Dua

50 6 0
                                    

"To the point aja deh, lo ngapain malem-malem gini ke rumah gua?" tanya Safira dengan nada ketus.

"Cuma mau bilangin kalo mulai besok, lo pulang pergi bareng gua," cetus Sendra.

"Tapi–," belum sempat Safira mengakhiri ucapannya, jari telunjuk Sendra sudah menempel di bibir Safira dengan cekatan.

"Ga terima penolakan!" Sendra menyalakan motornya.

"Gua cabut, bye," kemudian ia menghilang dibalik remang nya cahaya lampu jalanan.

***

"Safiraa!" teriak wanita paruh baya sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar anak gadisnya.

"Apa ma?" sahut Safira dengan malas-malasan.

"Buruan bangun! Temennya udah nungguin, tuh!"

Hah? Apa gua ga salah denger?, batin Safira.

"Siapa sih, ma?"

"Itu.. Siapa namanya yaa–Sen..Sendra! Iya, Sendra!"

Sendra? Ngapain dia?, batin Safira lagi.

"Iya, suruh tunggu sebentar. Safira siap-siap dulu!" teriaknya dari dalam.

10 menit dihabiskan oleh Safira untuk menyiapkan diri berangkat sekolah.

Rambut hitam panjangnya digerai rapih dengan poni yang dibelah dua.
Cantik. Satu kata yang mewakilinya.

Ia menyemprot parfum secukupnya ke baju putih seragam sekolah.
Dengan segera, ia berjalan menuruni tangga dan melihat sosok Sendra yang tak berpaling dari ponselnya.

"Dra.." panggilnya.

Sendra menghentikan aktifitasnya. Matanya terpaku dengan wanita di depannya ini.

"Iya, udah?" Sendra dibuat gelagapan oleh Safira.

"Ya lo liat aja! Masa udah rapih begini masih ada yang kurang?" Safira mendelik.

Sendra hanya cengengesan.

"Ma, Safira berangkat ya," ucap Safira sembari mencium tangan mamanya.

"Saya juga tante," sekarang giliran Sendra.

Mama Safira hanya balas tersenyum sambil mengangguk.

***

"Dra, jangan ngebut dong!" pinta Safira.

"Gimana gak ngebut, lo liat dong sekarang udah jam berapa! Lo mau dikunciin depan gerbang terus dipanggil sama BK? gua sih ogah ya urusan sama si Endang!" ocehnya.

Endang itu guru BK di sekolah mereka. Ibu guru gendut, galak, dan sok modis itu memang tidak disukai oleh seluruh siswa siswi SMA mereka. Ya wajar saja kalau Sendra tidak mau berurusan dengan dia.

Karena Sendra sendiripun sudah menjadi tamu langganan Bu Endang.
Secara, Sendra memang biang onar di SMA nya.

Kembali ke jalanan, Sendra menambah kecepatan motornya.

"Sendra! Lo bisa pelan gak sih?" protes Safira.

"Enggak! Lo naek bajaj aja sana kalo mau pelan!" balas Sendra tak kalah ketus.

***

Perkiraan Sendra benar. Pasti gerbang sudah ditutup.

"Pak, bukan dongg. Saya cuma telat 5 menit aja masa gak dibukain.. Please, pakk.. Saya janji gak telat lagi, deh!" Safira merengek seperti anak kecil yang memaksa dibelikan KinderJoy.

Sendra hanya memperhatikan Safira. Sesekali ia tersenyum melihat tingkah Safira.

"Bukain aja pak. Kasian nanti diomelin enyak nye gara-gara kaga sekolah!" kali ini Sendra angkat bicara.

Akhirnya, Pak Tanto–satpam sekolah, membuka gerbang untuk Safira. Dengan senang hati ia masuk kedalam.

Tetapi tidak dengan Sendra. Ia malah kembali naik ke motornya dan menyalakan mesin motor.

"Lah? Lo ga ikut masuk, Dra?" tanya Safira bingung.

"Males. Mending nongkrong di warkop pertigaan!" balasnya acuh.

Deru motor terdengar semakin menjauh. Punggung laki-laki yang dinobatkan sebagai biang onar itupun lama kelamaan ikut menghilang.

***

"Eyy bos besar dateng!" sahut Niko saat melihat Sendra.

"Kemana aja lo? Baru keliatan!" sambung Edo–teman sepertongkrongan Sendra.

"Biasa, sibuk meeting kesana kemari! Maklum, orang penting!" jawab Sendra asal.

"Orang penting palalo gendut!" jawab Oji sambil menempeleng kepala Sendra.

Mereka tertawa.

Sendra mengeluarkan 4 batang rokok dari saku celananya. Kemudian membagi rata untuk dia, Edo, Niko, dan Oji.

Sendra menghisap rokoknya dengan santai.

"Oh iye, gimana hubungan lo ama si Safira?" tanya Niko tiba-tiba.

Karena ucapan Niko, otomatis Oji dan Edo melongo.

"Cewek mane lagi yang elo peletin?"

"Pelet-pelet bapak lo gua pelet sini! Sembarangan aje kalo nyerocos!"

"Tiap hari cewek lo gonta ganti mulu!" Oji berkomentar.

"Sekate-kate lo ye! Ini juga gara-gara Niko!" protesnya.

Niko hanya tertawa.

Ya begitulah isi candaan tongkrongan warkop pertigaan. Tidak ada kata munafik disini.

Bagi Sendra, kawan adalah harga mati. Pertemanan adalah hal teratas diatas segalanya.

***

Keep vomments!

ARANDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang