Tuk!
Suara dari luar jendela membuat konsentrasi Safira terganggu. Awalnya ia tidak merespon sebelum ketika suara itu semakin terdengar seperti ketukan.Safira terlonjak kaget saat membuka lebar-lebar gorden kamarnya. Orang yang selama ini hadir tiba-tiba di hidupnya, orang yang selama ini menghantui pikirannya—Sendra Mahardika. Iya, dia disana. Tepat di depan wajah Safira. Hanya kaca jendela yang membatasi keduanya.
Senyuman manis terukir menawan di wajah sang pemilik. Baju khas anak SMA—Putih abu abu—masih melekat di badannya. Ditambah dengan dasi acak-acakan dan rambut berantakan. Dialah pemilik gelar Pentolan SMA Pelita.
Safira dibuat terpaku olehnya. Matanya tak bisa berhenti memandang manusia tampan didepan nya. Jantungnya seolah hendak keluar dari tempatnya, nafasnya menjadi tidak stabil dan diam-diam ada perasaan senang dalam dirinya. Sampai lupa membuka jendela.
"Lo ngapain disini?" tanya Safira.
"Nganterin ini," Sendra mengeluarkan beberapa bungkus coklat dari sakunya. "Gua tau lo shock banget sama kejadian di sekolah tadi." senyumnya mengembang lagi.
Sendra menempelkan punggung tangan nya ke dahi Safira. Hangat.
"Lo istirahat ya biar gak sakit. Besok gua jemput."Senyum lagi. Kenapa sih nih orang demen banget bikin gua sport jantung?, batin Safira.
"Saf?"
Safira tersadar dari lamunan.
"Ah-iyaa. Makasih ya Sen. Lo balik gih udah malem!"
"Iyaa. Gua pamit!" Sendra menahan langkah kakinya. Kepala nya menengok sedikit ke arah Safira.
"Bilangin bunda, kalo malem jangan lupa kunci gerbang. Serem kalo ada maling yang tiba-tiba masuk. Mending kalo maling nya ganteng kayak gua."
Kalimat terakhirnya diselingi tawa garing yang malah terlihat manis di mata Safira.
"Udah elah gausah pangling gitu!"
***
Mata Sendra melirik-lirik dengan jeli. Menunggu jawaban dari teman-teman nya.
"Sendra! Mata kamu genit banget ya minta dicolok!" guru matematika berparas cantik itu hampir menusukkan jari nya ke mata Sendra. Untung saja Sendra menunduk.
"Yaelah bu.. bilang aja mau di genitin sama saya!"
ting! Sendra mengedipkan sebelah matanya.
"Sendra!"
"Ibu mau? Sini bu deketaaaaaan!"
Seisi kelas pun ricuh.
"GAS POLLL SEN!"
"JANGAN KASIH KENDORR!""Sudah! Semua kembali fokus!"
"Gimana mau fokus kalo ibu aja bikin saya wik wik!" goda Sendra dengan wajah mesum yang malah mirip kecoa penyet.
"SENDRAAA!!!!!"
***
"Aku mau ada kerja kelompok. Kamu pulang duluan aja," ucap Safira.
Cowok jangkung berstatus ketua osis itu muncul dari balik tembok pembatas tempat parkir.
Ia melirik Sendra sekilas dan menggandeng tangan Safira."Kerja kelompok? Sama dia?" Sendra menunjuk dengan gerakan bola matanya yang sinis. "Berdua?"
Safira mengangguk pelan.
"Ayo Saf," Aldi menarik pelan tangan Safira.
"Eh lo siapa bos? Main tarik tangan orang sembarangan! Lo liat gak dia lagi ngomong sama gua?" ucap Sendra dengan nada menusuk.
Aldi hanya menghela nafas tanpa berkutik. Karena ia tau apa yang akan terjadi jika ia tidak bisa mengontrol emosi nya.
"Sana kerja kelompok. Gua tungguin!"
"Nggak usah Sen. Aku bisa pulang sendiri kok!"
"Alah bilang aja lo mau berduaan ya kan? Yaudah iya deh, gua tinggal!" Sendra melempar senyum sinis.
"Bukan gitu Sendra."
"Ngerti kok gua!"
"Sen, lo bisa gak sih dengerin si Safira bentar?" Aldi yang sudah jengah melihat kelakuan Sendra daritadi—akhirnya angkat bicara juga.
"Bacot lo!"
Hampir satu pukulan mendarat di pipi Aldi. Tapi Safira sudah menahan nya duluan.
"Gausah ribut!" Safira menengahkan keduanya. "Ayo Di."
Sialan! -Sendra
***
Vomments!:*
KAMU SEDANG MEMBACA
ARANDRA
Teen FictionBagaimana bisa permainan semacam "Truth or Dare" mengubah takdir cinta seseorang? Tapi bagi Safira dan Sendra, permainan konyol itu lah yang mempertemukan cinta sejati mereka. Kalian pernah dengar istilah "Cinta akan datang karena terbiasa" ? Apa...