"Masih banyak revisian lo ?" Tanya Gandhi seraya mencomot tahu isi didepannya.
Latisha menoleh sekilas lalu kembali fokus menatap layar laptopnya. "Lumayan nih. Masih stuck di bab II." Jawabnya.
Gandhi mendekat, menatap layar laptop Latisha lalu menepuk pelan pundak wanita itu. "Gue turut prihatin."
Latisha balas menoyor kepala Gandhi. "Lo yang harusnya prihatin sama diri lo sendiri. Mending gue yang udah tinggal skripsi. Sedangkan lo masih ada matakuliah yang belum lulus." Ejeknya.
Gandhi memasang tampang memelasnya. Pura-pura merajuk. "Tega banget lo sama gue. Ntar kalo gue udah skripsi, lo yang kerjain ya." Pintanya penuh harap.
"Ogah gue !" Tolah Latisha, mentah-mentah.
"Pelit banget lo. Sama gue juga."
"Lha, emang lo siapa ?"
Gandhi menepuk dadanya. "Gue adalah Gandhi, sahabat lo satu-satunya. Orang yang rela nganter jemput lo meskipun hujan badai. Orang yang rela duit jajannya habis karena ngejajanin lo. Orang yang bantuin bohong ke orangtua lo kalo lo lagi males pulang kampung. Orang yang..."
Latisha membekap mulut Gandhi. Sebelum pria itu mengoceh lebih banyak dan berakhir dengan mempermalukan mereka berdua. Karena saat ini, orang-orang yang berada dikantin mulai tertarik dengan pembicaraan mereka.
Ponsel Gandhi berdering. Latisha sempat melirik dan melihat nama Friska berada dilayar ponsel tersebut. Dan tanpa sadar, ia menghela napas berat.
"Ya sayang." Sapa Gandhi, yang seketika membuat mood Latisha menjadi buruk.
"Aku lagi sama Tisha nih. Iya-iya, nanti aku jemput."
"Iya sayang. Ya udah. Bye."
Begitulah penggalan percakapan yang terdengar oleh Latisha.
"Sha, lo dikampus sampai jam berapa ?" Tanya Gandhi, setelah memasukkan ponselnya kedalam kantong celana.
Latisha mengedikkan bahu. "Belum tau. Kenapa emang ?" Tanyanya tanpa menatap pria itu. Ia masih dalam tahap menetralkan perasaannya pasca mendengar betapa romantisnya panggilan dari Gandhi terhadap Friska.
Meski ia seringkali mendengar hal itu, tetap saja membuat hati Latisha berdenyut nyeri.
"Gue mau jemput Friska jam 4. Kalo lo mau pulang sebelum jam itu, biar gue anterin lo pulang dulu. Tapi kalo lo pulang lama mah terpaksa pesen gojek."
"Gue pesen gojek aja." Ucap Latisha singkat.
"Ya udah kalo gitu." Balas Gandhi, masih tidak peka dengan perubahaan mood Latisha.
***
Latisha menyusuri gedung salah satu universitas dimana dosen pembimbingnya sedang ada jadwal mengajar disini. Sebenarnya dia tidak ada jadwal untuk bimbingan hari ini, hanya saja dia ingin menanyakan sesuatu tentang revisian yang kemaren. Ada beberapa tulisan dosen pembimbingnya yang tidak bisa ia baca, dan ia juga lupa untuk mencatatnya di buku lain.
Dia membaca satu per satu ruangan yang ia lewati. Dia sudah menghubungi dosen pembimbingnya sebelum ia berangkat, dan dosennya mengirimkan alamat lengkap beserta ruangan dimana ia mengajar.
"Ruangannya dimana sih." Ucap Latisha, berbicara sendiri.
Dia sudah berkeliling selama 10 menit, namun belum menemukan ruangan yang dimaksud oleh dosennya. Dia bahkan sudah bertanya kepada mahasiswa yang ia temui dilorong.
"Latisha kan ?" Tanya seorang pria dari arah belakang.
Latisha menoleh. "Kala ?"
Pria bernama Kalandra itu mengangguk. "Gue kirain bukan lo tadi. Ngapain disini ?" Tanya Kalandra.
Latisha menyebutkan nama ruangan yang ia cari. Dan tanpa sadar menyelipkan bagian dimana ia sudah berkeliling cukup lama sejak tadi.
"Oh itu, ayok sini gue anter. Entar lo malah muter-muter lagi."
Latisha mengangguk antusias. "Eh tapi gue gak ganggu lo kan ?"
Kalandra mengangguk. "Tenang. Gue udah tinggal jilid kalo lo lupa." Ucapnya bangga yang langsung dibalas cibiran oleh Latisha.
Sepertinya wanita itu lupa bahwa ia baru bertemu Kalandra dua kali. Dan entah kenapa ia merasa nyaman dan tidak merasa curiga sama sekali. Padahal Kalandra masih terhitung orang asing dihidupnya.
***
"Lha beneran ditungguin ternyata." Ucap Latisha dengan nada heran. Ia baru saja keluar dari ruangan dosen pembimbingnya.
Tadi, sebelum masuk ruangan, Kalandra memang mengatakan bahwa ia akan menunggu Latisha didepan ruangan yang tentu saja ditolak wanita itu dengan halus. Ia tidak ingin merepotkan Kalandra lebih banyak lagi.
Namun, Kalandra bersikeras untuk tetap menunggu.
"Kan gue udah bilang kalo gue bakalan nungguin lo."
"Gue kirain lo gak serius."
Kalandra menatap mata Latisha. "Gue gak pernah main-main sama omongan gue." Ucapnya tegas.
Latisha menjadi sedikit salah tingkah.
"Lo mau kemana habis ini ?" Tanya Kalandra.
"Pulang kekos kayaknya. Mau kejar tayang ngerjain ini." Latisha mengangkat berkas ditangannya. Menunjukkan kepada Kalandra.
"Lo belum pesen gojek kan ? Gue anter pulang ya ?" Tanya Kalandra sekaligus menawarkan diri.
"Eh, gak usah deh. Gue pulang naik gojek aja."
"Kalo gue maksa ?" Tanya Kalandra lagi.
Latisha tertawa pelan. "Dasar pemaksa ! Ya udah ayok." Ucapnya menerima tawaran Kalandra.
Lumayan kan, dia bisa irit ongkos.
Latisha mengikuti Kalandra yang mengajaknya menuju parkiran. Tadinya dia fikir Kalandra akan mengajaknya pulang naik motor. Ternyata tidak. Pria itu membawa mobil.
"Yuk masuk." Ajak Kalandra seraya membukakan pintu mobil untuk Latisha.
Latisha menurut. Langsung duduk dengan nyaman.
"Kosan lo dimana ?" Tanya Kalandra saat ia sudah duduk dibangku kemudi.
Latisha menyebutkan alamat kosannya dengan lengkap. Lalu membiarkan Kalandra mengemudikan mobilnya. Menambah kemacetan lalu lintas.
Sepanjang perjalanan, Kalandra dan Latisha menghabiskan waktu dengan mengobrol. Dari obrolan itu, Latisha mengetahui bahwa Kalandra adalah anak seorang pengusaha. Meski orangtuanya berada disini, ia lebih memilih tinggal di apartemen. Karena ia bisa pulang sesuka hatinya.
Latisha berdecak didalam hati. Andai orangtuanya tidak tinggal di Salatiga, melainkan disini, ia pasti akan memilih tinggal bersama orangtuanya meski keluarganya kaya.
Dia tidak habis fikir dengan jalan fikiran Kalandra.
Dua puluh lima menit kemudian, Kalandra memberhentikan mobilnya didepan sebuah rumah kos-kosan.
"Makasih ya, Ka. Sorry udah ngerepotin lo."
"Lo beneran ngerasa gak enak sama gue ?" Tanya Kalandra.
Latisha mengangguk polos.
"Kalo gitu, kasih gue no wa lo. Setelah itu lo gak perlu lagi ngerasa gak enak sama gue." Ucap Kalandra sambil menyengir.
Latisha menyipitkan matanya. "Modus ya lo !" Omelnya. Lalu mengulurkan tangannya. "Sini hp lo."
Kalandra tersenyum sumringah. Lalu memberikan ponselnya kepada Latisha. Memperhatikan wanita itu memasukkan no ponselnya lalu mengambil kembali benda persegi panjang itu kembali.
"Thank you, Sha."
Latisha mengangguk. "Gue turun. Hati-hati dijalan."
***
Bersambung ~