| Written on Oktober 16th, 2018 |
...
Dua anak Adam itu duduk bersimpuh di hadapan seorang wanita. Wanita berbalut serba hitam yang kini tak memakai penutup wajah dan kaca mata hitamnya lagi tersebut, melayangkan tatapan menyelidiki. Hingga tak satupun dari dua pria itu berani mengangkat wajah.
Taman belakang Camel Cafe tampak sepi. Kanjeng Ratu yang kini tengah duduk bersila di atas satu bangku panjang, baru saja siuman. Berkat ulah Geo dan Alan, wanita itu jelas jatuh pingsan beberapa saat yang lalu. Bagaimana tidak, jika dua pemuda di depannya kepergok tengah berdua di dalam satu toilet. Baiklah, keberadaan mereka yang sudah pasti bakal dicurigai, masih bisa dimaklumi. Namun tidak, saat posisi jatuh yang tak diharapkan tersebut, dilihat oleh si kanjeng ratu. Tamat riwayat!
"Jadi," Kanjeng Ratu mulai bersuara, "apa lagi yang coba kalian sembunyikan dari ibu?"
Sejujurnya, Alan paham kemana arah maksud pertanyaan yang dilontarkan oleh ibunya. Tapi apa daya dia yang paham tabiat sang kanjeng ratu, cuma bisa diam dan menunduk. Bagaimanapun, haram hukumnya menyela omelan wanita tersebut sebelum ada lampu hijau dari yang bersangkutan. Namun berbeda dengan Alan, Geo yang cuma setahun sekali bertemu dengan sosok itu, malah menjawab tanpa tahu maksud sebenarnya. "Sembunyikan apa ya, jeng?"
Mata kanjeng ratu membulat, "Jeng, jeng! Kamu pikir situ teman arisan ibu?!"
"Kan, kanjeng ratu. Masa ane panggil Tu, Tu."
"Bocah edan! Lagian gak usah belagak bodoh kalian. Sudah sebulanan ini ibu ikuti tuh bocah tengil, dan selalu ada kamu. Gak di cafe, di rumah makan Padang, di bioskop, dan ini di toilet. Toilet, loh."
Geo yang tadinya bingung justru terkikik geli di sebelah Alan. "Wah! Ente dibekali alat pelacak sama si kanjeng? Bisa gitu, ya, tahu kita lagi kemaja aja."
"Jawab! Ngapain kalian nonton di bioskop bareng? Duduk bersisian, gelap-gelapan, ketawa-ketiwi nggak jelas." Kanjeng ratu memijit pelipisnya frustasi. "Ibu mau dengar kejelasannya, Lan!"
"Bu, kemaren kami dapat tiket nonton dari pak bos. Dia batal kencan sama pacarnya. Makanya kami jadi kebagian tiket nontonnya. Sayang, kan, kalau dibuang."
Kanjeng ratu tak bergeming sedikitpun. Matanya masih setia memicing sekalipun Alan coba menerangkannya sejelas mungkin. "Terus ngapain duduk dempet?"
Geo yang mendengar jenis tanya itu tergelak tak habis pikir. "Mustahil pak bos ikhlas duduk bersebrangan sama pacarnya di dalam bioskop, jeng. Ntar kalau mau ngobrol kan susah. Iya nggak, Lan?"
Yang ditanya tak menjawab. Justru pelototan mata Alan makin menegas ke arahnya. "Diam, lo!"
"Bu, kan tiket itu bukan kami yang---"
Tangan kanjeng ratu melambai tegas di depan wajahnya. "Stop! Ibu paham. Tapi yang buat ibu sangsi," Ia menghembuskan nafas panjang sebelum lanjut bersuara, "Ngapain kalian di toilet berdua, heh?!"
Tak ada suara, Geo yang tadinya gagal paham akhirnya menatap Alan minta kejelasan. "Kenapa jadi lo yang liatin gue? Gih jelasin tuh alasan lo nyeret gue ke toilet tadi?"
Baiklah. Geo sudah jadi sasaran buat semua mata melihatnya kesal. Salahkan dia yang punya ketakutan tak berkelas. Geo yang dasarnya bertubuh tinggi besar itu bakal bernyali ciut saat berhadapan dengan mahluk tak kasat mata. Imajinasinya yang terlalu kreatif kadang suka sulit membedakan mana nyata dan mana hantu sesungguhnya. "Ente lupa kita kan abis nonton pengabdi setan, Lan."

KAMU SEDANG MEMBACA
Pantofel VS Sneakers
General Fiction-spinoff Well I Gave up maybe It's really You- ... "Yakin lu mau tanding lari pakai pantofel?" "Yakin. Dan lo? Elo yakin mau ke pelaminan bareng gue pakai sneakers?" . . . [On going] Judul : Fantofel VS Sneaker Genre : romcom Status : on going Sub-c...