Part 1

1.6K 117 0
                                    

I got all I need when I got you and I
I look around me, and see a sweet life
I'm stuck in the dark but you're my flashlight
You're getting me, getting me through the night

Lagu dari Jessy J yang berjudul flashlight itu terdengar oleh Latisha yang sibuk dengan tugas akhirnya. Sebagai mahasiswa tingkat akhir, dia sudah biasa berteman dengan laptop, berkas skripsian serta kopi yang membuat matanya selalu melek meski jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari.

Latisha mengambil ponselnya yang berdering, ia memang memilih lagu berjudul flashlight itu sebagai nada deringnya. Lebih tepatnya nada dering khusus untuk seseorang.

Bukan, orang itu bukan pacar atau gebetannya. Orang itu adalah Gandhi yang berstatuskan sahabatnya namun tidak peka dengan perasaan yang dimiliki oleh Latisha.

"Halo, Dhi." Sapa Latisha, mengesampingkan laptopnya untuk sementara waktu. Karena mendengar suara Gandhi lebih membuatnya tertarik dan bahagia tentu saja.

Gandhi berdecak. "Udah jam 2 dan lo belum tidur. Bagus ! Sering-sering aja gini. Biar badan lo tinggal kulit pembalut tulang." Ucapnya sewot.

Latisha refleks tersenyum. Omelan dari Gandhi selalu membuatnya merasa bahwa pria itu mengkhawatirkannya dalam artian yang berbeda, meski kenyataannya pria itu hanya khawatir karena menganggap Latisha sebagai sahabat cewek satu-satunya yang harus ia jaga. Tidak lebih. Karena apa ? Karena Gandhi memiliki kekasih yang dipacarinya selama tiga tahun terakhir.

"Gue mahasiswa tingkat akhir sekarang. Jadi, begadang udah jadi temen baik gue." Ucap Latisha.

"Gak gitu juga ya Sha. Lo tetep harus istirahat. Lagian, fisik lo ga sama kek orang-orang normal yang kuat begadang tiap hari." Balas Gandhi.

"Jadi menurut lo gue gak normal ?" Tanya Latisha dengan nada merajuk.

Gandhi terkekeh pelan. "Nah itu lo sadar."

"Nyebelin lo !" Ucap Lathisa ketus. "Lagian lo ngapain sih nelponin gue jam segini ?"

"Ah iyaa, gue sampe lupa. Gini, gue mau minta maaf karena besok gak bisa nganterin lo buat bimbingan. Tadi Friska tiba-tiba nelpon minta ditemenin ke acara kondangan temennya. Maaf ya Sha, padahal gue udah janji duluan sama lo."

Latisha diam seraya tersenyum getir. Ia sudah biasa diperlakukan seperti ini. Bukan ia yang meminta Gandhi untuk mengantarkannya bimbingan, melainkan pria itu sendiri yang menawarkan diri. Dan membuat Latisha merasa senang dan tidak sabar untuk bertemu pria itu.

Namun selalu seperti ini jika tiba-tiba Friska, pacar dari Gandhi juga meminta ditemani oleh pria itu. Ia akan membatalkan janjinya dengan Latisha begitu saja. Seolah wanita itu tidaklah berarti apa-apa.

"Sha, lo marah ya ?"

"Tisha..." panggil Gandhi lagi saat Latisha tidak kunjung menjawab ucapannya.

Latisha menghela napas. "Gak papa kalik Dhi. Gue kan bisa pesen gojek. Gampang mah itu." Ucap Latisha pelan. Berusaha menutupi kesedihannya.

"Syukur deh. Gue fikir lo bakalan marah sama gue."

Latisha tertawa pelan. "Ngapain juga gue mesti marah sama lo. Gak usah lebay deh. Udah ah, gue mau lanjut skripsian nih."

"Iya-iya. Lo jangan tidur subuh ya. Mending lo tidur sekarang deh. Dilanjut besok aja." Ucap Gandhi lagi, seolah tidak terjadi apa-apa. Padahal baru saja ia mematahkan harapan gadis itu, untuk kesekian kalinya.

"Bawel ah lo." Balas Latisha. "Gue matiin ya Dhi." Ucapnya lalu mematikan sambungan telepon duluan.

***

Pukul 15.00, Latisha sudah berada didepan ruangan dimana dosen pembimbingnya berada didalam sana. Meski sudah berkali-kali berada disini, ia masih saja merasa asing karena ini bukanlah kampus dimana ia belajar.

Dosen pembimbing Latisha memang mengajar dibeberapa universitas dikota ini, dan ia akan membuat janji temu dikampus mana saja yang ia inginkan.

Toh, dia dosennya dan dia lebih berhak menentukan.

Setengah jam berlalu, dan belum ada tanda-tanda bahwa Latisha akan dipanggil karena didalam masih ada mahasiswa lain yang sedang bimbingan.

"Mau bimbingan juga ?" Tanya seorang pria yang duduk disebelah Latisha.

Latisha menoleh. "Eh...iya." Jawabnya pelan.

Pria itu mengangguk. Diam sebentar lalu mengulurkan tangannya. "Gue Kalandra. Biasa dipanggil Kala." Ucapnya.

Latisha mengernyit heran. Menatap datar kearah tangan pria yang bernama Kalandra tersebut lalu menatap mata sang empunya tangan.

Meski merasa heran, ia tetap menerima uluran tangan Kalamdra. "Latisha." Jawabnya pelan.

"Nama yang cantik." Ucap Kalandra pelan.

"Heh ?"

Kalandra menggeleng pelan. "Giliran lo tuh." Ucapnya seraya menunjuk kearah pintu yang memperlihatkan seseorang yang keluar dari sana. Dan itu berarti sekarang giliran Latisha untuk bertemu dosen pembimbingnya.

"Oh. Iya. Gue duluan ya, Kala." Ucapnya pelan yang diangguki oleh Kalandra.

***

Latisha menunggu gojek yang ia pesan lima menit yang lalu seraya meratapi berkas sripsiannya yang baru saja dicoret-coret oleh pembimbingnya. Meski begitu ia tetap bersyukur. Tidak masalah, yang penting ada sedikit progress. Ya sedikit saja.

"Lho belum pulang ?"

Latisha menoleh dan mendapati Kalandra berdiri dibelakangnya.

Latisha menggeleng. "Lagi nunggu gojek." Ucapnya pelan. "Lo udah kelar bimbingan ?" Tanyanya penasaran, karena pria itu menghabiskan waktu yang sangat singkat untuk bimbingan.

Kalandra mengedikkan bahu. "Ya gitu deh."

"Kok cepet ?" Tanya Latisha lagi, kali ini dengan nada tidak terima.

Kalandra tertawa pelan. "Karena gue pinter." Ucapnya, membanggakan diri sendiri.

Latisha mencibir.

"Lha, gak percaya. Mau bukti ?" Tawar Kalandra, lalu ikut duduk disamping Latisha.

Latisha menyipitkan matanya. Masih menatap curiga. "Mana buktinya ?" Tanyanya, melupakan fakta bahwa ia baru saja bertemu pria itu beberapa saat yang lalu.

Kalandra menyerahkan berkas tebal yang dibawanya. "Silahkan baca baik-baik. Atau perlu gir bacain ?"

Latisha menerima berkas tersebut lalu memekik pelan. Tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Lo udah disuruh jilid ?" Tanyanya histeris.

Kalandra memainkan kedua alisnya. "Kan udah gue bilang kalo gue itu pinter."

Lagisha mengerucutkan bibirnya. "Gue jadi iri sama lo." Ucapnya lalu menghela napas.

"Ngapain iri. Lo gak tau aja berapa lama gue ngerjain ni skripsi."

"Berapa lama emang ?" Tanya Latisha lagi.

"3 semester." Jawab Kalandra seraya menyengir.

Latisha tanpa sadar langsung memukul lengan Kalandra. "Pinter dari hongkong !" Ucapnya sewot.

Lalu perhatian Latisha teralihkan karena ponsel wanita itu berdering.

"Gue balik duluan ya, Ka. Abang gojeknya udah dateng." Ucap Latisha sambil tersenyum tipis.

Kalandra mengangguk pelan. Lalu menatap punggung Latisha sambil tersenyum.

***

Bersambung

Halo.
Bantu subscribe dan like channel youtube aku dong.
Makasih 🤗

Kalandra & LatishaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang