Tepat satu minggu pasca Latisha menemui Kalandra di apartemen pria itu. Hingga saat ini, ia belum bertemu dengan pria itu lagi. sementara hubungan mereka ? Latisha tidak tahu harus mendeskripsikan bagaimana.
Malam itu, Kalandra mengucapkan kata maaf. Entah untuk apa. Latisha tidak bisa memahaminya. Lagipula, pria itu dibawah pengaruh alkohol saat itu. Jadi ia menganggap apapun yang Kalandra katakan belum bisa ia terima dengan jelas.
Dia butuh bicara berdua dengan pria itu. Dalam keadaan normal. Namun dia tidak tahu harus bagaimana memulainya. Dia tidak punya keberanian lagi untuk menemui Kalandra tiba-tiba. Dia memutuskan untuk menunggu pria itu yang menghubunginya. Meski ia juga tidak yakin apakah Kalandra akan menghubunginya.
Latisha mematikan laptop lalu membereskan berkas-berkas yang ada diatas meja. Dia sedang berada diperpustakaan untuk mengerjakan tugas akhir miliknya, ditemani oleh Gandhi, seperti biasa.
"Lho, udah mau pulang ?" Tanya Gandhi. Ia melirik jam tangan yang berada di pergelangan tangannya. "Masih jam 3, tumben banget udahan." Ucapnya lagi.
Latisha memang terlihat berbeda dari biasanya. Wanita itu terlihat lebih murung dan tidak fokus dengan apa yang ia kerjakan. Sebagai sahabat, Gandhi sudah mencoba bertanya. Namun sepertinya Latisha sedang tidak ingin membahas apapun yang mengganggu fikiran wanita itu.
Latisha mengangguk pelan. "Pusing banget gue. Lagi gak mood. Gue lebih butuh kasur ketimbang ngeliatin berkas-berkas ini."
"Gue anter pulang ya ?" Tawar Gandhi.
Latisha menggeleng. "Gak usah Dhi. Gue lagi pengen pulang sendiri hari ini. Gak papa kan ?"
Gandhi mengangguk paham. "Hati-hati pulangnya."
***
Latisha menyusuri lorong-lorong kampus sambil sesekali menjawab sapaan beberapa mahasiswa yang ia kenal. Gerbang utama adalah tujuannya. ia berniat untuk pulang ke kosan.
Ponsel Latisha berdering. Mengambil ponsel dari kantong celananya, lalu sontak berhenti melangkah saat nama Kalandra tertulis dilayar ponsel. Sudut bibirnya refleks terangkat, membentuk sebuah senyuman tipis. Sejujurnya, ia merasa bahagia. Meski tidak tahu apa tujuan pria itu menghubunginya. Tanpa membuang banyak waktu, Latisha langsung menerima panggilan tersebut.
"Halo." Sapa Latisha, dengan nada yang diusahakan datar.
"Sha, lagi dimana ?" Tanya Kalandra, tanpa menjawab sapaan Latisha.
"Kampus, kenapa ?"
Terdengar helaan napas lega diujung sana. "Aku didekat gerbang kampus kamu. Bisa samperin kesini ?"
"Oke, aku kesana sekarang."
"Aku tunggu ya, Sha."
Begitu panggilan telepon terputus, Latisha mempercepat langkahnya. Ia ingin segera bertemu dengan Kalandra. Dia merindukan pria itu. Sangat.
Begitu sampai digerbang kampus, Latisha dengan mudah menemukan mobil Kalandra yang terparkir tidak jauh dari gerbang. Ia mendekat ke mobil tersebut, mengetuk pelan kacanya. Lalu masuk kedalam mobil saat Kalandra membukakan pintu dari dalam.
"Hai." Ucap Latisha, sedikit canggung.
"Kamu ada kegiatan lain ?" Tanya Kalandra.
Latisha menggeleng.
"Oke kalau gitu." Ucap Kalandara, lalu mulai menghidupkan mesin mobil. Perlahan, mobil miliknya mulai turut serta menambah kemacetan dijalanan.
"Kita mau kemana ?" Tanya Latisha.
Kalandra mengedikkan bahu. "Jalan-jalan ?"
Latisha mengangguk, ia mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Masih merasa canggung berduaan dengan pria itu.
Tiga puluh menit kemudian, Kalandra memberhentikan mobilnya di salah satu kawasan wisata yang terkenal dengan keindahan pantainya. Latisha menurut saat Kalandra membukakan pintu mobil lalu mengajaknya berjalan menyusuri pinggiran pantai.
"Duduk disana yuk ? kamu keliatan capek." Ajak Kalandra yang diangguki oleh Latisha. Pria itu benar, ia merasa lelah. Lagipula dia berniat untuk pulang dan tidur dikosan sebelum pria itu menghubunginya.
Kalandra dan Latisha duduk di kursi yang disediakan oleh kafe-kafe yang berjejer didekat pantai. Latisha langsung menyandarkan badannya begitu ia duduk di kursi tersebut.
Kalandra tersenyum, ia mengulurkan tangannya lalu mengacak pelan rambut Latisha. "Capek banget ya." Ucapnya.
Latisha menoleh, senyum Kalandra menular padanya. Ia juga tersenyum kepada pria itu. "Sebenernya capeknya lumayan ilang begitu ngeliat kamu."
Kalandra tergelak. "Udah pinter gombal nih kayaknya."
Latisha menggeleng. "Aku serius." Ucapnya lalu kembali menatap laut. Meski sunset masih lama, ia cukup puas dengan pemandangan didepannya. Melihat ombak yang bergantian menyapu bibir pantai membuatnya tenang.
"Sha, tunggu disini bentar ya. Aku pesen minuman sama makanan buat kita dulu." Ucap Kalandra, tiba-tiba.
Latisha mengangguk. Membiarkan Kalandra yang meninggalkannya sendirian. Banyak pertanyaan yang berada dibenaknya sekarang. Perihal hubungan mereka tentu saja. Bagi Latisha, hubungan mereka belum bisa dikatakan baik-baik saja pasca pertemuan mereka satu minggu yang lalu. Namun sepertinya Kalandra tidak berniat membahas kejadian tersebut. Dia pun juga tidak punya keberanian untuk membahasnya.
Kalandra datang beberapa saat kemudian. Pria itu meletakkan sebuah kotak berukuran sedang didepan Latisha.
"Apa ini ?" Tanya Latisha, heran.
"Buka aja."
Latisha mengambil kotak tersebut, lalu membukanya. Dahinya kembali berkerut. Ia mengambil barang yang ada didalam kotak tersebut lalu mengangkatnya.
"Ini gaun buat aku ?"
Isi kotak itu adalah gaun semi formal berwarna hitam dengan payet-payet cantik dibagian leher dan pinggang gaun tersebut.
Kalandra mengangguk.
"Tapi, kenapa ? Maksudnya, aku gak ngerasa lagi ulang tahun hari ini."
Kalandra terkekeh. Lalu kembali mengacak rambut Latisha. Ia gemas melihat raut wajah wanita itu.
"Sha, sebelumnya aku mau minta maaf sama kamu atas kejadian satu minggu yang lalu. Aku dibawah pengaruh alkohol. Aku bahkan gak inget apa yang aku omongin kekamu malam itu, namun satu hal yang pasti. Aku udah nyakitin kamu. Satu minggu ini aku banyak berfikir. Tentang kamu dan hubungan kita tentu saja."
Latisha menghela napasnya. Menunggu dengan was-was apa yang akan diucapkan Kalandra selanjutnya.
Kalandra menggenggam tangan kanan Latisha dengan tangan kirinya. Mengelus jemari wanita itu lalu menatap Latisha dengan lembut. "Minggu depan aku wisuda. Kamu masih mau kan dateng ke wisuda aku, sebagai pendamping aku dan menggunakan gaun ini ?"
Latisha terdiam. meski bukan kata-kata romantis namun ajakan Kalandra barusan menyentuh tepat kebagian relung hatinya. Ia menatap jemari mereka yang bertautan. Lalu beralih menatap Kalandra yang menunggu jawabannya.
Latisha tersenyum. Ia mengangguk kecil. "Aku mau Ka. Aku minta maaf karena udah nyakitin kamu juga. Perihal Gandhi, aku udah gak punya perasaan apa-apa lagi sama dia."
Kalandra tersenyum. "Aku tahu."
"Kamu percaya sama aku ?"
Kalandra mengangguk, mantap. "Tentu saja. Jadi, kita berbaikan sekarang ?"
Latisha tersenyum sumringah. Ia kembali menatap tautan tangan mereka. "Iya. Kita berbaikan. I Love you, Ka." Ucapnya dengan malu-malu.
"I Love you too, Sha."
***
Tamat ~