi, kamu bisa bangunin aku gak? Sekalian aku pengen ngajakkin kamu olah raga ke Senayan..'

Aku hampir aja kesiangan. Padahal aku janji membangunkannya jam 5.30. Tapi aku baru sampai di depan pintu kamarnya jam 6.05.

Tok.. Tok..

Tak butuh semenit, pintu di hadapanku ini langsung terbuka. Dia menyambutku dengan air muka yang sangat sulit untuk kutebak. Apakah ia marah padaku karena telat membangunkannya, atau tidak? Siapa yang tahu, kecuali dirinya sendiri dan Tuhan...

"Jordie juga diajak?"

Aku menggeleng. Tapi aku masih enggan untuk masuk ke dalam kamarnya itu.

"Ngapain? Masuk sini..!"

"Uhhmm, emangnya boleh?"

Dari depan cermin besar itu, dia memandangku tajam. "Boleh, asalkan dengan satu syarat."

"Syarat apa, Kak?"

Dia kembali mendekatiku. Dengan kaos tanpa lengan dan celana trainingnya.

"Kamu harus menciumku. Atau aku yang akan menciummu..." Katanya sambil memegang erat kedua lenganku.

Aku menelan ludah. Hembusan hangat nafasnya itu, menembus bebas indera penciumanku.

"Kenapa, Dir? Kok kamu malah bengong?"

Dia pun melepaskan tangannya. Namun tanpa kuduga, dia menempelkan tangan kanannya tepat di dadaku.

"Sebentar, aku ambil jaket dulu."Ucapnya kemudian.

Kakiku maju perlahan. Memasuki apartemennya. Luasnya sama besar dengan luas apartemenku. Hanya saja keadaannya agak kacau dan berantakkan.

Aku bisa maklum. Namanya juga kamar cowok.

Deg..!

Aku berdiri terpaku di depan meja komputernya. Apakah mataku ini sedang salah lihat atau gimana?

"Itu..."

"Yup. Aku memang sengaja memungutnya dari tempat sampah."

Bola mataku bergulir perlahan. Kak Kenny berbicara dari arah belakang. Kurasakan tubuhnya yang menempel dengan tubuhku.

Dia memungut diariku isinya catatan curhatan konyol isi hatiku, dan juga beberapa fotoku dan juga foto Kak Kenny yang sedang bertanding basket, dengan diam-diam.

"Apa Kakak juga udah..."

Dia membuka laci meja komputernya. Lalu memperlihatkan buku diariku yang sudah berubah warna dan tampak usang itu.

"Kakak baca semua isinya?!!"

Dia tersenyum padaku. Lalu memasukkan kembali buku diariku itu ke dalam lacinya.

"Kita berangkat sekarang. Si Fahmi sama Rengga udah nungguin disana."

Apa yang harus kulakukan sekarang? Jika dia sudah membaca semuanya, itu artinya dia tahu kalau aku ini memang sudah benar-benar gila, dengan mencintai dirinya!

"Cinta emang gak bisa dibohongin, Dir." Dia mulai bicara saat kami sudah duduk di dalam mobilnya. "Kalopun ada orang yang harusnya marah, itu adalah kamu."

"Maafin aku, Kak. Aku tahu yang kulakukan ini salah. Aku janji, gak akan melakukan hal bodoh dan konyol itu lagi."

Mobil Kak Kenny melaju perlahan. Senang rasanya melihat jalanan kosong ibu kota di minggu yang cerah ini.

"5 tahun lebih, kamu menyiksaku, Dira." Tangannya meraih tanganku. Menggenggam erat. "Please, jangan pergi lagi.."

"Kak Kenny.."

A PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang