Part 8

585 98 17
                                    

"Gugup ?" Tanya Latisha kepada Kalandra.

Hari ini adalah ujian komprehensif Kalandra. Sesuai jadwal, ujian akan dimulai dua puluh menit lagi. Dan sejak pagi, Latisha turut serta menemani Kalandra dan mempersiapkan apapun kebutuhan bagi pria itu.

Kalandra mengangguk. "Lumayan." Jawabnya singkat.

Latisha tersenyum tipis. Ia tahu bahwa Kalandra sangat gugup namun berusaha untuk menutupinya. Pria itu berubah menjadi pendiam sejak tadi pagi.

Latisha mengelus pelan punggung tangan Kalandra, lalu beralih menyelipkan jari jemarinya disela-sela jemari pria itu. "Aku yakin kamu bisa melalui ujiannya dengan baik."

Kalandra menatap tangannya, lalu tersenyum lebar. "Makasih sayang." Ucapnya, menatap Latisha penuh cinta serta mengelus kepala wanita itu.

Ponsel Latisha berdering, nama Gandhi tertulis disana. Ia langsung menerima panggilan pria itu.

"Halo, Dhi." Sapanya.

"Sha, lo dimana ?" Tanya Gandhi langsung, nada suaranya terlihat gusar.

"Gue dikampusnya Kala. Kenapa ? Lo baik-baik aja ?" Latisha bertanya dengan nada khawatir.

Kalandra menatap Latisha. Memperhatikan raut wajah wanita itu. Sejujurnya ia merasa tidak suka dengan kedekatan Latisha dan Gandhi. Karena walaubagaimanapun, dia pernah melihat raut wajah terluka wanita itu saat Gandhi membatalkan janji mereka.

Namun meski begitu, Kalandra memilih untuk diam selama kedekatan mereka masih belum mengganggu hubungannya dengan Latisha.

"Gue kecelakaan, gak sengajak nyerempet orang."

"Lo serius ?"

"Yakalik nyerempet orang gue becandain."

"Lo dimana sekarang ?"

"Rumah sakit."

"Ya udah, ntar lagi gue kesana." Ucap Latisha, lalu mematikan sambungan telepon.

Latisha menatap Kalandra, ia berencana untuk meminta izin kepada pria itu. Namun Kalandra lebih dulu berbicara.

"Kamu mau nyusulin dia ke rumah sakit ?" Tanyanya langsung.

Latisha memasang wajah memelasnya. "Dia kecelakaan Ka. Aku harus kesana."

"Harus ? Orangtuanya disini kan ? Terus, dia juga punya pacar. Kenapa kamu HARUS kesana ?" Tanya Kalandra lagi, menekankan kata harus yang membuat emosinya sedikit tersulut.

Latisha terdiam. Ucapan Kalandra benar. Namun dia hanya ingin memastikan apakah sahabatnya itu benar baik-baik saja.

"Kamu tetap ingin pergi ?" Kalandra kembali bertanya saat melihat Latisha yang diam, namun terlihat jelas diwajah wanita itu bahwa ia ingin pergi menemui Gandhi.

Latisha mengangguk pelan. "Aku janji bakalan balik lagi kesini. Sebelum kamu keluar dari ruangan, aku pastiin udah berada disini."

"Terserah kamu !" Jawab Kalandra ketus, lalu beranjak. Meninggalkan Latisha yang merasa bersalah padanya.

***

Kalandra menyalami dosen pengujinya lalu mengucapkan terimakasih. Ia merasa bahagia karena dinyatakan lulus ujian. Dan itu berarti sebentar lagi ia akan diwisuda.

Sambutan yang meriah langsung didapat Kalandra saat ia keluar dari ruangan ujian. Ia menerima banyak ucapan selamat dari teman-temannya.

"Selamat bro,"

"Selamat ya Kala."

"Wah bentar lagi wisuda nih."

Ucapan-ucapan itu dibalas Kalandra dengan semangat. Raut wajah bahagia tidak hilang sedikitpun dari wajahnya. Namun saat ia melihat Latisha, raut wajahnya berubah. Ia masih merasa kesal karena wanita itu tetap pergi menemui Gandhi.

Kalandra mengabaikan Latisha, ia sibuk bercanda dengan teman-temannya. Namun tidak lama, teman-teman Kalandra mulai menjauh. Sepertinya mereka sadar akan kecanggungan yang terlihat diantara Kalandra dan Latisha.

"Ka." Panggil Latisha pelan. Ia mendekati Kalanda.

Kalandra menatap Latisha datar.

"Gimana ujiannya ? Sukses kan ?"

Kalandra mengangguk. "Sukses kok." Jawabnya singkat.

"Selamat ya, Ka."

"Kamu mau kekampus atau pulang kekos. Aku anter. Habis itu aku ada janji sama temen." Ucap Kalandra, mengabaikan ucapan selamat dari Latisha.

"Kamu mau kemana ?"

"Belum tau."

"Aku naik gojek aja." Ucap Latisha. Ia tahu Kalandra masih marah padanya. Jadi dia berusaha untuk tidak membuat pria itu semakin kesal.

"Aku anter !" Tegas Kalandra.

"Tapi..."

"Kenapa ? Kamu mau Gandhi aja yang jemput kamu, gitu ?" Emosi Kalandra kembali tersulut.

"Enggak gitu, Ka."

Kalandra menghembuskan napas kesal. "Aku gak ngerti ya Sha sama kamu. Sebenernya kamu sayang gak sih sama aku ?"

"Aku sayang sama kamu." Jawab Latisha cepat.

"Lebih sayang mana sama aku atau sahabat kamu itu ?"

Latisha mengernyitkan dahi. "Kamu apa-apaan sih. Pertanyaan macam apa itu."

"Kamu yang apa-apaan. Bisa-bisanya kamu tetap pergi menemui dia sementara aku disini mau ujian. Kamu mikir gak sih gimana perasaan aku ? Aku mau ujian komprehensif, dan kamu malah bikin fokus aku terbagi karena mengkhawatirkan kamu !" Kalandra menatap mata Latisha. "Asal kamu tahu, dari awal aku tahu pasti gimana perasaan kamu sama dia. Aku fikir kamu bakal berhenti berharap sama pria itu. Tapi sepertinya aku salah. Kamu masih memprioritaskan dia ketimbang aku."

"Ka, cukup Ka. Kamu salah paham."

"Iya, aku salah paham. Harusnya aku paham gimana perasaan kamu sama dia. Sepertinya aku gak berarti apa-apa buat kamu. Aku kecewa sama kamu, Sha."

Kalandra beranjak meninggalkan Latisha. Dia takut, salah satu dari mereka akan terluka jika pertengkaran ini diteruskan. Ia juga takut tidak bisa mengontrol kata-katanya.

Sementara Latisha hanya diam melihat kepergian Kalandra. Dia tidak menyangka bahwa Kalandra akan semarah itu. Dan dia juga tidak menyangka bahwa Kalandra mengetahui perasaannya kepada Gandhi, dulu.

Latisha ingin menjelaskan kepada Kalandra bahwa ia tidak lagi mencintai Gandhi. Hanya Kalandra yang ia cintai. Bukan Gandhi atau pria manapun.

Dia masih punya kesempatan untuk menjelaskannya kan ?

***

Bersambung ~

Kalandra & LatishaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang