Langit sudah sangat gelap saat Jimin dan Seolhee sampai di rumah barunya—sebuah rumah minimalis tetapi terlihat nyaman daripada rumah yang lama. Siang tadi mereka terlalu lama bersenang-senang di tengah hamparan padang hingga lupa waktu, beruntungnya barang-barang keduanya sudah dipindahkan terlebih dahulu jauh-jauh hari. Tidak perlu merapihkannya lagi.
“Jalanlah terlebih dahulu. Aku akan membantumu mengangkat gaun dari belakang.”
“E-eh, tidak usah,” tolak Seolhee dengan lembut. Gaun yang dikenakannya memang berat, tetapi ia merasa masih mampu mengatasinya sendiri. “Kau jalan terlebih dahulu saja. Aku akan menyusul.”
“Ya sudah jika tidak mau.” Sejujurnya Seolhee sedikit tersentak saat Jimin dengan mudahnya berkata seperti itu, tetapi bukankah ia sendiri yang memintanya?
“Kalau seperti ini, tidak menolak, kan?”
Tubuh Seolhee terangkat seketika, dibopong seperti bayi diantara lengan berotot Jimin.
“Ji-jimin, apa yang kau lakukan? Turunkan aku. Berat.”
“Benar. Kau memang berat. Berat sekali sampai tanganku terasa mau patah. Jadi jangan banyak bergerak jika tidak mau jatuh, Nona Muda.” Jimin tidak membiarkan Seolhee untuk kembali berbicara, segera membawa masuk tubuh keduanya ke dalam rumah.
Jika boleh jujur, jantungnya berdetak sangat cepat. Meski sebenarnya ia sudah sering menggendong tubuh nona mudanya, tapi kali ini jelas dalam konteks yang berbeda. Status nona muda telah berubah menjadi istrinya. Ia malu, terasa canggung meski ia sangkal dengan wajah tanpa ekspresi. Namun telinganya tidak mampu menyembunyikannya, memanas tanpa ia perintahkan.
Tidak berbanding jauh dengan Jimin, jantung Seolhee pun berdetak tidak karuan. Ikut memilih diam dan memasang wajah polosnya. Menganggap jika apa yang dilakukan keduanya sama seperti saat dirinya merasa lelah berjalan dan memaksa Jimin membawa bobot badannya. Tapi entah kenapa belah pipinya justru bersemu merah, melebur bersama warna merah muda riasan wajahnya.
“Sudah sampai,” kata Jimin sembari menurunkan dengan perlahan Seolhee dari gendongannya.
“Y-ya. Terima kasih.”
Suasana jadi canggung sekali, baik Jimin maupun Seolhee terjebak dalam keheningan yang dibuat keduanya.
“Kau mandi terlebih dahulu saja. Aku ingin menonton televisi.” Oh ayolah, alasan macam apa itu. Jimin mengutuk perkataan bodohnya.
Namun Seolhee tidak jauh berbeda, tidak punya jawaban lain selain mengiakan perkataan suaminya. “Y-ya, aku akan memanggilmu jika sudah selesai.”
Lalu malam hari terlewat begitu saja. Dengan kecanggungan dan punggung yang saling bertolak belakang. Dengan detak jantung yang mengalahkan seruan isi pikiran. Malam hari jadi terasa panjang, namun keduanya menyukai keheningan. Karena dengan keheningan, keduanya jadi bebas memikirkan satu sama lain. []
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGELIC✓
Fanfiction❝Jika kau terluka, ingatlah untuk selalu datanglah padaku. Gunakan aku, sebagai penawarmu.❞ Started : 12 October 2018 Published : 13 October 2018 (KST) [Special fanfiction for Jimin's birthday] Copyright © Vdr_wings 2018