Latisha menatap layar ponselnya. Membaca pesan terakhir yang dikirim oleh Kalandra.
'Lo boleh nolak gue aja Sha kalo lo emang gak mau sama gue. Tapi jangan menghindar gini. Gue gak mau kita kayak sekarang. Kalo emang lo ga mau jadi pacar gue. Lo bisa jadi temen gue aja. Gue gak akan maksa lo buat jawab iya'
Sudah seminggu sejak Kalandra meminta Latisha untuk menjadi pacarnya. Dan sejak itu pula wanita itu menghindar dari Kalandra.
Malam itu, saat Kalandra memintanya menjadi pacar, yang dilakukan Latisha hanyalah menatap mata Kalandra. Mencari ketulusan dimata pria itu. Dan dia semakin bimbang saat melihat betapa tulusnya Kalandra.
Namun tidak ada satu katapun yang keluar dari bibirnya. Alih-alih menjawab, ia malah keluar dan lari begitu saja memasuki kos-kosannya. Membiarkan Kalandra pulang dengan perasaan yang tidak tenang. Bahkan hingga seminggu lamanya, pria itu belum mendapatkan jawaban apapun.
Latisha tidak tau harus menjawab apa. Dia nyaman bersama Kalandra. Dan harus dia akui pria itu beberapa kali sempat membuat jantungnya berdetak lebih cepat. Lantas, apakah itu saja cukup untuk membuatnya menjawab 'iya ?'
Entahlah, ia bingung sekali.
Lagian, Latisha hanya mencintai Gandhi, sahabatnya. Ngomong-ngomong soal Gandhi, pria itu menanyakan tentang Kalandra tiap kali bertemu dengan Latisha. Menanyakan bagaimana awal mereka bertemu. Siapa Kalandra sebenarnya ? Hingga apa hubungannya bersama Latisha.
Meski Latisha sudah menjelaskan bahwa ia dan Kalandra hanya berteman, Gandhi masih saja menerornya dengan pertanyaan yang sama setiap hari. Membuatnya pusing saja.
Ponsel Latisha berdering. Ia sontak tersenyum sumringah saat melihat nama si penelpon di layar.
"Halo bu." Sapa Latisha. Kepadanya Ibunya.
"Halo sayang."
"Tisha kangeeen bu." Rengeknya seperti bocah.
Latisha memang sudah lama tidak pulang ke salatiga. Kalau tidak salah menghitung hampir empat bulan iya tidak pulang. Biasanya dalam sebulan, iya menyempatkan untuk pulang walau hanya beberapa hari saja.
"Ibu juga kangen sama Tisha. Baik-baik disana ya Nak. Kuliah yang bener." Nasehat Ibunya.
"Iya bu. Ibu sama Ayah sehat ?" Tanya Latisha.
"Alhamdulillah. Ibu sama Ayah baik-baik saja. Rasyid juga baik-baik saja." Jawab ibunya. Rasyid adalah adik Latisha yang sekarang masih duduk dibangku SMA. "Kamu gimana kabarnya Nak ?"
"Tisha sehat bu. Doain skripsi Tisha lancar ya bu."
"Iya. Ibu selalu ngedoain yang terbaik buat anak-anak ibu. Ya sudah, Ibu mau masak dulu. Keburu Ayah kamu pulang."
"Iyaa bu."
***
"Lo kenapa sih ?" Tanya Gandhi, menatap Latisha dengan kesal.
Latisha menoleh sekilas, lalu kembali fokus ke laptopnya. "Kenapa apanya ?"
Gandhi berdecak kesal. "Seminggu ini lo jadi aneh. Gak seperti Latisha yang gue kenal." Ungkapnya.
Latisha terdiam. "Sudah seminggu ternyata." Gumamnya didalam hati .
Sudah satu minggu Kalandra tidak pernah lagi menghubunginya. Dan itu berarti sudah dua minggu sejak pria itu memintanya untuk menjadi pacar Kalandra.
Latisha merasa ada yang beda. Merasa kosong. Tanpa pesan dari pria itu. Dan itu membuatnya menjadi uring-uringan. Namun dia juga gengsi jika harus menghubungi Kalandra duluan.
"Malah diem." Omel Gandhi, lalu menutup keyboard laptop dengan kedua telapak tangannya. Membuat kegiatan Latisha terhenti.
"Lo ganggu banget deh. Gue mau ngetik ini."
Gandhi menggeleng. "Lo harus jujur dulu sama gue. Ceritain apa yang udah terjadi."
Latisha menghela napas. "Gak ada apapun yang terjadi sama gue. Lo aja yang ngerasa beda sendiri. Gue mah biasa aja."
Gandhi mencibir. "Ngeles aja terus."
"Sok tau lo !" Latisha menyingkirkan tangan Gandhi dari laptopnya. Lalu kembali melanjutkan kegiatannya.
***
Latisha menyusuri lorong kampus. Sekarang pukul lima sore, dan dia memutuskan untuk pulang kekosan. Sembari berjalan, dia mengecek explore instagramnya, melihat video-video lucu. Lalu tertawa sendiri tanpa malu.
Langkahnya terhenti saat melihat foto Kalandra. Meskipun fotonya hanya menampilkan sisi kanan wajah pria itu, namun Latisha tau bahwa itu adalah Kalandra. Ia membuka foto tersebut, lalu membaca caption yang ditulis oleh pria itu.
'I miss ur smile'
Tulisnya, singkat.
Latisha menghela napas, lalu kembali melanjutkan langkahnya.
"I miss ur smile, too..." gumamnya dalam hati. Meski merasa ragu apakah caption itu untuknya atau tidak. Yang jelas dia juga merindukan senyuman pria itu.
Langkah Latihsa kembali terhenti saat ia sudah mendekati gerbang kampus. Bukan karena ia kembali melihat foto Kalandra. Melainkan karena ia melihat pria itu, tidak jauh dari tempat ia berdiri sekarang.
Kalandra menatapnya datar, seraya bersandar di pintu mobil. Saat Latisha menyadari keberadaannya, ia langsung berdiri tegak. Namun tidak melangkah untuk mendekati wanita itu. Ia hanya menatap Latisha, dalam.
Latisha masih terpaku. Ia memandangi Kalandra. Menatap wajah pria itu selama mungkin. Ia takut jika ini hanya mimpi dan Kalandra tiba-tiba menghilang.
Merasa tidak cukup dengan hanya memandangi pria itu saja, Latisha lalu berlari kearah Kalandra. Memeluk pria itu dengan erat.
"Gue mau Ka. Gue mau jadi pacar lo." Ucapnya tegas.
***
Bersambung ~