Delapan

45 3 0
                                    

Dua orang perempuan berseragam SMA itu berjalan dengan langkah cepat menyusuri koridor sekolah dengan beberapa tumpuk buku yang ia dekap di depan dada nya.
Kedua nya memasuki ruang guru dan setelahnya keluar menuju ruang kelas.

Sementara di rooftop sekolah, sekumpulan geng Drakkar–Sendra, dkk–sedang bersantai ria sambil saling melempar celotehan ngawur khas mereka.

Sendra membakar ujung rokok nya, membiarkan asap menari-nari ditemani angin sejuk pagi hari. Ia menghisap rokoknya dengan santai dan menghembus nya dengan perlahan.

Berandalan itu menyesap kopi hitam yang masih panas dengan sekali teguk.
"Anjir!" ia mengecap lidah nya guna menghilangkan rasa panas dari kopi tersebut.

Oji menoleh dengan terheran-heran.
"Masih pagi udah begini aja."

Suara langkah kaki menghentikan aktivitas mereka. Sendra membuang puntung rokoknya dan menginjaknya dengan kasar.

"Kalian sedang apa?!" suara khas guru BP menggelegar dari dalam gedung sekolah. Bu Endang, siapa lagi kalau bukan dia yang gencar sekali menciduk Sendra.

"Ah ibu! Saya kira siapaaa! Sayang banget kan tuh rokok saya, masih panjang juga!" protes Sendra.

Bu Endang melototi Sendra sambil menggeleng-geleng melihat tingkah Sendra.
"Yang lain kembali ke kelas!"
"Kecuali Sendra."
Semua anggota Drakkar pun tersenyum meledek kepada Sendra sementara Sendra hanya membalas dengan tatapan anjir lo ya semua!.

"Sendra, ayo ikut ibu." ucap Bu Endang sambil menjewer telinga Sendra sampai kemerahan.

"Kemana buuuu?" tanya Sendra sambil meringis kesakitan.

"Liburan!"

"Wahh ibu tumben baikk!" Sendra bersorak heboh. "Emang liburan kemana bu?"

"Ruang BP!"

Seketika, raut wajah Sendra berubah.

***

"Fiiiraaaa!" teriak Aldi ketika sampai di ambang pintu kelas Safira.

"Nyari Safira, kak?" suara lembut milik Anita menyambut sapaan Aldi.

"Iya nih! Safira mana ya?"

"Udah ke kantin duluan kak. Tadi disamper Sendra kesini," balas Anita.

Ck! Keduluan lagi sama bocah berandalan itu!
Rahangnya mengeras, tangan nya tiba-tiba mengepal. Ia sangat benci mendengar nama Sendra.

"Oh. Makasih ya nit!"

Kemudian ia melongos keluar dan hendak menemui Safira.

***

Safira menelan bakso terakhirnya dan meneguk es teh manis nya dengan terburu-buru.

"Gausah buru-buru gitu. Nanti keselek, gua yang repot," ucap Sendra sambil terkekeh.

Safira berdiri dan hendak melangkah pergi tetapi tangan Sendra sudah sigap menahannya.

Ia menggerakan bola matanya ke kursi tepat di depannya. Menyuruh Safira duduk dengan bahasa mata nya. Safira hanya menurut tanpa berucap.
Semenjak kejadian di gudang waktu itu, ia lebih menjadi pendiam dan meregangkan jarak dengan Sendra. Tetapi hasilnya nihil. Sendra tetap mendekatinya.

Sendra menatap lekat-lekat wajah Safira. Mata mereka saling bertemu. Sendra tak peduli banyak orang yang memperhatikan mereka.
Safira yang tak pernah ditatap intens seperti itu, merespon dengan pipinya yang merona merah muda.

Ia membenarkan posisi kacamatanya. Tetapi Sendra malah melepasnya, dan melepas ikat rambut Safira, membiarkan rambut hitam panjangnya tergurai bebas. Kemudian ia menangkup pipi Safira dan mengelusnya.
"Lo lebih cantik kalau kayak gini."

Tanpa sadar, Safira tersenyum yang membuat pipinya semakin terlihat merah.
Beberapa anak di kantin yang mendengar pujian yang keluar dari mulut Sendra menjerit-jerit gemas. Sedangkan seorang lelaki yang sedari tadi memerhatikan mereka, menampakkan wajah tidak suka.

"Liat aja nanti, Sendra Mahardika." ucapnya sambil tersenyum sinis kemudian melangkah pergi meninggalkan kantin.

***

Safira merogoh saku roknya, mencari kunci loker yang ia masukkan tadi. Setelah menemukan, ia membuka lokernya dan dengan mata yang membulat, ia mengeluarkan sesuatu yang tidak pernah ia lihat atau ia letakkan di dalam lokernya.

Mawar merah? dari siapa?

Kemudian ia membaca surat yang terselip di bunga mawar yang tadi ia temukan.

"Good morning princess! Have a nice day!:)"

Siapa yang ngirim ginian?

Safira terlihat kebingungan dan ia memilih meletakkan kembali bunga dan surat tersebut.

Laki-laki bertubuh jangkung di seberang sana terlihat tersenyum puas karena ide nya berhasil.
"You will be mine, Fir." ucapnya dengan nada lirih.

***

Need vomments!;)

ARANDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang