Latisha menutup telinga dengan bantal, berharap suara ponselnya tidak terdengar. Ia masih mengantuk dan ingin melanjutkan tidurnya. Namun sepertinya sipenelpon tidak menginginkan itu. Karena dari tadi ponselnya tidak berhenti berdering.
Dengan terpaksa ia akhirnya menerima panggilan tersebut tanpa melihat dengan jelas nama sipenelepon dilayar ponsel.
'Halo' Sapa Latisha dengan suara serak khas orang bangun tidur.
'Selamat pagi, sayang.'
Latisha memberengut. 'Aku masih ngantuk lho, Ka.'
Kalandra tertawa. 'Dan aku masih rindu.' Ucapnya menggoda Latisha. 'Aku didepan kosan kamu.'
'Serius ???' Tanya Latisha. Ia langsung duduk lalu melirik jam didinding kamarnya. 'Masih jam 7 lho ini.'
'Cek keluar dong kalo gak percaya.'
Latisha beranjak dari atas kasur. Lalu melangkah ke balkon kamarnya. Kebetulan sekali kamarnya berada dilantai 2 dengan balkon yang langsung memperlihatkan halaman depan.
Kalandra melambaikan tangan sambil tersenyun manis. "Mingkem sayang. Kamu ga mimpi kok. Emang aku yang lagi kamu lihat." Ucapnya sambil terkekeh pelan.
Latisha sontak mengatupkan kedua bibirnya yang tanpa sadar terbuka saat melihat Kalandra bersandar di pintu mobil pria itu.
"Malah diem. Gak mau nyamperin aku ?" Tanya Kalandra lagi.
Latisha berdeham. "Cuci muka dulu bentar." Ucapnya, lalu memutuskan sambungan telepon. Setelah itu ia bergegas kekamar mandi untuk sikat gigi dan cuci muka.
Selesai dengan wajahnya, Latisha lalu mengganti pakaian. Tidak mungkin dia menemui Kalandra dengan pakaian yang ia pakai saat ia tidur. Ia hanya mengenakan tanktop serta hotpans saja saat tidur.
"Kok gak bilang mau kesini." Ucap Latisha saat ia sudah berada didepan Kalandra.
Bukannya menjawab, pria itu malah senyum-senyum.
Dahi Latisha mengkerut. "Ngapain sih senyum-senyum ?"
Kalandra mendekatkan wajahnya ke sisi kanan Latisha lalu berbisik ditelinga wanita itu. "Kamu makin cantik saat baru bangun tidur, plus baju yang kamu kenakan."
Pipi Latisha bersemu. Ia memalingkan wajah lalu mendorong Kalandra untuk menjauh darinya. "Dasar mesum !"
Kalandra tertawa. Tangannya teulur, mengelus kepala Latisha. "Sarapan bareng yuk." Ajaknya.
"Aku belum mandi lho ini."
"Gak papa. Gak ada aturan yang mengharuskan untuk mandi sebelum sarapan kok."
"Oke kalo gitu."
***
"Sha, nonton yuuk." Ajak Gandhi, menatap Latisha penuh harap.
"Kapan ?" Latisha bertanya tanpa melihat Gandhi. Ia sibuk dengan laptopnya. Mengetikkan sesuatu dilembar kerja skripsinya.
"Sore ini gimana ?"
Latisha menggeleng. "Gue ada janji sama Kala."
Gandhi mencibir. "Pacaran muluk lo."
Latisha mengedikkan bahu. "Biarin. Kayak elo engga aja." Jawabnya santai.
Gandhi terdiam. "Ayolah Sha. Gue kangen nonton sama lo." Ajaknya lagi.
Sejak menjalin hubungan dengan Kalandra. Latisha memang lebih sering menghabiskan waktu bersama pria itu ketimbang Gandhi. Latisha malah lupa kalau dia pernah menyukai Gandhi. Atau selama ini dia memang tidak benar-benar menyukai Gandhi ?
Entahlah, yang jelas, dia hanya ingin menghabiskan waktu bersama Kalandra. Pria itu selalu tahu bagaimana cara membuatnya bahagia. Bahkan hanya untuk hal kecil seperti mengirimkan pesan singkat di setiap jam makan.
"Kapan-kapan deh Dhi, gue beneran gak bisa hari ini."
"Nyebelin banget lo !" Ucap Gandhi, lalu beranjak meninggalkan Latisha yang terlihat keheranan.
***
Pukul lima sore, Latisha menunggu Kalandra yang akan menjemputnya. Pria itu memang selalu meluangkan waktu untuk menjemput wanita yang berstatuskan pacarnya itu. Lagian, mereka memang ada janji untuk menikmati sunset disalah satu wisata pantai yang ada dikota ini.
Senyum Latisha mengembang saat mobil Kalandra berhenti tepat didepannya. Tanpa menunggu lama lagi, ia langsung masuk kedalam mobil.
"Gak nunggu lama kan ?" Tanya Kalandra seraya mengelus kepala Latisha. Mengelus kepala adalah salah satu kegiatan favorit pria itu.
Latisha menggeleng. "Aku baru siap-siap pas kamu bilang otw."
Kalandra mengangguk paham, lalu mulai mengendarai mobilnya. Turut serta menambah kemacetan jalanan.
"Oh iya, jadwal ujian aku udah keluar." Ucap Kalandra, masih fokus menyetir.
Latisha memiringkan tubuhnya kearah Kalandra. Tertarik dengan apa yang diucapkan oleh pria itu. "Beneran ? Kapan?" Tanyanya antusias.
"Selasa depan." Jawab Kalandra. "Kamu bakalan dateng kan ?"
Latisha mengangguk. "Dateng dong. Biar pacar aku semangat." Ucapnya, lalu terkekeh pelan.
"Gemesin banget sih." Kalandra mengulurkan tangannya, mencubit pipi Latisha. Lalu mengelus bekas cubitan itu.
"Habis dicubit, terus dielus. Maunya apa sih." Gerutu Latisha.
"Maunya nyium pipi kamu aja. Tapi aku lagi nyetir."
"Memangnya gak bisa nyium sambil nyetir ?" Tanya Latisha, dengan wajah polos.
Kalandra diam. Melirik Latisha sekilas, lalu mencondongkan wajahnya. Mengecup pipi wanita itu dengan cepat. "Bisa ternyata." Ucapnya santai.
Latisha mematung. Jantungnya sontak berdebar dengan cepat. Rona merah muncul begitu saja dipipinya. Ia malu, namun bahagia. Entahlah, ia baru tahu kalau jatuh cinta bisa membuatnya seperti ini.
"Apaan sih." Ucapnya malu-malu, lalu memalingkan wajah. Sementara Kalandra tertawa pelan melihat betapa manisnya tingkah Latisha.
***
Bersambung ~